1. Prolog

118 15 17
                                    

Tanah basah menjadi alas tempatku terduduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tanah basah menjadi alas tempatku terduduk. Pemandanganku hanya satu, pada nisan bertuliskan nama seorang teman, juga rangkaian bunga yang makin lama makin layu kena sinar matahari.

Sudah cukup lama aku diam di posisi ini. Mungkin sekitar tiga jam, atau mungkin lebih dari itu. Aku tidak berniat beranjak sedikit pun.

Aku sangat menyesal, seharusnya tidak secepat ini. Ronnie Shelman, sahabatku, kau tidak seharusnya mati secepat itu di usia yang ke-26.

Bagaimana ini, aku selalu saja merasa bersalah. Ya, seharusnya kamu tidak usah meninggal. Kalau saja aku ada di sana untuk menolongmu. Atau segera menjawab teleponmu pada panggilan pertama, mungkin aku bisa meluncur ke tempatmu dan menyeretmu keluar dari api.

Ponselku menunjukkan dua puluh panggilan tak terjawab atas namamu, dan tidak ada satu pun yang kuterima. Naasnya, satu panggilan dari nomor yang tidak kukenal justru kuangkat. Darinya pula kudapati kabar kalau apartemenmu kebakaran. Kau tidak terselamatkan.

Ron, aku bukan sahabat yang baik, kan? Maukah kau memaafkanku?

Sahabatmu yang bodoh ini malah melakukan hal gila dengan sesuatu yang kau benci.

Benar, aku mabuk. Kau sangat benci saat aku mabuk. Seharusnya tidak kulakukan.

Jangan lupa like dan komen kalau kamu suka.

Story ini update setiap Rabu dan Sabtu.

Pastikan kamu datang lagi di waktu tersebut.

Hope you like it 😉

∞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
D (Dua. Dan. Dia) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang