🌺 Kebahagiaan 🌺

12 2 0
                                    

Berantakan, sangat berantakan. Begitulah penampilan Sonya pagi ini. Tidak tidur semalaman, menemani rembulan malam itulah yang menjadi penyebab matanya menghitam seperti panda. Baju kusut seperti anak yang tidak diurus. Menjadi bahan cibiran di sekolah sudah biasa.

"Sonya," panggil Dinda dari ujung koridor sekolah.

Sonya menengok malas dan memberhentikan langkah kakinya.

Dinda adalah teman sebangkunya dari kelas 10, dan hubungan pertemanan mereka masih berjalan baik sampai mereka duduk di bangku kelas 12 sekarang.

"Lo dipanggil ke ruang guru, di cariin bu Sri," kata Dinda sambil mengatur napasnya yang terengah-engah.

Tidak ada balasan dari Sonya, kakinya langsung saja melangkah ke ruang guru. Entah kenapa sikap Sonya berubah pagi ini, tidak seperti biasanya.

Kemana Sonya yang ceria? Dinda hampir tak mengenali Sonya karena sikapnya yang berbeda.

Tok... Tok... Tok...

Sonya mengetuk pintu, membuka daun pintu dan melangkahkan kakinya menemui bu Sri.

"Selamat pagi Sonya," sapa bu Sri.

"Pagi bu," jawab Sonya hampir tak terdengar.

"Silakan duduk Sonya, ada yang ingin ibu bicarakan dengan kamu," kata bu Sri lembut.

Sonya duduk dengan malas, seperti tidak memiliki nyawa sangat lemas tak bersemangat.

"Ibu mau tanya sama kamu," kata bu Sri sengaja diberhentikan sejenak untuk menghela nafas.

Sonya masih setia menatap mata bu Sri, tapi tatapannya kosong dengan mata sayu nya seperti tidak tidur berhari-hari.

"Papa kamu..." bu Sri sengaja menghentikan kalimat yang ingin diucapkan karena melihat cairan bening yang keluar dari pelupuk mata Sonya.

"Kamu harus sabar, semua ini pasti ada hikmahnya," kata bu Sri yang ingin mencoba memperbaiki atmosfer yang berada di ruang guru ini.

"Sonya harus sabar kayak gimana lagi bu, papa saya tuh gak punya hati. Bukan gak punya hati doang tapi otaknya gak ada," wajah Sonya mulai memerah dan air mata semakin deras membasahi pipinya.

"Ayah macam apa yang udah bikin istrinya setengah gila, ngelantarin anak sematawayangnya dan pemabuk, Sonya udah gak habis pikir lagi bu," Sonya menumpahkan semua isi hatinya kepada bu Sri, karena beliaulah yang mengetahui Sonya dengan sangat baik begitu juga sebaliknya Sonya sudah menganggap bu Sri adalah ibu nya sendiri.

"Kamu harus semangat Sonya, ini adalah ujian buat kamu. Dan ibu yakin kamu anak yang kuat untuk mengatasi hal kecil seperti ini," bu Sri mengusap air mata yang masih mengalir di pipi Sonya.

Seulas senyum terukir di bibir Sonya, perasaannya kini sudah membaik walaupun tidak menghilangkan semuanya. Setidaknya sudah lebih baik dari yang sebelumnya.

"Yasudah bu, Sonya kembali ke kelas dulu ya bu," pamit Sonya karena bel sudah berbunyi sedari tadi.

Bu Sri hanya mengangguk dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

*****

Sonya sudah berada di kelasnya. Untung saja guru di pelajaran pertama pagi ini sedang berhalangan untuk mengajar karena sedang sakit, jadi telinga Sonya aman tidak mendapatkan cuitan dari guru super killer itu.

Menidurkan kepalanya diatas meja itulah yang Sonya lakukan disaat jam kosong seperti ini. Dinda melihat beberapa minggu ini sifat Sonya sangat berubah tapi Dinda memilih untuk tidak menanyakan tentang hal itu saat ini. Lebih baik diam daripada membuatnya tambah sulit. Lagi pula apabila Sonya ada masalah pasti dialah yang menceritakan lebih dulu sebelum ditanya oleh orang lain. Tapi kenapa sekarang Sonya seperti ini?

Cerpen Dan QuotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang