Wajahnya sempat berseri untuk sejenak, senyum tipis dan juga mata yang berbinar membuatnya terlihat tak berdosa—tapi semuanya lenyap karena ia baru saja teringat satu hal, "tapi—aku tidak punya uang, tuan."
Gerakan tangan pemuda di hadapan Serena yang hendak membuka pintu jeruji besi tersebut berhenti, bibirnya mengerut antara menahan tawa dan amarah, matanya yang selama ini tak mau menatap Serena dengan benar malah menatapnya dengan dingin dan bengis.
"Dasar," matanya menyipit dengan seringaian misterius, "wajahku terlihat semiskin itu, eh?"
Serena mengerjap, ia tiba-tiba merasa merinding saat matanya bertemu dengan milik pemuda itu, "lalu?"
Tangan pemuda itu membuka pintu jeruji tersebut perlahan, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, "keluarlah, aku akan memberitahu harga yang harus kau bayar."
•••
Ini pemandangan yang cukup jarang untuk dilihat orang Verfassen, Serena merasa seperti berada di negara nun jauh disana—meskipun ia memang tersesat.
Pohon-pohon maple yang berguguran juga jati-jati yang menjulang tinggi membuat Serena tak berhentinya memandang sekitar dengan sorot mata penasaran.
Mungkin orang biasa tidak akan melihatnya dengan jelas, tapi Serena jatuh cinta pada pemandangan yang ia lihat sekarang, seperti: tupai-tupai yang meloncat, semak-semak buah berry yang tertiup angin dan juga sarang burung yang berada di atas pohon.
Serena benar-benar terpana.
"Apa yang kau cari?" Pemuda itu menyamakan langkah kakinya dengan Serena yang anggun dan pelan, pemuda tersebut juga menganggap aneh pakaian yang Serena kenakan; terlihat memperlambat gerakannya sendiri. Gaun berwarna hitam sebetis dengan jaket berbulu berwarna putih sepinggang terlihat sangat aneh di matanya.
"Jika kau berpikir untuk kabur dariku, sejak langkah pertama pun aku pastikan kau sudah tergeletak tak bernyawa." Ucapan pemuda itu membuat Serena mengerutkan dahinya tak suka. Jika ada seseorang di Verfassen berani berbicara seperti itu padanya, sudah dipastikan besok kepalanya tergantung pada tali sabut.
Ah, ia jadi rindu pada rumahnya.
Serena menggeleng cepat, mengembuskan napasnya dengan keras juga menegapkan bahunya; bagaimanapun rumahnya lah yang membuatnya jadi seperti ini.
"Name your price, sir." Serena melirik manusia di sebelahnya dengan jengkel, kalau kekuatannya tidak menghilang begitu saja sudah daritadi ia akan membekukan jantung pemuda tersebut hingga pecah. Sebenarnya Serena bisa saja menggunakan gerakan bertarung yang pernah di ajarkan di Verfassen lalu berlari dengan kencang.
Tapi mungkin tidak buruk juga menjalin relasi dengan orang lokal. Toh, ia butuh pemandu untuk bisa hidup di negeri yang selama ini hanya ia dengar keberadaannya. Tapi tetap saja Serena harap ia tidak akan tinggal disini lebih lama.
Legenda yang selama ini ia baca di perpustakaan dan juga cerita para penjelajah yang mengaku pernah lewat hingga menginjakkan kakinya pada tanah Abfassen ternyata cukup akurat.
Disini lebih hangat. Di Verfassen musim dingin lebih dominan—bahkan mungkin musim panas di Verfassen tidak bisa disebut musim panas jika dibandingkan dengan apa yang Serena rasakan sekarang. Meskipun Serena adalah seorang pengendali es, sejujurnya ia lebih suka musim panas, entah, mungkin dirinya hanya bosan karena selalu dikelilingi es.
Seingatnya, saat ia meninggalkan Verfassen, Verfassen sedang musim dingin.
"Apakah Abfassen selalu seperti ini? Cerah sekali." Serena mengedarkan pandangannya ke sekeliling hutan yang terasa asing tapi indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voracity
FantasyKarena berusaha kabur dari sang kakak, Serena tersesat di Abfassen-wilayah musuhnya. Yang lebih tidak terduga, kekuatannya mendadak tidak mau muncul, membuatnya diseret ke pelelangan budak. Hanya saja, tepat sebelum pelelangan di mulai, seorang laki...