Dering monitor yang menunjukkan aktifitas jantung Samantha berbunyi memekakkan, monitor itu menujukkan garis lurus dan kadang meningkat.
Sovya dan Ashton segera berlari saat seorang dokter berteriak mengatakan nomor ruangan yang ditempati Samantha. Mereka berlari kencang dan saat sampai didepan pintu ruangan itu, Sovya menutup mulutnya saat melihat beberapa dokter dan suster memasuki ruangan itu dengan membawa alat-alat penunjang kehidupan.
Ashton mencoba menerobos masuk, namun dihentikan oleh beberapa perawat pria. "Biarkan aku masuk, SIALAN!" teriak Ashton. Matanya memerah, rahangnya mengeras dan, urat disekitar lehernya mencuat.
Sovya hanya terdiam dengan kaki yang seperti jelly. Ia dapat melihat apa yang sedang dokter lakukan didalam sana melalui jendela kaca ruangan itu sebelum seorang suster menutupnya sehingga ia tidak dapat melihat apa yang terjadi didalam.
Suara memekakan itu masih terdengar oleh seluruh telinga, bahkan pasien disebelah ruangan ikut keluar melihat apa yang sedang terjadi.
"Samantha! Samantha! Maafkan aku Samantha!" teriak Ashton dari luar, badannya masih ditahan oleh beberapa perawat pria.
"Tolong diam, pasien lain bisa terganggu pak," pinta seorang suster yang keluar dari ruangan.
"Argh!" geram Ashton.
Ashton akhirnya menyerah, ia berjalan kearah kursi lalu duduk disana. Kepalanya dipangku oleh kedua tangannya, dengan menunduk ia mulai menyesali perkataannya pada Samantha.
Sovya mendekati Ashton lalu ikut duduk disampingnya. Tangannya mencapai bahu Ashton lalu mengusapnya perlahan, hanya itu yang bisa Sovya lakukan sekarang karena ia sendiri juga tidak bisa menampik bahwa dirinya juga tidak terima dengan apa yang terjadi saat ini.
"Samantha pasti kuat, Asthon. Kita semua tahu itu."
Ashton mengangkat kepalanya, ia menatap manik mata Sovya lekat. Mata merah Ashton menunjukkan semuanya, jika pria itu sedang dalam titik terendahnya. Mata itu perlahan menjatuhkan bulir air yang langsung diseka oleh Sovya.
"Tidak apa, Ashton. Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Sovya langsung membawa Ashton kedalam pelukannya.
Ashton menangis didalam dekapan yang membungkusnya hangat. Tangis yang awalnya tidak bersuara kini mulai terisak. Sovya mendekap Ashton kuat, tidak peduli berapa pasang mata menatap mereka, bagi Sovya ketenangan Ashton yang harus ia pedulikan saat ini.
Detik, menit, dan jam berlalu. Sovya dan Ashton tidak lagi dalam posisi berpelukan kini mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Ashton berjalan mondar-mandir sembari menunggu berita yang mungkin akan keluar dari mulut dokter yang berada didalam sana.
Setelah 3 jam, Dokter beserta perawatnya keluar dari ruangan meninggalkan Samantha sendiri didalamnya dengan mata yang masih menutup. Ashton langsung menghampiri dokter dan menghujamkan beberapa pertanyaan yang terkesan cepat.
"Maaf Tuan Ashton, mari bicarakan hal ini diruangan saya," ujar dokter itu dan disambut anggukan oleh Ashton.
Ashton menatap Sovya yang dibalas anggukan isyarat 'semua akan baik-baik saja' oleh Sovya.
Sovya berjalan pelan kearah kaca jendela yang tadinya tertutup oleh tirai kini telah dibuka, ia menatap wanita didalam sana dengan sedih. Apakah Samantha akan baik-baik saja? Apakah ia tidak akan bisa melihat sahabatnya itu lagi?
Sovya menggeleng, ini bukan saatnya memikirkan hal itu. itu semua hanya membuatnya tambah hancur dan ia tidak boleh tampak lemah saat ada seseorang yang lebih kacau daripada dirinya, Ashton. Ia akan menjadi seseorang yang akan berada disamping Ashton dan menguatkannya.
Bunyi derap langkah kaki mengambil alih perhatian Sovya, badannya menatap Ashton yang berjalan lesu menuju arahnya.
"Bagaimana?" tanya Sovya.
"Dia koma, dia mengalami serangan jantung dan jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat. Dokter tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tapi, kanker itu akan terus menggerogotinya."
Sovya dengan mulut yang ia tutup dengan tangannya, menggeleng tidak menerima.
Ashton menatap Sovya tak berdaya. "Aku juga tidak dapat menyangkanya. Samantha akan dirawat intensif selama satu tahun, jika tidak ada perkembangan apapun darinya maka dokter akan mencabut semua penunjang kehidupannya, tapi... Aku tahu, Samantha akan bangun dan kembali bersamaku lagi," terang Ashton dengan senyuman tipis diakhir kalimatnya.
"Tentu saja, kita semua tahu jika Samantha adalah sosok yang kuat."
Ashton mengangguk.
"Lebih baik kau pulang sekarang, Ashton. Aku yang akan menjaga Samantha saat ini," suruh Sovya.
Ashton memasukkan tangannya kedalam kantong jaketnya dan sedikit menunduk. "Te-terima kasih kau telah menenangiku, Sovya."
Sovya tersenyum. "Kau adalah satu-satunya orang yang disayangi oleh sahabatku, jadi ini bukan apa-apa, ini sudah tugasku."
"Oke, kalau begitu aku pergi,"
"Iya."
Seiring menjauhnya Ashton, Sovya menatap punggung lebar itu dengan tatapan nanar. Jika saja Ashton tahu, sebenarnya Sovya melakukan itu karena ia mencintainya. Tapi itu tidak mungkin, Ashton sudah memiliki wanita lain dihatinya.
Sovya hanya bisa tersenyum lirih. Siapapun pilihan pria itu, ia akan tetap mendukungnya dan berharap kebahagian untuk Ashton.
_
Sovya mengelap badan Samantha dengan air hangat. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam tapi ia masih setia disamping Samantha.
Sovya selesai mengelap tubuh Samantha dan hendak keluar dari ruangan tersebut untuk membuang air hangat itu, ia melewati koridor dan tanpa sengaja tatapannya jatuh pada seseorang yang sepertinya tengah beradu mulut dengan seseorang.
Ashton disana terlihat berbicara kesal dengan seorang wanita cantik yang terus membalas kata-katanya. Sovya menyingkir takut ketahuan menguping, ia bersenyembunyi di balik dinding koridor tersebut sembari mendengar kata-kata yang terlontar dari dua orang yang tengah bertengkar.
"Kumohon, Ashton. Kita bisa pergi kemanapun yang kita mau sekarang tanpa perlu kau pikirkan lagi," ujar wanita cantik itu.
Ashton menggeleng kuat, matanya memerah. "Kau pikir Samantha mati? Ia masih hidup, saudariku masih hidup! Bisakah kita tidak membicarakan hal ini dahulu? Bisakah kau mengerti kacaunya aku saat ini?" marah Ashton.
Wanita cantik itu bersidekap. "Aku selalu memikirkanmu dan saudarimu tapi kau tidak pernah memikirkanku! Kenapa tidak kau biarkan saja ia mati daripada menjadi benalu dihidu--"
Plak!
Sovya terkejut, ember yang dipegangannya hampir saja terjatuh mendengar suara tamparan itu.
"Aku salah menilaimu, kau wanita tidak tahu diri! Pikirkan saja dirimu sendiri!" marah Ashton lalu pergi meninggalkan wanita cantik itu sendiri.
Sovya terkejut saat Ashton tiba-tiba muncul dihadapannya. Membuatnya refleks mengatakan, "... Ha-hai?"
Ashton melihat kebelang memastikan wanitanya tadi telah pergi lalu menatap Sovya tajam dan berlalu meninggalkan Sovya yang hampir terkena serangan jantung.
Tbc...
Apa kabar gengs! Masih nunggu cerita inikah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sangfroid
RomanceCover by : Venusyura Bisa dikatakan Sovya Dwiliare mempunyai ketenangan yang hebat dalam keadaan tertekan, ia tetap bisa menahan amarah dan makiannya tapi jika ia sudah pada batasnya tidak ada satupun yang tau apa yang ia lakukan sekalipun suaminya...