Syakilah duduk bergeming di kamarnya. Pikirannya masih bergelut dengan ucapan Fakih beberapa menit yang lalu. Fakih berniat melamarnya besok? Sementara baik Fifi maupun Zaki belum mengetahui maksud Fakih itu. Lantas dia harus bagamana? Apa memberitahukan sekarang? Tapi bagaimana dengan respon mereka. Terkejut lalu menerima. Atau terkejut lalu menolak. Ah, bagaimana ini?
Bukan berarti dia mau-mau saja di lamar Fakih. Tidak sama sekali.
"Kak!"
"Astagfirullah! Bidzar, ketok pintu dulu atau salam kek"
Tiba-tiba Abidzar muncul dan mengagetkannya. Bukannya minta maaf, anak itu hanya memasang cengiran khasnya.
"Kamu dipanggil Ibu sama Ayah di depan" Setelah itu Abidzar kembali keluar.
Nah, ini nih. Kalau sudah dipanggil kedua orang tuanya. Kemungkinan besar adalah mereka sudah tahu maksud kedatangan Fakih tadi. Dan yang perlu dia siapkan adalah hatinya. Hatinya siap atau tidak mendengar segala keputusan kedua orang tuanya. Semoga saja tidak ada pihak yang dirugikan kali ini.
Syakilah berdiri dari duduknya. "Haaaah... Bismillahirrahmanirrahim, bantu Kila Ya Rabb"
Syakilah menghampiri Fifi dan Zaki yang berada di ruang tamu. Zaki yang sedang menerima telphone dari seseorang. Sedang Fifi yang langsung menyentuh sisi di sampingnya untuk Syakilah duduki. Syakilah menurut.
Fifi tersenyum hangat ke arah Syakilah. "Capek gak?"
Syakilah menggeleng pelan. Perasaannya menjadi tidak enak. Ada yang tidak beres disini. Setidaknya itu yang dilihatnya dari raut wajah Fifi.
Zaki selesai dengan urusannya. Dia menoleh ke arah Syakilah. "Ayah mau ngomong sesuatu. Kamu siap?"
Syakilah mengangguk ragu. "Inshaallah Siap."
"Jadi begini. Sebentar, ba'da magrib inshaallah om Gantara sama istrinya akan kesini. Mereka bermaksud.." Zaki menoleh pada Fifi yang di balas anggukan. "Mereka bermaksud mekhitbahmu untuk anak mereka, Fakih"
Syakilah bergeming. Keringat dingin keluar di tangannya.
"Kamu siap Nak?" Tanya Zaki karena tidak mendapatkan respon apapun dari anaknya.
Syakilah bingung akan menjawab apa. Lebih tepatnya Syakilah takut. Takut menjawab dengan jawaban salah. Terlebih ini bukan perkara yang sepele. Ini perkara dunia akhirat. Belum lagi dengan adanya aksi teror itu yang terus membuat dirinya kalang kabut. Ya Allah bagimana ini?
"Sayang? Kalau kamu gak mau, Ibu bisa bantu untuk ngomong ke tante Amel. Kita tahu, ini terlalu cepat buat kamu" Fifi mencoba memberi masukan.
Mendengarnya membuat kepala Syakilah pening. Bayangan pria peneror itu kembali terlintas. Sejujurnya, Syakilah benar-benar takut dengan aksi teror yang terus mengancamnya itu. Meskipun baru beberapa kali, namun hal itu nyatanya berhasil membuatnya dilanda ketakutan.
"Bagaimana Nak?" Tanya Zaki.
"Kasih Kila waktu untuk memikirkannya ya Yah, Bu? Syakilah bener-bener bingung saat ini"
Fifi mengangguk. "Iya. Ibu sama Ayah, akan tunggu jawaban kamu. Apapun itu, Ibu sama Ayah akan terima. Tapi, sebentar nanti kamu juga harus ngomong dengan Tante Amel sama Om Gantara. Biar bagaimana pun, kamu harus jaga perasaan mereka"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Depan Rumah
SpiritualTriple Gendre : Spritual, Romance, Action Dan Chicklit. Fakih menoleh sebentar ke arah Abidzar. Lalu kembali ke wanita di depannya. "Jangan cerita apapun." Syakilah mendongak. "Hah?" "Jangan coba-coba buka mulut. Saya gak akan tanggung jawab, kalau...