Setelah melalui hari yang panjang, dimana Samantha harus melalui terapi menyakitkannya dan Ashton yang menyiapkan pertunangannya, Sovya hanya termenung menatap wajahnya yang terpantul dipermukaan air danau.
Sovya terdiam sesaat menatap wajahnya lalu menghancurkan pantulan wajahnya dengan mengucek air danau itu.
"Sial!" umpat Sovya.
Memang, ia sedang kesal saat ini. Kemarin, ia bertemu dengan calon tunangan Ashton dan dengan tidak terkejut, ia tahu wanita itu sangat cantik bahkan tidak patut dibandingkan dengan dirinya yang kumal.
Samantha saja tidak menyukai wanita itu dan berbisik pada Sovya jika wanita itu seperti ingin mempertontonkan tubuhnya. Gaun sepaha dan ketat membalut wanita itu sempurna. Betapa irinya Sovya saat melihat body yang diidamkan semua wanita tersebut. Tapi, yang membuat Sovya semakin kesal adalah cara Ashton memandangi wanita itu, terlihat hangat dan... Cinta.
'Tentu saja, Sovya. Hatinya bukan milikmu lagi jadi enyahlah pikiran bodoh itu!'
Sovya menghela napas, memang pemikiran yang bodoh sekali. Tentu saja hatinya bukan untuknya, sudah 4 tahun ia mengabaikan cinta pria itu dan sudah sepantasnya Ashton berbahagia.
Sovya mengangkat tubuhnya untuk berdiri lalu, berjalan mengelilingi pinggiran danau. Hal itu cukup membuatnya rileks dan tenang.
Ponsel yang berada di kantung celananya bergetar. Dengan malas Sovya mengambil ponsel itu dan menatap layar ponselnya.
Panggilan itu dari Samantha. Sovya mengangkat panggilan itu dan terdengar suara isakan dari seberang sana. Sovya langsung panik seketika, pasti ada hal yang buruk terjadi, pikirnya.
"Halo! Samantha! Ada apa?!"
"Hiks... So-Sovya...hiks... Bisakah kau datang kemari?"
"Beri aku sepuluh menit, aku akan berada disana dalam sepuluh menit," balas Sovya cepat.
"Baiklah... hati-hati." panggilan itu langsung terputus.
Sovya memilih berlari daripada memakai transportasi, jarak antara rumah sakit dan danau itu tidak terlalu jauh sehingga memudahkan Sovya datang cepat kesana.
Dengan terengah-engah, Sovya memasuki pintu rumah sakit itu dan memilih menaiki tangga daripada lift karena akan memakan waktu lama jika ia memakai lift. Lantai 5 tidak terlalu berat untuk Sovya datangi malahan jantungnya meletup-letup.
Tiga langkah lagi ia sampai didepan pintu ruangan Samantha namun langkahnya terhenti. Ia mendengarkan seksama hal yang sedang dibicarakan didalam sana. Sepertinya perkelahian antara Samantha dan Ashton.
"Cukup!" teriak Samantha, napasnya menderu keras.
"Aku tidak ingin, Samantha! Kau tidak bisa mengatur hidupku seperti itu!" seru Ashton tidak mau kalah.
Samantha memekik nyaring diikuti bunyi ranjang yang berdecit. "Ashton! Itulah satu-satunya caraku untuk menebus kesalahanku, kumohon mengertilah."
"Samantha, aku mempunyai tanggung jawab dengan calon tunanganku, kau tidak bisa membatalkannya sepihak seperti ini. Kau tidak tahu caranya berpikir jadi lebih baik kau istirahat saja. Aku muak berbicara dengan sifatmu yang seperti ini!" geram Ashton, wajahnya memerah dan rahangnya mengeras.
"Sekalipun aku mati? Kau tidak ingin membuatku bahagia diakhir hidupku ini? Itu permintaan terakhirku padamu. Kumohon!" pinta Samantha.
Sovya dengan pelan membuka pintu ruangan itu dan dua pasang mata langsung tertuju padanya.
Ashton tampak sinis sebelum berkata, "Good, biang masalahnya sudah datang. Kau sangat hebat menjadi pengacau Sovya. Sangat hebat!" sinis Ashton.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangfroid
RomanceCover by : Venusyura Bisa dikatakan Sovya Dwiliare mempunyai ketenangan yang hebat dalam keadaan tertekan, ia tetap bisa menahan amarah dan makiannya tapi jika ia sudah pada batasnya tidak ada satupun yang tau apa yang ia lakukan sekalipun suaminya...