21. Reason

343 53 10
                                    

Hidup memang seperti itu,
Ada yang bersama namun tak memiliki waktu lama,
Ada yang hilang, namun ada pula yang datang,
Ada yang bertemu, namun tak bersatu,
Dan Ada yang pergi, namun tak juga memiliki keinginan kembali.
Karena mereka punya kaki untuk melangkah, punya perasaan untuk dipahami dan punya waktu kapan seharusnya mereka berhenti, kapan seharusnya mereka melanjutkannya.

***

Zavier

Dibalik tertawanya seseorang terkadang tidak selalu menyiratkan bahwa dia sedang bahagia. Karena mereka hanya ingin terlihat baik-baik saja meski sejujurnya mereka juga merasakan sakit.

Seperti yang dirasakan Adeeva, mungkin, setelah kemarin gue mengantarnya untuk menemui Mitha dan Varen, dia lebih banyak murung dan gue nggak tahu apa yang terjadi dengan mereka bertiga, karena nggak semua hal bisa gue tanya dan nggak semua hal membuat gue pantas untuk tahu.

Sebab sama seperti manusia-manusia lainnya kita punya hal yang ingin kita bagi dan ingin kita simpan dan gue rasa semua orang akan selalu berada pada fase di mana dia harus menyimpannya terlebih dulu sebelum  memutuskan pada siapa dia pantas menceritakannya.

Sebelum Adeeva bertemu dengan Varen, gue memang sengaja menemui Varen dan membiarkan Adeeva lebih dulu menemui Mitha, dan setelah Varen meninggalkan gue gitu aja, gue sempat melihat Adeeva dan Varen berjalan menuju taman rumah sakit, pun pada akhirnya gue membiarkan mereka menyelesaikan kerumitan yang terjadi diantara mereka.

Malam itu setengah jam gue menunggu Adeeva masih di depan ruangan Mitha, sendirian dan tanpa siapa pun menemani gue, bahkan pikiran gue terlalu sibuk sendiri sampai gue nggak sadar sudah ada dua manusia menyebalkan di samping gue yang entah sejak kapan mereka datang.

"Zav..." panggilan itu membuyarkan lamunan gue.

"Eh???"

Tangannya Ehan yang nggak tahu tempat ini kadang bikin orang yang melihat kita kayak semacam penyuka sesama jenis, Ehan merangkul gue, "Lo ngapain duduk di sini?"

Gue melirik tajam, "Jauhin nggak tangan lo dari gue," gue sih ngomongnya nggak ketus cuma agak sedikit meninggi aja nadanya.

"Dih... sadiss emang sih bapak, gimana coba mau dapat pacar kalau terlalu syensitip." Maklum kalau ngomong Ehan suka lebay.

"Bodooo..." gue mengubah arah pandang gue ke cowok bertubuh pendek dari gue, "lo ngapain ke sini Ram? kenal Mitha juga?"

"Biasa..." Rama mengedikkan dagunya ke arah Ehan yang duduk di samping gue, "noh bocah samping lo minta anter katanya mau ngantar makanan ke sepupunya, eh malah ketemu lo. Lagian Mitha siapa sih, cewek lo ya Zav?"

"Ngawur lo... gue ke sini justru lagi nemenin Adeeva,"

"Et dah... Adeeva siapa lagi tuh?" tanya Rama dengan muka songongnya.

"Lah, lo kaga tau Ram, kalau Adeeva itu gebetannya Zavi?" sahut Ehan.

"Gimana mau gue tahu, sejak kapan memangnya Zavier Daniyal Albirru terbuka kalau soal cewek, gue pikir malah selama ini dia nggak mau pacaran karena nggak suka cewek."

Gue menendang kaki Rama, "Sialan! gue masih normal kali."

"Ya kan gue cuma mengira Zav, syensitipan amat lu kayak cewek."

"Bodo!"

"Adeeva siapa sih?" ulang Rama lagi.

Baru banget gue mau jawab, orangnya nongol dong. "Noh orangnya yang namanya Adeeva," sahut Ehan mengedikkan dagunya ke arah cewek yang sedang menuju ruangan Mitha.

CREATING LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang