Chapter 3 Bumbu Kasih Sayang

57 2 0
                                    

Bella sedang duduk di ruang depan dengan posisi menghadap jendela. Matanya tampak mengawasi dari balik kaca bening itu. Bagi sebagian orang mungkin tak ada hal menarik yang dapat dilihat dari balik kaca itu. Tapi bagi Bella yang dapat ia lihat ini adalah salah satu kebaikan yang Tuhan berikan. Walaupun belum dapat berjalan ia merasa amat bersyukur karena masih dapat melihat dengan baik.
Kini tangannya bergerak menyentuh kaca itu seakan ingin menggapai segala sesuatu yang ada di depan sana. Mendadak ia merasa ingin pergi keluar, namun ia urungkan niatnya begitu menyadari ketidakberdayaannya. Ia cukup sadar diri dan harus menerima bahwa ia tidak dapat melakukan banyak hal tanpa ada orang yang membantunya. Itu membuatnya teringat pada Ipan. Tiba-tiba ia berharap agar kakaknya itu cepat pulang dan berada didekatnya. Ah, padahal tadi pagi mereka baru saja bertengkar dan ia sendiri memutuskan untuk tidak berbicara dengan kakaknya itu. Namun sekarang ia merasa sungguh menyesal.
“Kakak pasti merasa tidak nyaman karena perlakuanku tadi,” gumam Bella dengan wajah yang terlihat menyesal. “ya, ampun..kenapa aku ini?! Aku tidak seharusnya begitu pada kakak.”
Ting tong!
“Ada tamu? Siapa?”
Ting tong!
Bella masih terdiam di kursi rodanya tanpa ada tanda-tanda ingin membuka pintu. Ipan selalu memperingatkannya untuk tidak sembarangan membukakan pintu bagi orang yang tidak dikenal.
“Bella, ini aku Viona! Kau di dalam?” seru seseorang yang ternyata Viona, wanita pemilik cafe tempat Ipan bekerja. Bella menghela napas lalu membawa kursi rodanya bergerak menuju pintu.
“Iya, kak! Aku segera datang!”
Cklek!
“Hallo, cantik!” sapa Viona begitu Bella membukakan pintu.
“Silahkan masuk. Maaf membuatmu menunggu.”
“Aah, tidak perlu bilang begitu. Kau memang tidak boleh membukakan pintu untuk orang yang tidak dikenal. Ipan mengajarimu seperti itu, kan?”
Bella hanya mengangguk.
“Kau sudah makan?” tanya Viona dengan wajah yang terlihat serius.
“Hm, aku tadi sudah sarapan bubur..”
“Sarapan? Ini sudah hampir waktunya makan siang. Baiklah, kalau begitu ayo kita buat makan siang,” kata Viona sambil memamerkan sekantung besar penuh barang belanjaan yang baru ia beli. Bella hanya diam dan terlihat takjub.
“Ayo!” katanya lagi setelah mengunci kembali pintu depan.
--0000—
Suara pisau yang beradu dengan talenan terdengar mendominasi semua kegiatan yang berlangsung di dapur. Suara itu berasal dari Bella yang sedang memotong-motong wortel. Walaupun kedua tangannya tampak sibuk memotong-motong benda berwarna orange itu namun sesungguhnya matanya sedang fokus memperhatikan Viona yang sibuk menata isi kulkas. Wanita itu benar-benar telah membeli banyak belanjaan.
“Yappp... selesai juga!” Viona mengusap kedua tangannya sebelum menutup kembali pintu kulkas. Ia kini berjalan menuju Bella lalu mengambil tempat duduk disampingnya.
“Aku dengar kau sangat suka sup ayam?!” ucap basa-basi Viona yang berhasil membuat Bella menghentikan aktivitasnya.
“Sewaktu aku sakit, mama selalu membuatkanku sup. Entah kenapa, rasa dari sup itu membuatku merasa lebih baik,” tanggap Bella dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. “setelah mama pergi, kakaklah yang selalu membuatkan untukku sup. Setiap minggu dia pasti membuat sup. Rasanya enak. Berbeda dari buatan mama, tapi..” Bella menggerakkan sebelah tangannya dan menempatkannya pada posisi dimana hatinya berada. “..sup buatan kakak selalu membuat hatiku hangat.”
Perkataannya itu membuat Viona tersenyum. Ia menggerakkan sebelah tangannya untuk mengusap puncak kepala Bella. “Kau pernah dengar tentang ‘bumbu kasih sayang’? Itulah bumbu yang mereka gunakan.”
“Bumbu kasih sayang?”
“Masakan yang dibuat dengan tulus tentu akan berbeda rasanya. Ketika kita makan makanan apapun maka lidah kita akan mencoba mengenali rasa dari makanan itu. Apakah rasanya manis? Pedas? Atau asam barangkali? Dan yang paling penting apakah makanan itu enak menurut lidah kita? Lidah kita akan memberitahu itu. Tapi masakan yang dibubuhi dengan bumbu kasih sayang hanya hati kita yang dapat merasakannya.”
Bella terdiam dengan raut wajah yang terlihat seperti memikirkan sesuatu.
“Ada apa?”
“Tidak. Aku hanya berpikir bagaimana cara membuat masakan yang seperti itu. Maukah kak Viona mengajariku membuatnya?”
“Eh?”
“Aku ingin membuatkan yang seperti itu untuk kakakku.”
Sesaat raut wajah Viona tampak kaget setelah mendengar apa yang Bella katakan. Namun sesaat kemudian ia tertawa. Ia mengusap puncak kepala Bella untuk yang kesekian kalinya.
“Kau sungguh manis. Tidak heran bila Ipan begitu protektif padamu.”
“Eh, kurasa kakak tidak seperti itu.” Bella tertawa sembari menyilangkan tangan di dadanya. “walau terkadang sedikit berlebihan, sih..”
“Baiklah, sekarang mari kita buat masakan yang penuh dengan bumbu kasih sayang!”
“Ya! Aku sudah sangat tidak sabar.”
‘... karena aku juga ingin kakak merasakannya.. masakan yang dapat membuatnya merasakan betapa aku menyayanginya.’

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love For My SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang