Etika

116 7 2
                                    

***

"A-aku hanya ingin masuk ke kelas!" ucap Aurum terbata-bata.

"Tidak! Kamu dilarang masuk ke kelasku!" seru Siena bersikeras.

Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh. Saatnya pelajaran BK. Guru mereka yang bernama Bu Dwi mulai menuju ke kelas X MIPA 1. Akan tetapi, terjadi kesalahpahaman.

"Siena, apa yang kamu lakukan ke temanmu ini?" tanya Bu Dwi.

"Ini bu, Aurum tadi ngejambak rambutku," balas Siena berbohong.

"Kalian masuk ke ruang BK sekarang!" tegas Bu Dwi.

***

Mereka berempat pun menuju ruang yang tergolong creepy ini. Entah apa yang dipendam Siena. Aurum tak habis pikir dengan tingkah lakunya yang kejam tersebut. Langkah demi langkah pun mereka sampai di pintu yang menganga.

"Kalian duduk di situ!" tegas Bu Dwi.

"Baik, Bu," ucap mereka bersamaan.

"Aurum, ceritakan bagaimana kejadian ini bisa terjadi," tanya Bu Dwi dengan tegas.

Aurum tidak menjawab. Bahkan melontarkan satu kata pun tidak bisa. Yang ada di dalam pikirannya ialah bagaimana Siena bisa sejahat itu padanya. Padahal ini baru masuk sekolah dan ya, cobaan beraksi begitu cepatnya.

"Begini, Bu. Biar saya ceritakan," celetuk Siena memotong dialog Aurum.

"Ya, bagaimana, Nak?" tanya Bu Dwi sedikit mengintrospeksi.

"Jadi, pertama itu saya, Riena, dan Sita berjalan ke kelas. Kemudian di pintu sudah ada Aurum yang sigap menunggu saya. Belum satu detik, rambut saya sudah dijambak olehnya." jawab Siena penuh kebohongan.

"Mampus lu, Rum," batin Siena.

Dua temannya, Riena dan Sita hanya gigit jari. Bisa dibilang, diam seribu bahasa. Apalagi dengan Aurum. Ia berada di ujung tombak yang hanya berdiri seorang.

"Sebagai hukumannya, Ibu akan memberimu—" ucap Bu Dwi.

"Tunggu dulu! Bu Dwi, Aurum tidak bersalah!" seru Rizky berusaha meyakinkan.

"Rizky? Bagaimana kamu bisa mengetahui Aurum tidak bersalah?" tanya Bu Dwi serius.

Rizky pun menceritakan kembali kejadian yang dialami Aurum tadi. Ia menceritakan dengan runtut dan sangat detail. Bisa dibilang, ia ahlinya dalam menceritakan kembali kejadian.

"Jadi begini, kesimpulannya Siena menjambak Aurum hanya karena masalah sepele?" ucap Bu Dwi berkesimpulan.

Rizky mengiyakan karena kejadiannya memmanhg seperti itu. Bu Dwi pun segera memberi hukuman kepada Siena, begitu pula pada dua temannya tadi. Tapi sepertinya, teruntuk geng pendendam tersebut tidak membuat mereka jera.

"Untung aja ada Rizky, kalo engga, apa nasibku?" batin Aurum dengan lega.

Pada saat ini, Aurum tetap diam. Diam dan terus diam. Ia menyesal. Kenapa? Karena teman yang baru ia kenali itu harus menghadap hukuman oleh Bu Dwi, guru BK SMA Cahaya ini. Terus terang, Aurum sebenarnya ingin menunjukkan diri bahwa ia bersalah agar Siena tidak keberatan. Tapi apalah daya. Air mata ini nyaris tak sanggup menahan. Melihat wajah Bu Dwi saja tidak bisa, apalagi untuk berkata-kata. Seakan-akan ada goresan di lubuk hati Aurum.

***

Bel sekolah pun berbunyi. Tak terasa sudah saatnya pulang sekolah. Bu Dwi segera membubarkan barisan. Tak lupa Siena juga sudah menjalani hukumannya. Di dalam nurani Siena, ia ingin minta maaf kepada Aurum tapi perasaan ini tak bisa dihindari. Begitu pula yang terjadi di otak Aurum. Ia ingin minta maaf, tetapi, apakah Siena akan memaafkannya? Aurum sangat takut jika menerima kenyataan pahit itu.

"Heh, ngelamun aja. Yuk pulang!" seru Rizky setengah melawak.

"Aku masi belom bisa melupakan kejadian yang tadi, Riz," ujar Aurum dengan rasa iba.

"Sudah, lupakan. Toh, itu bukan salahmu. Mereka kek gitu cuma pengen naikin pamor aja. Gausa dipikirin deh orang kek gituan," ucap Rizky penuh meyakinkan.

"Okey, makasih ya Riz," balas Aurum dengan semangat.

"Don't mention it. Yuk pulang! Kamu dijemput, ya?" tanya Rizky.

"Oh, aku pulang naik bus. Kamu pulang naik apa, Riz?" tanya Aurum kembali.

"Lah, sama lagi?" batin Rizky setengah curiga.

"Aku naik bus juga. Oiya, kamu naik bus jalur 3B kah?" tanya Rizky penasaran.

"Iya! Kok kita bisa samaan gini ya?" balas Aurum dengan pipi sedikit memerah.

"Wah, kita samaan. Yauda kita ke halte yuk," ajak Rizky dengan ramah.

"Parah, dia udah kayak copycat gua," batin Rizky.

***

Mereka pun segera melangkah menuju halte di seberang sekolahnya. Terlihat ada beberapa teman sekelasnya yang juga sedang menunggu di situ. Tapi mereka tetap tidak menghiraukannya. Sampailah mereka di halte. Mereka duduk bersampingan. Suasana diisi dengan canda tawa yang receh. Bisa dibilang humor mereka itu sangat rendah. Ya, namanya juga jodoh. Tak lama kemudian, bus yang ditunggu telah tiba. Bus berwarna biru itu pun membuka pintu nya yang membuat orang-orang berhamburan keluar. Aurum pun juga tidak mau kalah.

"Tunggu dulu! Biarkan orang-orang keluar," seru Rizky.

"Oh iya, maaf, Riz," balas Aurum dengan menyesal.

"Etika ku di mana?" batin Aurum.

Perhatian orang-orang yang berada di halte pun langsung tertuju pada Aurum. Mereka mulai berbisik-bisik tentangnya. Aurum pun merasa bersalah dan ya, Aurum kalau sekali dapat masalah tak bisa langsung dilupakan.

"Yuk, masuk, Rum! Ladies first," seru Rizky.

"Thanks, Riz," balas Aurum sedikit meleleh.

***

Dua sejoli itu pun memasuki bus dan tak menemukan kursi yang kosong. Alhasil, mereka berdiri sambil berpegangan ke pegangan langit-langit bis. Akan tetapi, saking sempitnya, Aurum tak mendapat meraih pegangan tersebut. Dengan terpaksa, ia menggandeng Rizky dengan kuat. Menit demi menit, akhirnya mereka sampai di halte yang mereka tujui.

"Riz, makasih ya udah nemenin aku hari ini. Udah bantuin aku dari masalah di BK tadi. Sumpah, sampe sekarang aku masi takut sama satu geng itu," ujar Aurum dengan setengah meringis.

"Ah, gapapa kok. Lagian, kamu juga udah capek, kan? Kamu jalan kaki atau dijemput lagi, nih?" tanya Rizky.

"Oh, aku jalan kaki. Rumahku deket kok dari sini," balas Aurum dengan ramah.

"Oke, bubayy, Rum!" seru Rizky sambil melambaikan tangan.

"Bubayy too, Riz!" balas Aurum sambil melangkah pergi.

***

Aurum pun melangkah keluar dari halte 3B tersebut. Selang beberapa menit, Rizky pun juga keluar dari tempat keramaian itu. Baru lima langkah keluar, sudah ada tiga anak di depan mata. Diduga mereka juga mengikuti dua sejoli itu sedari pulang sekolah. Toh, rumah mereka juga tak jauh dari rumah Rizky. Yaa, dan terjadi lagi.

"Loh, kalian? Ngapain nutupin jalan orang, sih?" seru Rizky setengah murka.

Aurum - [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang