Menjelang sore, sehabis bumi diguyuri hujan, Syakilah bersama Renata menaiki bus dengan tujuan kompleks Cendana, rumah Renata. Renata juga terpaksa harus menemani Syakilah naik bus hari ini karena selain dirinya yang belum dapat tebengan, sekalian untuk berjaga-jaga dengan kondisi Syakilah yang cukup membuatnya garuk kepala kebingungan.
Sepuluh menit lebih lima detik, busnya berhenti di persimpangan lampu merah. Berjarak 8 meter kurang lebih baru pangkal rumah Renata bisa terlihat. Renata mengucapkan salam sebagai tanda perpisahan dan mengingatkan Syakilah kalau ada tugas presentase besok. Syakilah hanya mengangguk, entah paham entah tidak.
Baru setelah itu bus berlanjut ke tujuan selanjutnya. Tepatnya ke kompleks perumahan Cempaka, tujuannya Syakilah. Hampir berjalan dengan susana seperti biasa, namun begitu memasuki pelataran halte, terdengar bunyi tembakan lima kali yang entah mengarah kemana.
Sontak seluruh penumpang bus menjerit panik dan ketakutan. Belum lagi ada seorang ibu muda yang sedang mengandung ikut merasa syok. Bisa fatal akibatnya ini. Pikir Syakilah.
Bus terpaksa harus berhenti untuk memastikan tidak ada penumpang yang terluka.
Syakilah menoleh ke kaca kanan. Entah mendapat insting dati mana, matanya ingin menatap kesana. Tepat saat itu langsung bertabrakan dengan mata tajam milik pria yang sama pagi tadi. Spontan Syakilah membekap mulutnya dengan mata terbelalak. Betapa tidak? Pria itu hampir saja membunuh semua orang dalam bus ini.
Tak lama pria itu menaikan gigi motor lalu menancap gas berlalu dari sana. Syakilah masih terdiam di tempatnya dengan tatapan kosong mengarah ke tempat tadi. Ini adalah kali kedua dalam sehari dirinya hampir mati di teror pria itu.
•••
"Assalamu'alaikum.."
Syakilah sampai di rumah dengan lesu. Hari ini ada banyak hal yang terjadi yang berhasil menguras habis tenaganya. Seharian ini dia juga banyak memikirkan ucapan Fakih yang berakibat pada kefokusannya sempat hilang beberapa kali.
"Waalaikumussalam warahmatullah, udah pulang Kil?" Balas Fifi dari dapur.
Syakilah hanya mengangguk seadanya. Hal itu membuat Fifi mengernyit bingung. "Gak makan dulu?"
Syakilah baru akan menaiki tangga. "Eh? Ibu ngomong apa?"
Fifi menggelengkan kepalanya. "Kamu capek banget ya sayang?" Syakila menggaruk pelipisnya. "Yaudah, istirahat dulu. Kalau lapar, itu ada udang saus tiram kesuakaan kamu di kulkas."
"Iya, Bu. Syakilah naik dulu, pengen istirahat."
Dia berpapasan dengan Abidzar yang langsung menarik jilbabnya, bermaksud menjahili sang kakak. Namun, Syakilah tidak menggubris dan hanya menoleh sebentar.
Alis Abidzar bertaut. "Kak, kok diem aja?"
Syakilah membuka pintu kamarnya. "Lagi males main, pending dulu dek."
"Ah, payah!"
Syakilah hanya terkekeh pelan dengan respon Abidzar. Di kamarnya dia langsung membaringkan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar yang di hiasai banyak gantungan origami bangau. "Sebenarnya apa yang sedang Kau rencanakan Ya Allah?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Depan Rumah
SpiritualeTriple Gendre : Spritual, Romance, Action Dan Chicklit. Fakih menoleh sebentar ke arah Abidzar. Lalu kembali ke wanita di depannya. "Jangan cerita apapun." Syakilah mendongak. "Hah?" "Jangan coba-coba buka mulut. Saya gak akan tanggung jawab, kalau...