LET'S GET ENGAGED. Chapter 8

446 25 4
                                    

Sovya memasuki ruangan Samantha dan melihat jika sahabatnya itu masih belum bangun dari komanya. Langsung saja Sovya meletakkan tasnya di meja dan segera pergi ke kamar mandi.

Sovya datang dengan sebuah ember kecil dan membawanya ke nakas disamping ranjang Samantha. Sovya mulai mengelap tubuh Samantha dengan lembut.

Setelah selesai membersihkan Samantha, Sovya mulai menggenggam tangan dingin itu. Sovya sedikit bercerita tentang kejadian kemarin saat ia melihat Ashton di cafe.

"Ia sepertinya menyakiti hati wanita itu, Sam. Dan sangat menyakitkan melihatnya sedih seperti itu."

Sovya berhenti bercerita. Ia tahu tidak akan ada balasan dari Samantha tetapi mengingat Samantha dulu selalu mendengarkannya itu cukup membuatnya tenang.

Tak!

Pintu terbuka dengan hentakan yang kuat. Disana sudah ada Ashton dengan wajah marahnya. Ashton memasuki ruangan itu dan berhenti di depan Sovya.

"Mari tunangan!"

Sovya terdiam. Otaknya tidak dapat bekerja, apa yang dimaksud oleh Ashton barusan? Apa ia tidak salah dengar?

"Huh?" hanya itu yang keluar dari mulut Sovya.

"Mari kita bertunangan dan menikah. Bukankan itu permintaan Samantha, kau mendengarnya, bukan?" ujar Ashton lagi.

Sovya menggaruk lehernya yang tidak gatal. Apa yang harus ia lakukan sekarang, ini terlalu tiba-tiba dan mengejutkan jantungnya.

"Apakah kau mabuk, Ashton?" tanya Sovya memastikan kembali.

"Berikan aku jawabanmu, mau atau tidak?" balas Ashton tidak menjawab pertanyaan Sovya sebelumnya.

Sovya menatap kedua bola mata Ashton dan tidak ada keraguan di dalamnya. Tapi Sovya masih tidak percaya saat ini.

"Kau bercandakan?" tanya Sovya lagi.

Ashton menggusar rambutnya acak, ia kesal dengan pertanyaan Sovya yang bertele-tele seperti ini.

"Iya atau tidak?!"

Sovya terdiam. Apa yang harus ia katakan, ini seperti menjawab soal ulangan dan harus dijawab dalam waktu 5 detik.

"Sovy---"

"Iya!" balas Sovya terlalu kencang.

Ashton terdiam sesaat mendengar jawaban Sovya. Sebuah senyuman mulai terbit di bibir Ashton. Pria itu terlihat senang.

"Baiklah, kita akan bertunangan dua hari lagi, kau tidak perlu menyiapkan apapun. Aku telah menyiapkannya." setelah mengatakan itu Ashton keluar dari ruangan dan meninggalkan Sovya dengan keadaan bingung.

Dua hari lagi?

Sovya teringat dua hari lagi itu adalah tanggal tunangan Ashton dengan wanitanya. Tetapi kenapa pria itu memintanya untuk bertunangan dengannya, juga pria itu berkata menikahinya.

Sovya sangat terkejut sampai tidak dapat memikirkan apapun. Dua hari lagi. Dua hari lagi ia akan menjadi tunangan Ashton dan ia sangat tidak siap akan hal itu.

-

"Sovya ada apa denganmu hari ini? Kau sangat kacau sekali, seperti bukan dirimu saja."

Sovya mengusap wajahnya. Ia tidak berhenti memikirkan perkataan Ashton tadi pagi dan ia menjawabnya terlalu cepat juga tidak berpikir sama sekali. Kenapa ia sangat bodoh sekali!

"Sovya! Kau tidak mendengarkanku?" kesal Jane.

Sovya mengangguk. "Aku mendengarkanmu, Jane."

Jane kini melunak. "Apa kau mempunyai masalah?" tanyanya.

Sovya menggeleng cepat, terlihat jika ia menyembunyikan sesuatu.

Jane kembali kesal. "Kau tidak bisa berbohong, kau menyembunyikan sesuatu, kan? Ceritakan padaku!"

Sovya akhirnya mengalah. "Iya, ada sesuatu yang mengangguku."

"Apa itu?" tanya Jane dan terlihat sekali penasaran.

Sovya menatap Jane. Bibirnya hendak berbicara namun urung, hal itu terjadi berulang kali.

"Kau tidak mau membaginya denganku? Baiklah, kurasa pertemanan kita sampai disini saja!" lagi, Jane dibuat kesal oleh Sovya.

"Aku akan bertunangan!" pekik Sovya sembari menutupi wajahnya dengan tangan.

Jane menatap Sovya tidak percaya, ia terdiam dan tidak dapat berkata-kata. Apa Sovya sedang mengajaknya bercanda sekarang?

Sovya mengintip dari sela jemarinya dan melihat Jane masih terpaku menatapnya. Bula hanya Jane tetapi ia juga tidak percaya jika ia akan segera bertunangan.

Jane mulai mengipasi dirinya. Ia merasa dikhianati, seharusnya Sovya mengatakan hal ini dari dulu.

"Kau baru memberitahuku sekarang? Teman macam apa kau!" marah Jane.

Sovya ikut teriak, "aku tau! Ia juga baru memintaku untuk bertunangan dengannya tadi pagi!"

Jane kembali dibuat terdiam. "Bagaimana bisa? Kau tidak pernah memberitahuku jika kau punya pacar."

"Aku tidak punya, tapi ia adalah orang yang kusukai dari dulu dan tentu saja aku menerimanya," jelas Sovya putus asa.

Jane berhenti melanyangkan pertanyaan pada Sovya.

"Kau harus memperkenalkanku dengannya, Sovya."

Sovya tersenyum, akhirnya Jane menerima jika dirinya akan bertunangan.

"Aku akan memperkenalkanmu dengannya, segera."

Jane kini bergerak memeluk Sovya. "Astaga, kau akan menjadi milik seseorang dua hari lagi dan aku masih dalam keadaan single. Kau jahat Sovya," gerutu Jane dibalik punggung Sovya.

Sovya membalasnya dengan tawa kecil. "Kau bisa menikahi Darren kalau begitu," bisik Sovya yang membuat Jane melepaskan pelukannya dan menatap Sovya senang.

"Kau benar."

"Apa yang kalian bicarakan para gadis-gadis?" tanya Darren yang sebenarnya sudah mendengar percakapan mereka sejak lama.

Darren bukan seseorang yang suka menguping pembicaraan orang hanya saja ia datang di waktu yang tepat dan tidak sengaja mendengarnya seperti saat ini.

Jane langsung merangkul pundak Sovya. "Ini pembicaraan para gadis, kau tidak boleh mengetahuinya. Tetapi Sovya sebentar lagi akan menjadi seorang wanita, ia akan bertunangan dan meninggalkanku sendiri di cafe ini dengan mesin penggiling kopi yang mengerikan," terang Jane dengan mimik muka yang sedih.

Darren memberikan senyum terpaksanya pada Sovya.

"Selamat, Sovya."

Sovya membalasnya dengan senyum manis yang selalu membuat Darren ingin memiliki orang pemilik senyuman itu.

"Kau tidak lupa mengundangku, bukan?" canda Darren.

Sovya menggeleng. "Aku tidak lupa, nanti akan kuberikan undangannya."

"Baiklah, ayo kembali bekerja," sahut Jane.

Jane membawa Sovya ke counter untuk bergabung membantunya dengan pesanan. Sedangkan Darren masih berdiri ditempatnya menatap Sovya dengan tatapan yang tidak pernah terungkap.

Seseorang yang ia sukai sedari dulu kini akan bertunangan. Ia tidak pernah merasa se-sial ini dalam hidupnya. Ini semua karena Sovya, wanita yang selalu menjadi topik pembicaraan para pegawai lelaki tentang baiknya wanita itu.

Hati pria itu terluka tetapi mencintai seseorang bukan berarti harus memilikinya, bukan? Kadang bahagianya seseorang tidak harus dengan kita, semua orang memiliki jalan hidupnya masing-masing dan Darren percaya kebahagiaanya akan menemuinya, cepat atau lambat.

Atau mungkin saja Sovya yang akan menjadi kebahagiaannya tetapi harus ada badai terdahulu untuk menyatukan mereka. Kita semua tidak tahu kepada siapa kita akan jatuh.






Update lagi yow!!
Vote dan comment dungs!

SangfroidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang