< 06. The darkness will be back. >

116 14 1
                                    

Ara memfokuskan obsidiannya pada dua pasang kebaya berbeda yang ada di depannya. Salah satu tangannya sibuk memegang ponsel yang terhubung dengan ibunya di Indonesia. Sedangkan tangannya yang lain ia gunakan untuk menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

" Gimana, Ra? Jadi pakai yang mana buat acara besok sayang? " terdengar suara ibunya dari ponsel.

" Gak tau nih, Ma. Ara bingung soalnya dua-duanya bagus. " Ara menjawab dengan frustasi.

Sejak tadi ia memandangi kedua objek itu secara bergantian. Nyatanya menentukan sebuah pilihan memang sulit meskipun hanya soal pakaian.

Tangannya tergerak untuk menyentuh kebaya yang ada di depannya. Kebaya modern sederhana berwarna merah maroon yang merupakan hadiah terakhir pemberian neneknya sebelum meninggal. Ah, Ara jadi merindukan neneknya yang selalu senang saat ia memakai kebaya itu.

" Ara, kamu cepat tentuin pilihannya. Jangan lama-lama. Mama juga harus lanjut kerja. " Suara mamanya membuyarkan pemikiran Ara.

" Ya udah, Ma. Ara tutup ya telponnya. Love you, Mom. " Setelah mengatakan itu, terdengar bunyi tut-tut-tut di seberang sana.

Atensi Ara kembali terfokus pada kebaya di depannya. Setelah menimbang-nimbang cukup lama, ia memutuskan untuk memakai satu setel kebaya pemberian neneknya itu.

*****************************************

Hari ini tepat diadakannya acara rutin Korean University. Waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi. Akan tetapi, suasana lapangan sudah sangat ramai. Banyak mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang mengelilingi lapangan yang luas itu.

Beberapa kelompok panitia acara sedang sibuk mengatur stand bazar yang berada di pojok lapangan. Sedangkan kelompok yang lainnya sedang sibuk mempersiapkan perlengkapan pertunjukkan yang akan ditampilkan oleh mahasiswa.

Tiga orang mahasiswa dengan pakaian asal negara masing-masing yang berbeda-beda tampak tengah bercengkrama di bawah pohon besar. Sesekali mereka tertawa renyah karena mendengar lelucon yang terlontar dari mulut salah satu mahasiswa itu.

" Eh gue liburan kemarin main ke Bali nih. " Kata Kim Junkyu, seorang mahasiswa asal Korea yang tampan dengan hanbok berwarna biru.

" Lo ngapain milih Bali? " Jawab Park Jeongwoo.

" Ya suka suka gue dong. " Jawab Junkyu dengan mata agak melotot.

" Eh, gue tanya baik-baik kok malah ngegas. " Jeongwoo menoyor pelan kepala sahabatnya itu.

" Aduh, sakit banget. Lo main noyor aja ya. Kampret. " Junkyu masih memegangi kepalanya yang sebenarnya tidak terasa sakit. Ia hanya terlebih melebih-lebihkan.

" Alay banget lo. Gue tahu lo gak selemah itu, Jun. " Junkyu mendecih mendengar kata-kata Jeongwoo.

" Eh, lo kok diem aja sih. " Jeongwoo melemparkan pertanyaan pada sosok laki-laki tampan yang sibuk memainkan ponselnya.

" Lagian lo berdua ribut mulu. Gue bosen lihatnya. " Haruto menjawab asal tanpa mengalihkan pandangannya pada benda pipih itu.

" Kalo gak ribut persahabatan kita bakalan garing, bro. " Sahut Junkyu yang diangguki oleh Jeongwoo.

Haruto menyimpan ponselnya dan memperhatikan kedua sahabatnya itu.

" Iyain deh. Eh Junkyu, lo dari Bali gak bawain kita oleh-oleh? Parah lo, ga ingat sama sohib sendiri. " Haruto meninju lengan Junkyu.

" Astaga. Lo berdua ini suka banget sih menganiaya cowok ganteng kayak gue. Untung guenya sabar. Kalo enggak mungkin kalian udah gue tumbalin ke buaya sungai Han. " Jeongwoo dan Haruto hanya terkekeh melihat Junkyu yang sedang kesal.

Lovey Dovey ; Watanabe HarutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang