2 : Warung kopi

132 17 7
                                        

"Aura,mau aku tinggal disini berapa lama?"

Putra bertanya dengan Aura, wanita itu langsung terbatuk-batuk. terkejut dengan pertanyaan lelaki ini, lelaki tampan yang slalu membuat dirinya bingung. selalu saja ada istimewanya, selalu membuat hatiku berdegup kencang, dan hanya ingin jatuh cinta dengan dirinya saja.

Aura tersenyum melihat Putra yang sedang menunggu jawabannya. "Se-la-ma-nya" jawaban Aura dengan penekanan.

"hmm...aku tidak bisa sekolah berarti."
"aku jadi gurunya deh"
"bisa apa, Aura ini?"
"aku bisa mengajarimu bagaimana caranya selalu mencinta, melihat langit yang selalu indah, dan mengajari bagaimana mencintai sang waktu yang kamu benci."
"tapi di ITB, tidak ada jurusan waktu, jurusan cinta, terus apalagi tadi??.."
"langit indah?"
"iya, aku mau menyusulmu kuliah di ITB nanti."

Aku terdiam, aku tidak akan yakin akan berkuliah di Universitas itu. penyebabnya, nilai ku yang akhir-akhir ini turun. aku yang semakin di kekang oleh orang tua-ku. mereka ingin aku bekerja sambil kuliah, bertanggung jawab untuk membiayai hidup adik-adikku. karena hal ini, aku tidak yakin akan ada waktu untuknya. Batin, Aura.

Sementara itu, Putra memalingkan wajahnya. selalu berusaha menghadapi wanita labil ini. selalu menyemagati hidup wanita kesayangannya ini. selalu meyakinkan kalau ia akan bisa meraih cita-citanya. Putra saja berfikir, ia rela jika pindah ke Jakarta dan pindah ke rumah Pamannya. Agar ia selalu bisa disamping Aura, wanita kesayangannya.

Putra kembali menatap Aura yang masih merenungkan sesuatu. Putra mengusap rambutnya dengan pelan, dengan sebuah perasaan yang dalam, dengan rasa kasih sayang yang seluas bumi ini. "tak apa, Universitas di Jakarta banyak yang lebih bagus. Bandung tidak mau membuatmu jadi kesusahan."

"Putra..."
"Iya?"
"Seseorang sedang mencintaimu."
"ah, biar ku tebak."

Senyuman nya kembali terukir disana, senyuman lebar yang membuat semua laki-laki dibumi ini akan jatuh cinta. pemandangan kesukaan Putra, senyumnya.

"wanita" Aura mengangguk.
"berambut panjang"
"pipi yang gembul"
"hidung yang tidak semancung aku, Ak-h sakitt" Putra meringgis kesakitan karna lengannya dicubit. Aura menatap tajam lelaki itu, tak lama kemudian mengelus lengan Putra yang kesakitan itu. "maaf hehe"
"kalau mau mengungkapkan rasa sayang itu, langsung saja, tak usah pakai-pakai pengganti subjek tau."
"pede banget"

Tiba-tiba seseorang datang, perempuan yang masih memakai seragam putih dan rok biru. Perempuan itu sedang menangis, kemudian, ia memanggil penjual kopi yang di warung kopi. Ia memesan dua gelas kopi. Padahal ia hanya sendiri. Aura melihatnya terus-terusan.

"Jangan dilihatin" Bisiknya.
"dia kenapa, Put?," kata Aura sambil kembali berbisik kepada Putra.
"abis putus kali"
"nggak, maksudnya, dia kenapa nangis terus mesen dua kopi. padahal cuma sendirian gitu" 
Putra mendengus kesal, mengambil nafas secara dalam-dalam. perempuan ini membuatnya ingin emosi saja.

"Aura.. sudah ya.. jangan dilihatin lagi, dia lagi sedih. nanti dia risih denganmu, terus marah-marah bagaimana? mending kita tatap-tatapan lagi kaya tadi ya?"
"ish ogah" Aura langsung beranjak berdiri, meninggalkan kopinya yang belum dibayar. dan juga, meninggalkan Putra yang masih tersenyum karna, Aura yang membuat dirinya gemas.

Putra memanggil bapak yang menjaga warung kopi ini, mengambil satu lembar duit berwarna biru sambil tersenyum. 

"eh, dek, ini mah kebanyakan"
"gapapa pak. bisa aja nanti, saya kesini lagi"
"makasih ya, wes moga sukses sama pacarnya"

Putra tersenyum canggung. Segera menyusul perempuan tersayangnya.



2018-Bandung.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang