1 : Untukmu, Auraku.

200 19 3
                                    

Menulis ini membuatku ingin selalu mengingatnya.

Tentang bagaimana ia menjadi pria yang selalu diidam-idamkan para wanita. Dengan rendah hatinya, ia selalu menghargaiku. Ia tahu bagaimana cara menyayangi ku dengan tulus, walaupun ia lebih muda dariku. Upaya-upaya yang ia lakukan untuk membuatku jatuh setiap detiknya dengan dia.

Ah, Putra... jika aku menceritakan semua tentangmu disini. mereka akan menyukaimu atau mengagumi sosokmu. kamu tahu sesintifnya jika ada perempuan yang berani mengungkapkan secara terang-terangan langsung kepadamu.

Put, sudah menemukan rumah yang nyaman untukmu?, yang lebih baik dariku? lebih sempurna dibanding aku?.

Jika belum, malam ini aku masih mengharapkanmu kembali. berdoa agar kamu pulang ke tempat berteduh dikala hujan. singgah sebentar deh, tidak apa-apa. setidaknya, aku bisa melihatmu kembali, menatap mata indahmu kembali, senyuman lengkung manis milikku lagi, badan hangat yang akan kupeluk untuk terakhir kali.

Maaf jika ingatanku perlahan memudar hingga wajahmu luntur dalam fikiranku. saat aku perlahan lupa dengan wajahmu yang sempurna itu, aku kacau. semua tidak berarti lagi untukku. aku hanya menutup mata, berupaya mengingat wajahmu lagi. Tapi nihil,Put. mungkin karna aku mengusirmu untuk pergi jauh dari hidupku, lalu kamu hanya menuruti keinginanku.

Dasar, penurut. Bodoh. mudah menyerah. pesimis. selalu bergantung ke aku.

aku pernah bilang kalau, aku menyuruhmu pergi jangan pergi. tetap bertahan dengan disampingku, memelukku seperti biasa.

Tok tok

Aku menoleh ke arah pintu kamar, beranjak untuk membuka pintu. Ah, ternyata Arsilla. Ia sahabatku. rumahnya sangat dekat dari rumahku. Arsilla menerobos masuk sambil melempar sebuah amplop berwarna coklat ke meja belajarku.

Arsilla duduk di pinggir kasur, menautkan alis bertanya-tanya ke arahku. aku hanya mengangkat bahu seperti 'lah gua juga gatau'. 

"Buka coba"

aku mendengus kesal, lalu mengambil dan membuka nya. sebuah kertas yang diikat dengan tali kuning seperti daun yang kering. ku lihat lagi, langsung tersenyum senang. sebuah gelang berwarna hitam polos, ini barang kesukaanku.

Kertasnya kubuka dengan hati-hati, tarik nafas lalu buang. 

aku terdiam, melihat tulisan dibagian bawah kertas yang baru kubuka. jantungku berdegup kencang, air mataku sudah tidak tertahan, dan juga dengan senyumku. 

Salam cinta, Putra. milikmu
tak lihat kalender, hanya tahu sekarang tanggal 22 bulan Agustus, 2018.

Dan kini, aku diculik oleh masa lalu.


***

Putra menepuk bahunya sendiri dengan tatapan tulus untuk perempuan tersayang-nya. Aura terkekeh, langsung menurut dengan perintahnya. Mereka berdua menikmati pemandangan indah sang semesta penuh dengan warna Biru. Tak lupa juga, dihiasi benda berwarna Putih, kumpulan uap yang disebut awan.

Rooftop di Gedung terbengkalai, adalah tempat sebagaimana kenangan mereka terukir oleh sang kapur. ditulisnya setiap sisi tembok, banyak coretan kalimat-kalimat beserta tanggalnya.

"Aura.."

Aura mendongak dikit, Putra lebih tinggi darinya. 

"mau tau hal yang paling ku benci?,"
"udah tau"
"apa?" tanyanya dengan bicaranya yang lembut, juga senyum indahnya terukir disana. 

Aura kembali duduk seperti biasa, tidak menyandar di bahu Putra lagi. berubah posisi duduk, ke arah Putra, sambil menyilangkan kaki. 

"kamu benci ketika aku melukai diriku sendiri, betul ga?."
"tetnot"
"ish.. terus apa?"
"waktu"
"hey, jika ga ada  waktu di bumi ini. kamu dan aku ga akan dipertemukan."

Pandangannya beralih ke bawah. Aku tahu, dia sedang memikirkan sebuah kalimat yang sempurna agar tidak menyakitiku. ini kebiasannya. banyak hal-hal yang harusnya menyakiti kita berdua. Tetapi, Putra tidak akan mau jika hatiku akan hancur. sekali hancur, akan terulang-ulang katanya. Batin Aura, sambil memiringkan kepalanya untuk melihat wajah kesayangannya itu.

"Putra, bicara saja. aku tidak apa-apa. sekali-kali kamu harus menyakiti hatiku."

Setelah Aura berbicara seperti itu, Putra kembali menatapnya. Lalu, tertawa kecil. namun Aura hanya diam dengan tatapan 'dia kenapa?'.

"Ra, aku berusaha mati-matian untuk tidak menyakitimu. tapi, kamu malah meminta aku agar melukai hatimu."
"lagian... kita gak kaya sepasang kekasih"
"kekasih yang baik tidak akan menggores hati seseorang yang disayanginya.."
"berarti aku mau mengucapkan terimakasih"
"untuk?"
"sang waktu"
"berterimakasih kepada suatu hal yang ku benci, aku tidak menyukainya"
"kamu melukai hatiku, Put.."

Putra melebarkan matanya, rambutnya di acak-acak oleh dirinya sendiri. Padahal, Aura hanya bercanda soal kalimat yang ia ucapkan diakhir tadi.

"Ah maaf ya.. aku tidak membenci waktu deh, Ra."
Aura tersenyum, mengambil telapak tangan Putra digenggam oleh kedua tangan perempuan mungil ini. "aku bercanda."

"Ra, Waktu berjalan cepat. Aku hanya tidak puas membuatmu bahagia dengan waktu yang sebentar." kalimat ini sukses membuatku ketakutan, bukan takut dengan waktu. Tapi takut dengan sosok nya yang akan ditelan waktu, seperti yang ia benci. Sang waktu. mungkin, perlahan aku juga sama dengannya, membenci waktu yang begitu cepat.

Putra kembali ingin melotarkan kata, aku tidak menatapnya. Ia tahu, kalau aku tidak mau menatapnya, hatiku ada apa-apa. 

"yang kutakuti, yang terbiasa ada, lalu berubah menjadi tidak ada."
"aku tak peduli. aku hanya ingin kopi sekarang."

Putra beranjak, mengambil tangan Aura, dimasuki kedalam kantong sweaternya. Putra terlihat kesal tanpa ditunjukkan, ia hanya diam selama mereka menuruni tangga. Setelah sudah sampai diluar Gedung yang kosong itu. Putra menghentikan langkah kakinya, menoleh kebelakang, ke arah Aura. mengusap-usap tangan kiri milik perempuannya ini, setelah selesai, kembali digenggam dengan tangannya.

"maaf, jadi sakit"

Aura tersenyum, menatapnya dengan sendu. Ia terlalu beruntung memiliki lelaki sederhana tetapi sifatnya sempurna. dirinya sangat senang diperlakui benar-benar seperti banyak macam kisah cinta di dunia novel.

"kakimu masih kuat?"
"untuk sebuah kopi, pasti kuat"
"mau ku gendong?"
"sudah tak usah, aku masih kuat selama bersampingan denganmu."
"berarti kamu selalu kuat"
"sok tau"

Putra mendekati tubuhnya, menekukan kakinya agar bisa melihat wajah Aura secara dekat.
"aku kan akan slalu disampingmu."

2018-Bandung.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang