Larinya seperti pemain rugby.
Tabrak kiri-kanan. Kakinya seperti kesetanan, nggak bisa berhenti. Feel berusaha keras nggak mikirin Chopy sama sekali, tetapi semakin keras usahanya itu hidungnya semakin kuat merasakan aroma khas parfum cowok itu di udara.
"HAATSYI...!"
Ternyata, satu bersin saja sudah bisa menghentikan larinya.
Feel tersadar sedang berdiri di depan pagar pembatas lantai dua dengan napas memburu. Feel juga sadar sedang jadi pusat perhatian puluhan pasang mata pengunjung. Tapi dia tidak peduli. Perasaannya sedang campur aduk; marah, kesal, dan sedih berbaur jadi satu sehingga tak ada ruang dalam dirinya untuk memedulikan pendapat orang lain.
Chopy mengkhianatinya, membohonginya habis-habisan.
Feel tergoda memandang ke bawah. Mendadak muncul keinginan meloncat ke bawah, tetapi sejurus kemudian dia berpikir lagi, lantai dua masih kurang tinggi. Iya, kalo langsung mati.... Kalo cuma patah kaki? Batal mati, hidup merana selamanya. Belum lagi dia harus mengucapkan selamat tinggal kepada koleksi snow globenya.
Feel geleng-geleng kepala.
Kring... kring... kring...!
Smartphone Feel yang ringtonenya mirip telepon rumah berdering. Feel menerimanya. Dengan tangan gemetar, Feel mengaktifkan video call. Wajah Chopy langsung terlihat di LCD smartphone-nya.
Chopy yang sekilas wajahnya mirip Noah Centineo ini tersenyum lebar ke arahnya. Background di belakangnya berwarna merah dengan hurup kanji yang tidak bisa dia baca.
"Feel... Baby! Happy birthday, Sweetheart. Chopy belum bisa pulang. Besok pagi masih harus ketemu klien. Dari airport kita dinner, ya? Janji."
Chopy membuat tanda suer dengan jarinya.
Padahal, saat itu, Feel sudah tidak lagi melihat layar HP-nya. Matanya menatap lurus ke sebuah kafe bergaya oriental yang ada di seberang tempatnya dia berdiri. Dia bisa melihat Chopy dengan sangat jelas; sedang duduk dengan santai, memegang handphone sambil sesekali membungkuk, membersihkan sepatunya dengan serbet makan.
Feel geleng-geleng kepala.
"Aku udahan dulu, ya. Soalnya...."
Suara Chopy menghilang bersama nada panjang monoton. Feel mematikan HP-nya. Selang sedetik, dia kembali menoleh ke kafe. Dilihatnya cewek itu, yang diduganya bernama Fiona (begitu yang tertulis di kartu ucapannya), mencium Chopy dan duduk di hadapannya. Membuka menu. Chopy buru-buru meletakkan HP-nya sambil tersenyum.
Feel merasa dadanya sesak.
Dengan sisa-sisa tenaganya, dia melangkah menuju kafe―siap melabrak Chopy. Sepanjang jalan, Feel menyusun kata-kata yang akan dia lontarkan di hadapan Chopy. Dasar bajingan.... Ah, terlalu serem. Kayak preman di depan warung pengkolan aja. Penipu! Uh, nggak seru. Apa lagi ya? Kepala besar! Aneh banget sih?
Pikirannya semakin kacau. Bahkan menemukan satu kata makian pun dia kesulitan. Terserah deh! Biar improvisasi di tempat saja, putus Feel sambil terus berjalan dengan gagahnya.
"Nanti kopi kamu dingin," kata Feel dengan suara bergetar, sesampainya di belakang kursi Chopy. Huh, capek-capek memilih makian kasar, yang bisa keluar dari mulutnya ternyata hanya itu.
"HAATSYI...!"
Chopy yang mendengar suara bersin refleks menoleh. Fiona juga ikut-ikutan menoleh ke arah Feel dengan bingung.
Feel menatap Chopy dengan sedih. Dia sudah ingin menangis, tetapi dia juga nggak sudi meneteskan air mata di depan Fiona—untuk alasan apa pun. Dia pun mengangkat wajahnya dengan kekuatan yang tersisa. Ditatapnya satu per satu orang di meja itu. Fiona, lalu Chopy. Saat mata mereka saling tatap, Feel merasa kalah. Mata Chopy yang penuh percaya diri menciutkan keberaniannya untuk lebih marah lagi.
Dia pun kembali menatap Fiona. Menganalisisnya baik-baik. Gadis itu cantik sekali.Modis seperti Kylie Jenner. Dari belahan pinggir roknya memamerkan betis Fiona yang langsing dan panjang, tersilang di bawah meja. Sneakers-nya meneriakkan satu kata: Gucci.
Skor akhir: 4-0. Kekalahan Feel semakin telak.
Semua orang yang melihat Chopy dan Fiona, bahkan Feel (seandainya lupa bahwa Chopy itu masih milikNYA), pasti sependapat: mereka pasangan ideal. Lalu, bagaimana dengan aku? Apa artiku buat Chopy? Feel jadi bertanya-tanya sendiri.
Feel tidak tahan lagi. Rencana memaki habis-habisanàtumpahkan air ke kepala Fiona (ini baru terpikir belakangan)àkeluar dari kafe diiringi decak kagum tamu-tamu di situ tinggal rencana saja. Dia bahkan tak bisa keluar dari kafe dengan dagu terangkat.
Feel berlari... dengan mata memerah yang tak sanggup lagi menahan tangis.
Feel terus berlari, air matanya tak terbendung. Sekali pun dia berkali-kali menghapusnya, air mata itu tetap mengalir seperti keran yang lupa dimatikan.
"Feel!"
Suara yang memanggil namanya itu spontan membuat kakinya terhenti.
"Feel... Baby... Sweetheart...." Cowok itu semakin mendekat. Dia mengembangkan kedua tangannya, berharap Feel akan berlari ke arahnya dan memeluk tubuh tegap itu seperti di drakor.
"Feel, apa yang terlihat kadang nggak sama dengan kenyataan," bisik suara bariton itu dengan lembut di telinga Feel. Dia melepaskan pelukannya. "Jangan rusak hari ulang taun kamu dengan air mata. Yang tadi itu asisten saya, nyiapin kado buat kamu. Pilih mana: nonton dan dinner atau...." Chopy tersenyum, lalu mengeluarkan sebuah kotak dari saku celananya. "Ini ganti cincin yang kekecilan kemarin."
"Terse...." Ucapannya terhenti, sadar bahwa tadi itu hanyalah percakapan fiktif yang hanya ada dalam pikiran Feel saja.
Kenyataannya, bibir Chopy meluncurkan kata-kata lain. Liat aja buktinya followers kamu nggak nambah-nambah dari 67 orang. Itu juga udah termasuk account pelangsing."
DEG!
"HAATSYI...!" Cuma itu yang bisa keluar dari mulut Feel.
"We're good, right?" Chopy tersenyum manis, memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapi. nggak bakal unfol kamu, asal kamu tetep ngelike postingan aku. Nggak banyak yang akan berubah, kecuali... Chopy dan Feel nggak pacaran lagi."
"Enaknya sama kamu, Chopy bisa ngomong apa adanya. Kita tetep temenan, lho. No blocks," kata Chopy, sambil memeluk Feel sekali lagi.
Feel merasa kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun. Kali ini dia bukan cuma ingin menonjok. Tapi....
"HAATSYI...!"
Arrggggh! This sneeze....
Saat Feel sibuk mencari sapu tangan, tangan Chopy tau-tau terulur ke tas selempang Feel. Chopy memasukkan segepok lembaran lima puluh ribuan ke dalamnya.
"Anyway, Chopy nggak lupa kok hari ulang taun kamu. Get yourself something nice. Dress, sneakers, bags—whatever you like," bisik Chopy sambil mengelus kepala lalu lengan Feel. pilates." Kata Chopy, matanya menatap lengan Feel dengan dahi berkerut.
Feel benar-benar speechless.
Tanpa memedulikan si brengsek itu lagi, Feel berbalik dan pergi. Benar-benar pergi dan tak akan menoleh lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel (Rate My Love, revisited)
Roman d'amourDuo vlogger yang bersahabat, Dimitri dan Rachmat mengalami penurunan jumlah views dari youtube channel mereka sejak Dimitri mengalami kecelakaan dan mengalami kelumpuhan. Mereka memutar otak mencari cara untuk meraih subscribers baru, dengan cara me...