five

5 1 0
                                    

Adzan subuh berkumandang, Jeni segera bangun dari lelapnya tidur.

Ralat, dari tidur yang sangat amat tidak nyaman.
Jeni berdiri mengahadap ke arah gorden putih terjuntai. Ingatannya kembali menerawang kejadian semalam.

Jeni.
Semalam gadis itu makan sate bersama Rio, bertepatan dengan itu, Surya juga membeli sate untuk Rena.

Melihat Jeni bersama seorang lelaki yang bukan Laka, Surya hanya mengamati dari kejauhan.
Tidak ada yang aneh dari interaksi keduanya, sampai ketika, Rio mengeluarkan sebuah kotak cincin.

"Jen, buat lo." Rio menatap tepat dimanik mata Jeni.

Hal itu membuat tubuh Jeni kaku, jantungnya berpacu cepat.

"Ngg.. buat gue?" Jeni menunjuk dirinya sendiri.

"Hm.. gue pengen lo kasih kesempatan satu kali lagi buat gue. Satu bulan aja Jen. Coba liat lagi semua kenangan kita. Jujur Jen, lo gak pernah ilang dari ingatan gue." Rio menangkup tangan Jeni diatas meja.

Surya yang melihat dan mendengar percakapan itu sontak membulatkan mata.

"Emm.. tap.. tapi, Laka. Gue udah sama Laka, yo" Jeni menunduk, dia menarik tangannya lalu meletakan diatas pahanya.

Tangan Rio terasa hampa, napasnya sedikit tercekat. Dia menatap lurus tangan yang kini tak lagi menggenggam tangan Jeni.

Ia mengepalkan tangannya, lalu menariknya. Menatap lurus Jeni yang menunduk.

Jujur saja, hal ini sudah dia rencanakan jauh-jauh hari.

Dia tidak bisa melepaskan Jeni begitu saja.

Kenangannya bersama Jeni selama empat bulan, bukanlah hal yang sebentar.

"Please Jen, gue mohon. Satu kali aja. Gak ada kah sedikit aja rasa lo yang tertinggal buat gue? Satu bulan aja. Atau gak dua minggu, dua minggu Jen. Kasih gue kesempatan sekali lagi jen. Gue gak bakal ngulangin kesalahan gue lagi jen. Please"

Panjang lebar Rio memohon pada Jeni, tapi, Jeni orang yang konsisten. Sekali seseorang itu menyakitinya, maka kesempatannya habis sampai disana.

Jeni bukan jual mahal atau terlalu naif.
Dia hanya menjaga hatinya dan hati orang yang saat ini menjaga hatinya.

Orang yang sudah menyakiti Jeni, tidak akan perempuan itu toleh lagi. Meskipun begitu, tapi, Jeni berprinsip untuk tidak menjadikan sosok orang tersebut menjadi musuhnya.

Jeni mengangkat kepalanya, dia menatap Rio dengan sangat tulus. Jeni tersenyum.

Jeni menggenggam tangan Rio yang masih terkepal diatas meja. Dingin, tangan Rio dingin. Itu menandakan bahwa lelaki itu memang tulus.

Pandangan mereka bertemu.

"Maaf. Maaf Yo. Lo pasti bakalan ketemu sama cewek yang lebih baik dari gue, lo bakalan ketemu sama sosok yang lebih ngertiin lo, sosok yang bakalan lebih lebih dan lebih dari gue."

Jeni menarik napas panjang, menghembuskannya dengan pelan, dia melanjutkan perkataannya.

"Gue yakin itu Yo. Sekarang gue udah punya Laka. Gue gak mau nyakitin dia. Gue juga gak ada rasa lagi sama lo Yo dan Kita juga gak bisa maksain Yo, jalan kita beda. Pesan gue sama lo satu Yo. Kalo lo udah nemuin sosok baru itu nanti, jaga dia Yo. Cari yang memang searah sama kamu Yo."

Melihat air muka Rio yang sendu Jeni sedikit terenyuh.

Jeni sebenarnya bohong tentang rasanya yang sudah sepenuhnya beralih pada Laka.

Dia hanya tak mungkin menjalani hubungan beda agama. Dia tidak mau pindah agama hanya untuk mencintai manusia. Dia tidak ingin menjadi manusia laknat. Sedangkan Rio? Tentu dia juga sama. Dia juga pasti tidak mau pindah agam bukan?
Jeni mengalihkan pandangan pada sekitarnya.

The Wrecked JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang