Chapter Three: Stay

4 1 0
                                    


Lisbon.

Rachmat hampir saja tersedak pasteis de natanya yang keempat saat menerima email dari Bu Inggrid, pemilik travel yang menjadi sponsor utama vlog seriesnya kali ini.

Mempertimbangkan ulang.

Rachmat buru-buru menghabiskan cappuccinonya. Dua kata terburuk di saat saldo di rekeningnya sudah mulai mengkhawatirkan. Apalagi dengan segala improvisasi yang dilakukan Dimitri.. Rasa takut mulai menjalar dari ujung kaki ke sekujur badan pemuda berkacamata itu. Bagaimana cara ia menyampaikan ke Dimitri, kalau mereka sekarang tidak punya pilihan lain selain pulang?

Rachmat seolah tidak percaya akan kemalangan nasibnya hari ini.

***

Dimitri mengarahkan pandangannya ke deretan buku-buku yang tersusun di rak paling atas toko buku itu, tempat favoritnya di LX Factory.Sudah hampir tiga minggu Dimitri dan Rachmat di Lisbon, keputusan mendadak karena Dimitri berhasil mendapatkan 2 tiket untuk music festival Nos Alive yang berlangsung 3 hari. Namun familiarity dari kota ini - mungkin karena Indonesia pernah dijajah Portugis, atau bisa jadi karena Dimitri sudah merasa over dosis dengan gaya hidup cepat di kota-kota besar seperti London dan Milan, membuat Dimitri meyakinkan Rachmat untuk memperpanjang trip mereka di sini. Paling tidak, mereka bisa membuat 3-4 vlog di Lisbon dan Algarve.

"Vlog kita ini isinya bukan cuma festival musik, jalan-jalan dan kuliner, tapi juga sejarah, bro!" kata Dimitri saat itu ke Rachmat, sambil menyerahkan tas kameranya untuk diperiksa pihak sekuriti saat memasuki venue festival.  Rachmat masih ragu, seperti biasa terlalu paranoid masalah budget. Tapi Dimitri sudah membuat kalkulasi kalau Lisbon ini living costnya jauh lebih murah dibanding kota-kota di Eropa lain.

"Elo mau nolak permintaan orang difabel?" potong Dimitri di tengah kuliah Rachmat mengenai anggaran produksi mereka. Rachmat langsung terdiam. Dimitri tersenyum puas. Itu adalah kalimar kuncian yang tidak bisa dibantah oleh Rachmat yang berhati halus. Melihat wajah Rachmat yang berubah canggung, Dimitri mencoba menahan tawa. Itulah mengapa ia bisa membanggakan diri dengan brandingnya sebagai cowok heartless. Orang tidak akan bisa ke mana-mana kalau sedikit-sedikit terbawa perasaan.

Dimitri tersenyum ke penjaga toko buku itu, pemuda tinggi kurus berambut gondrong dengan t-shirt BTS. Selamat datang ke dunia tanpa batas.

"I would like to buy that one, please."

Penjaga toko memanjat tangga dorong dan mengambil buku yang diinginkan Dimitri. Seascapes, Hiroshi Sugimoto. Fotografer favorit Dimitri. Ia menemukan hasil karyanya pertama kali saat ia mengunjungi Guggenheim museum di New York. Dimitri saat itu bersikeras membuat reaction video akan karya-karya Sugimoto, namun Rachmat juga bersikeras menolaknya. Saat itu kedua kaki Dimitri masih bisa berfungsi normal.

Dimitri baru saja mau membayar, saat terdengar suara Rachmat di belakangnya.

"Tunggu, Dim!"

Dimitri menghela napas. Ia sudah hapal betul nada suara ini. Tanpa menengok ke belakang, Dimitri menjawab.

"Nanti pasti gue ganti, Mat.. "

Rachmat sekarang sudah berada di samping Dimitri. Ia geleng kepala.

"Bu Inggrid mau berhenti ngesponsorin kita."

Dimitri angkat bahu.

"Baguslah, dia udah kebanyakan ngatur. Kan masih banyak sponsor yang lain."

Rachmat geleng kepala.

"Itu dia, Dim. Sponsor-sponsor yang gue deketin slow response semua. Menurut mereka, views kita udah ketinggaan di banding vlogger lain."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Feel (Rate My Love, revisited)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang