Bagaimana jika selamanya aku tak dapat berjalan lagi?
Aku mau mati saja!
Perkataan itu terus terngiang di telinga pemuda berseragam SMA yang memiliki rambut berwarna kecoklatan. Bahkan wajah seseorang yang mengucapkan perkatan itu tak henti-hentinya muncul di dalam kepalanya. Ia menjambak rambutnya frustasi dengan wajah yang terlihat sangat depresi.
“Mau gila rasanya.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya.
“Kau ini kenapa, sih?” Suara bernada kesal berhasil tertangkap oleh alat pendengarannya. Ia melirik ke samping, ke asal suara. Tampaklah seorang gadis berambut pendek sebahu tengah memandang ke arahnya dengan tatapan yang senada dengan nada bicaranya barusan. Gadis itu memakai seragam yang sama dengannya. Wajahnya terlihat cantik terawat. “bisa tidak kau memikirkanku, walau sedikit? Kau terus saja menampakkan wajah menyedihkan itu, bahkan di depanku,” lanjutnya karena tak mendapatkan respon yang berarti dari pemuda itu.
Pemuda itu tetap diam, namun tangannya bergerak merogoh saku celananya. Sesaat kemudian ia mengeluarkan dua buah benda yang berhasil membuat mata gadis itu membelalak. Itu adalah sekotak rokok dan mancis. Ia kemudian mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakannya. Ia merokok dengan wajah tak perduli walau gadis di sampingnya itu menampakkan wajah tak suka.
“IPAN!” Gadis itu berteriak. “kenapa kau seperti ini? Kau tahu sendiri kalau aku benci asap rokok!”
“Lalu?” tanggap pemuda itu dengan wajah tak perduli. Lagi-lagi.
“Ipan..” raut tak percaya terlihat jelas pada wajah gadis itu. “kau.. kau ingin kita putus?”
Pemuda yang bernama Ipan itu diam. Sementara gadis itu menatapnya dengan wajah harap-harap cemas. Sejujurnya ia tak serius mengatakannya, lebih tepatnya ia hanya ingin menguji kekasihnya yang bernama Ipan ini.
“Baiklah..”
Deg.
“.. jika itu maumu. Tampaknya kita sama-sama sudah tak memiliki alasan untuk mempertahankan hubungan ini.”
“Tapi Ipan.. aku.. aku..” gadis itu tak kuasa menahan tangisnya. “..aku mencintaimu.”
“Cinta?” Ipan melirik sebentar ke arahnya. Kemudian ia melihat ke tempat lain, pandangannya tertuju pada bangunan besar di seberang jalan yang bertuliskan Rumah Sakit Asri Lestari. “aku telah berjanji untuk memberikan banyak cinta untuk seseorang yang sedang dirawat di sana. Dia..”
“Aku tidak perduli lagi!” gadis itu bangkit dari posisinya sembari menghapus air matanya. “aku yang terlalu bodoh karena sudah mengungkapkan perasaan pada orang yang salah.” Ia mengambil tasnya lalu berlari meninggalkan tempat itu. Sedih, marah, malu dan kecewa bercampur-aduk menjadi satu di dalam hatinya. Pertama kali dalam hidupnya ia diperlakukan seperti itu. Sonia, gadis populer yang menolak banyak lelaki, yang tak mudah memberikan hatinya pada sembarang lelaki, pada akhirnya diputuskan begitu saja oleh seorang lelaki yang sangat disukainya. Sungguh memalukan.
Pemuda itu memandang sebentar kepergian mantan kekasihnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi lalu kembali merokok.
“Cinta,” gumamnya disela-sela kegiatannya menghisap rokok. “.. hidupku tidak butuh cinta.”
“Ooh, benarkah?”
Ipan terhenyak begitu menyadari ada seseorang yang berdiri di sampingnya. Seorang wanita yang terlihat cantik dan berkelas.
“Kau masih terlalu muda untuk mengatakan hal itu.” Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Kartu nama. Ia memberikannya pada pemuda itu.
“Anda ini siapa?”
“Aku malaikat,” jawab wanita itu dengan senyuman manisnya.
Ipan terkekeh pelan mendengarnya.
‘Konyol sekali,’ batinnya sembari melirik kartu nama itu.
“Viona Callista?”
“Itu namaku. Setelah ini jangan merokok lagi. Itu tidak baik untuk kesehatan.”
“Tapi, apa maksudnya ini?”
“Suatu waktu kau akan membutuhkannya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For My Sister
AléatoirePeristiwa menyedihkan terjadi setelah orang tua mereka bercerai. Ipan dan Bella, dua bersaudara ini harus hidup terpisah, tak lagi dalam rumah yang sama, tak lagi bersama orang tua yang lengkap. Namun, peristiwa menyedihkan lainnya pun terjadi. Ipan...