Author POV's
Arra duduk sejenak, semua barang yang ia perlukan sudah ia kemas. Mulai esok, ia tidak lagi menempati kamar ini.
Gadis itu menoleh, menatap sahabatnya yang juga tengah berbenah.
"Berat, Wil," gumam Arra pelan.
Wilda menghela napas, ia menghentikan aktivitasnya. Berjalan menghampiri Arra kemudian memeluk gadis itu erat.
"Gak ada perpisahan yang menyenangkan, Ra."
Wilda benar, semua orang pasti tidak menginginkan sebuah perpisahan. Perpisahan itu selalu terasa menyakitkan.
"Biar gimana pun, selalu ada perpisahan untuk setiap pertemuan."
Tangis Arra pecah, ia tersedu dalam pelukan Wilda. Wilda pun sebenarnya enggan menemui hari ini, tetapi mau dibilang apa? Waktu terus berlalu, langkah kian menjauh, dan kita tidak bisa berjalan di satu tempat.
"Ja-ganh lu-pain ak-uh, Wil," ucap Arra sesenggukan.
Ya, memang perpisahan dengan orang yang disayanglah yang terasa begitu menyakitkan.
"Iya, kamu juga Ra. Jaga diri baik-baik ya, semoga kamu selalu dikelilingi orang-orang baik, aamiin." Wilda mengelusi jilbab Arra, mencoba menenangkan sahabatnya itu.
Jika berpisah dengan Wilda saja sudah seperti ini, bagaimana cara Arra berpisah dengan Attar?
______
"Arra." Panggilan itu tak membuat gadis dengan jilbab maroon-nya menoleh.
"Assalamu'alaikum." Sapaan salam itu berhasil mengalihkan atensi seorang Arra, gadis itu menoleh, mendapati Attar dengan baju kokoh putihnya tengah tersenyum.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah." Arra tersenyum simpul.
"Kok ngelamun?" Tanya Attar lembut.
Arra menggeleng, "nggak, cuma lagi kepikiran aja."
"Mikirin apa, sih?"
Diam sejenak, Arra menghela napasnya lelah. Ini.. adalah pertemuan terakhirnya dengan Attar, bukan?
"Nanti kita udah gak bisa sering ketemu." Cicit Arra lirih.
Attar menggeleng, lantas tersenyum. Ia sudah tahu, Arra memang sosok yang mudah sekali memikirkan sesuatu yang dirasa mengganggu ketenangannya.
"Cuma sebentar kok."
Attar bilang sebentar, kuliah selama 4 tahun dia bilang sebentar?! Menyebalkan sekali!
"4 tahun, Tar!"
"Kan kalau libur semester, bisa ketemu."
"Kalau nggak sibuk."
"Sebisa mungkin, luangin waktu dong." Attar mengusap puncak kepala Arra pelan.
Arra menjadi sedikit lega, perlakuan Attar yang sederhana, namun berefek luar biasa untuk seorang Arradilla.
"Kamu tetap ambil hukum, Tar?"
Attar mengangguk, "iya. Kamu sendiri, kekeuh masuk Perawat?"
"Ya, se-kekeuh kamu masuk hukum."
Hening, keduanya sama-sama diam. Berkecimpung dengan pemikiran masing-masing, jika mulai besok Arra akan meninggalkan Ponpes ini, berbeda dengan Attar yang akan beranjak lusa nanti.
"Kamu pulang ke Riau, kan?" Tanya Arra memastikan.
"Iya. Nanti, tunggu aku datang ke rumahmu."
Arra tersenyum, sosok Attar bukanlah lelaki yang mengingkari ucapannya. Cowok itu selalu konsisten dengan apa yang ia ucapkan.
"Kamu istirahat gih, besok harus balik ke Bogor, kan?"
Arra mengangguk, "aku permisi, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam warahmatullah."
Akibat larangan memegang ponsel selain ketika diperlukan, Arra dan Attar selama ini berkomunikasi dengan bertemu langsung secara diam-diam.
Hingga akhirnya, hari mereka berpisah sudah tiba. Mungkin, setelah masuk universitas nanti mereka hanya akan berkomunikasi melalui ponsel untuk meredam sedikit rindu yang menggelayuti.
______
See you!🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia (bukan) Jodohku [ON GOING]
Spiritual⚠️DON'T COPY PASTE OR I'LL KILL YOU!⚠️ [Arra & Attar] •DIA (bukan) JODOHKU• "Sudah sah, Ra?" "Sudah." ~~~~ "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumussalam, Nak Attar?" Senyumnya mengembang, "saya datang untuk menepati janji saya mengkhitbah Zidny secepatnya...