Pembukaan

123 5 0
                                    

Arradilla POV's

Halo, aku Arradilla Bagiinsyani, sapa aku Arra. Usiaku sudah 18 tahun, dan masih duduk di bangku kelas 12 salah satu Madrasah Awaliyah Negeri.

Aku juga merupakan santriwati di Ponpes Al-Amin yang jauh dari tempat tinggalku. Ya, ketika lulus SMP, aku memilih masuk Pesantren.

Di sini aku berada sekarang, di sebuah bangku kayu yang terletak di belakang asrama Putri. Sebenarnya, tempat ini sangat jarang didatangi. Suasananya yang sepi, membuatku kian menengok kesana-kemari.

"Ekhem, assalamu'alaikum." Sapaan itu membuatku mendongak, aku tersenyum menatap lelaki seusiaku yang tengah mengenakan baju kokoh hijau lumut, beserta sarungnya yang berwarna cokelat muda.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah," jawabku.

Dia adalah Attar, nama panjangnya Muhammad Athaya Ramanissatar, cukup panjang, bukan? Dia juga bisa dikatakan...

Pacarku.

Memang harus ku akui ini, hubungan kami dilandasi oleh kata, 'pacaran islami', tetapi sesungguhnya hal itu tidak bisa dibenarkan.

Aku cukup sadar kalau jalan ini salah, namun apa boleh buat ketika masa remajaku pun ingin seperti yang lain, dimana rasa tertarik pada lawan jenis itu pasti ada.

Aku dan Attar selalu mencuri waktu untuk bertemu, sekedar bertegur sapa dan menanyakan kabar.

Iya, memang tidak pernah terjadi sentuhan fisik. Baik aku maupun Attar, sama-sama menyadari dan sudah berulang kali mendapat pelajaran ketika bersekolah, bahwasannya ada batasan-batasan antara seorang perempuan dan lelaki yang bukan mahram.

Namun, embel-embel 'pacaran' pada hubungan kami pun memang salah. Dalam Islam, tentu saja Allah melarang hal itu. Terlebih lagi, sudah dikatakan jelas bahwa; seorang lelaki dilarang berkhalwat (berduaan) dengan perempuan yang bukan mahramnya.

Salahkan diriku yang munafik, padahal sudah jelas-jelas tahu ilmunya.

"Sudah sholat, Ra?"

Aku mengangguk sambil tersenyum, "sudah, Tar."

Attar juga bukan berasal dari kota ini, dia asli orang Riau yang memilih mondok di Yogyakarta. Keluarganya seorang pengusaha kebun kelapa sawit yang jumlahnya sudah berhektar-hektar, sudah dipastikan lelaki ini berasal dari keluarga berada.

Bukan, bukan karena itu aku menyukai sosoknya. Toh, keluargaku juga berasal dari orang berada. Kami hanya sama-sama memiliki 'rasa' ketika tidak sengaja bertemu di Masjid saat sholat subuh dilaksanakan.

Aku melirik arloji yang melingkar pas di tangan kiri, sudah menunjukkan pukul 5 sore, aku harus segara kembali ke asrama.

"Em, Tar. Aku duluan, ya."

Lelaki itu menatapku teduh, "iya, hati-hati, Ra."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh."

_____

Halu, new story genre Spiritual lagi😁😚

See you next!

Dia (bukan) Jodohku [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang