00. Prolog

216 26 1
                                    

"Bawa anak itu kemari," titah seorang pria dengan suara bariton yang lumayan keras.

Seorang wanita berparas cantik dan berwibawa itu terkejut. Dari ekspresi wajahnya terlihat ia sama sekali tidak mau menyerahkan anak semata wayangnya yang sedang ia gendong kepada pria itu.

"Apa lagi yang kau tunggu? Cepat serahkan," balas pria berpakaian gelap dengan wajah nyaris tertutup itu.

"Tidak akan pernah! Anak ini milikku! Kalian boleh menyentuhku asal jangan anakku!!" tegas wanita itu sambil mempererat pelukannya.

"DIAM!! Kau tidak bisa membela dirimu ataupun anakmu di sini!"
balas pria itu lagi.

Rasanya wanita itu ingin sekali menyerang lawan bicaranya itu dan mengusirnya, namun entah mengapa .... ada sesuatu yang menahannya untuk berbuat demikian.

"Sekarang ...," pria itu berhenti sejenak untuk mengambil pedang yang ia tempatkan di ikat pinggangnya. "serahkan atau aku bunuh dia ...," ucapnya sambil menodongkan ujung pedangnya ke arah leher, bersiap untuk menusuk leher mungil bayi tersebut bila Sang Ibunda tetap tidak mau menyerahkan anaknya.

"B-baiklah, ambillah dia ... pergilah dari sini ...."

"Pilihan yang bijak. Sekarang serahkan."

Dengan berat hati, ia menyerahkan anak terkasihnya itu dengan lemah kepada pria yang jaraknya hanya beberapa inchi tersebut.

"Anak ini akan menjadi satu-satunya ahli waris kerajaan."

Whossh!

Sebuah cahaya berwarna kehijau-hijauan yang keluar dari tangan kanan wanita itu berhasil menusuk perut pria yang sudah membawa anaknya. Pria itu merintih kesakitan.

"Wow kupikir kekuatanmu sudah lenyap saat melahirkan anak ini. Ternyata dugaanku memang salah."

Dengan sekejap luka di perut pria tersebut hilang tanpa bekas sama sekali.

"M-mustahil"

"Ada apa? Mengapa kau terkejut? Tidak pernah melihat sihir menyembuhkan diri seperti ini sebelumnya? Bukankah seorang dewi seperti dirimu seharusnya sudah mengetahuinya?"

Wanita itu diam seribu kata. Ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Tadi adalah sihir terakhir yang bisa ia keluarkan.

"Urusanku disini sudah selesai. Sekarang habisi dia," titahnya kepada dua orang bawahannya di belakang wanita yang disebut-sebut sebagai dewi itu.

"Ti-tidak ku-kumohon!!!"

"Selamat jalan, Lady Grisha."

Usai menyelesaikan kalimatnya, pria itu loncat lewat jendela dan menghilang sambil membawa anak itu. Sekarang tidak seorang pun dapat menemukan mereka.

"M-maafkan ibu, anakku."

Jleb!

Sebuah pekikan yang panjang dan memilukan keluar dari mulut Sang Ibunda setelah sebilah pedang berhasil menembus jantungnya yang masih berdetak.

Dua orang bawahan itu pergi menyusul pria itu lalu menghilang.

Meninggalkan tubuh wanita tak bernyawa tergeletak dengan darah segar yang masih menyucur dari tubuhnya.
.
.

"New York, saksi bisu wafatnya seorang dewi kerajaan Alfhaeim yang dibunuh karena pelanggarannya oleh saudara-saudaranya."

-DarkPegassus-

Jaezzera | Once Upon A DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang