8. Impossible

620 74 10
                                    

When I started realize that wouldn't change just because I worked hard to change it. Then I will leave it alone.

***

Varen

Dunia itu terkadang terlihat nggak adil, tapi sebenarnya... bukan dunianya yang nggak berlaku adil, justru manusianya yang menghancurkan pengharapan itu sendiri dengan selalu menaruh berbagai ekspetasi terlalu jauh.

Dan gue mungkin salah satu manusia itu sendiri yang kadang menyalahkan dunia itu hanya karena semua yang terjadi di hidup gue nggak pernah ada yang berjalan sesuai keinginan gue.

Tapi... semua berubah ketika gue bertemu dengan cewek yang gue rasa karena dia pengharapan itu tidak lagi menjadi prioritas gue.

Adeeva Kheyra Yudia.

Because of her, I try work hard to change myself...

Dan Mitha...

Seseorang yang selalu membuat pengharapan itu menjadi prioritas gue.

Karena seenggak pedulinya gue terhadap keluarga gue, gue tetap nggak mau melihat keluarga gue menderita, jadi gue berharap gue bisa sukses dan memberikan apapun yang Mama, Papa dan Kakak perempuan gue butuhkan.

Gue berharap kalau gue itu menjadi orang yang paling berkecukupan, cukup membeli mobil, cukup ketika gue mau beli makanan mahal untuk mereka, cukup untuk membeli rumah yang jauh lebih besar, cukup beli semua apa yang gue mau tanpa perlu lagi menyisihkan uang makan gue sehari-hari.

Dan semua pengharapan itu akhirnya gue dapatkan ketika gue bersama Mitha.

Tepat tiga tahun yang lalu, ketika Mitha datang ke rumah, menawarkan gue untuk bekerja sebagai model iklan di perusahaan Papanya, sampai akhirnya gue menjadi salah satu Brand Ambassador salah satu produk yang di produksi oleh perusahaan keluarga Mitha. Akhirnya gue tahu bahwa pengharapan gue itu bukan cuma harapan semata.

Dan mulai saat itu pengharapan adalah menjadi prioritas gue, karena harapan itu selalu ada ketika kesempatan datang.

Gue itu terlahir sebagai anak dari keluarga yang biasa-biasa aja, bisa dibilang berkecukupan, cukup beli makan, cukup buat ongkos naik bus, cukup beli hape yang bisa telponan dan sms-an, dan semua yang cukup versi gue adalah ketika cukup dalam kesederhanaan.

Sebagai anak cowok satu-satunya, gue itu termasuk dalam kategori cuek tapi banyak tingkah.

Gue nggak pernah peduli sama keluarga gue, tapi Mitha peduli. Gue nggak pernah memberi apapun sama keluarga gue, tapi Mitha memberikan semua apa yang nggak pernah gue kasih ke keluarga gue. Semua yang dilakukan Mitha untuk keluarga gue adalah awal mula bagaimana gue sampai saat ini nggak bisa melepaskan diri gue dari Mitha.

Semua karena keluarga gue.

Karena itu juga, gue merasa Mitha jauh lebih dekat dengan keluarga gue dibandingkan gue yang terlahir dari rahim Mama gue.

"Keluarga kamu itu utuh, menyenangkan, dan aku iri sama kamu."

Dia bilang seperti itu bukan karena dia berbohong, tapi keadaan seperti itu memang selalu ada di rumah gue.

Kesederhanan yang nggak dimiliki oleh Mitha.

Dan saat itu... untuk pertama kalinya gue melihat dari matanya bahwa seorang Pramitha adalah bentuk lain dari bagian gue, seharusnya dia yang menjadi bagian keluarga gue. Bukan gue, seseorang yang hanya memikirkan kebahagiaan sendiri padahal di saat yang sama keluarga gue selalu memberi bahagia dengan cara yang lain.

Bahagia sederhana yang hanya dengan makan bareng di satu meja yang sama, kemudian saling bertukar cerita satu sama lain.

Tapi seorang Pramitha?

CREATING LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang