#PESONA_SANG_DUDA
PART 6..... END
Pulang dari Rumah Sakit, Ela benar-benar merasa bersalah, ya sama Wisnu ya sama Bagas, dan Ela merasa hatinya seperti sakit mengingat perhatian Irene ke Wisnu tadi.
Handphonenya kembali berkedip, ada pesan WA masuk, dari Bagas.
Aku lelah berdebat, desah Ela."Kamu dimana, lagi ngapain, sudah pulang kantor belum, kenapa WA ku semalam tidak di balas, atau kamu sedang selingkuh?"
Pertanyaan Bagas yang beruntun, di tambah dengan tuduhan, membuat Ela benar-benar merasa kesal dan sedih.
"Kenapa kamu berubah? Dulu sebelum tanggal pernikahan di tentukan, sikap kamu manis, dan selalu percaya padaku, kenapa kamu sekarang kasar?" balas Ela.
Tak ada balasan dari Bagas.
"Tinggal dua bulan lagi kita menikah, tidak bisakah kita bicarakan baik-baik," tulis Ela."Aku maunya setelah menikah kamu ikut ke kalimantan, tidak ada alasan lagi, titik," balas Bagas di tambah emoticon marah.
"Bukankah dulu kamu bilang, habis nikah biar aku tetap di kerja di sini, kamu pulang enam bulan sekali," balas Ela lagi.
"Aku sekarang hari cutinya cuma dua belas hari, masak aku punya istri kumpul enam bulan sekali, ketemu cuma dua belas hari, mending aku cari istri di sini, tiap hari ketemu, cantik pun orangnya!" balas Bagas.
"Maksud kamu apa?"
Tak ada balasan lagi, dan Bagas mulai jarang menghubunginya, jika Ela telephone Bagas alasannya sibuk.
H-50 hari pernikahan Ela, pagi itu Ela tampak lesu, dia tidak bisa hubungi Bagas, keluarga Bagas pun tampak tidak mau tau, Ela benar-benar stres.
Sementara Wisnu hari ini mulai masuk kantor, ternyata yang antar Irene, dengan memakai satu kruk, Wisnu nampak agak susah berjalan, tapi Irene nampak sabar menuntunnya.
Begitu masuk ruangan dan duduk, Irene menaruh bekal Wisnu, dan siap mau pergi, tak lupa mau cium tangan Wisnu tapi ditepisnya.
Irene hanya tersenyum, walau terlihat kesal karena semua orang melihat.
Selama sakit, pekerjaan Wisnu banyak di bantu sama Ela dan Pak Herman, jadi begitu Wisnu masuk, mau tidak mau Wisnu dan Ela akan berdekatan, Pak Herman tersenyum.H-35 pernikahan Ela makin dekat tapi hubungan dengan Bagas makin tidak baik.
"Ela, itu berkas yang kemarin mana, coba kasih ke Pak Wisnu, sama laporannya jangan lupa, besok mau Rapat, jangan sampai ada yang lupa!" perintah Pak Herman.
Walau sedang galau, tapi Ela tetap profesioanl dalam pekerjaan, semuanya dia siapkan tanpa ada yang tertinggal.
Membuat Wisnu makin kagum dengan Ela, sayangnya Ela bukan jodohnya pikir Wisnu nelangsa, sampai jam makan siang.
"Kenapa loyo, masih berantem sama Bagas?" tanya Pak Herman.
Ela hanya mengangkat bahu tak menjawab.
"Kenapa?" tanya Wisnu ingin tahu.
"Sudah seminggu, handphone Bagas tidak bisa di hubungi." jawab Ela datar.
"Coba sini nomornya aku yang telephone," kata Pak Wisnu.
Ela pun menyodorkan handphonenya pasrah.
"Tuuut. Tuuut, tersambung kok,"
"Halooo," suara wanita di sebrang sana.
"Maaf ini nomornya Bagas ya?" tanya Wisnu pura-pura.
"Iya Pak, maaf ini dengan siapa ya?" tanya wanita itu ke Wisnu.
"Saya teman SMA Bagas, kalau boleh tau Mbak siapa ya?"
"Oh saya Istrinya Bagas, kami baru satu minggu menikah, hari ini Handphonenya ketinggalan, nanti kalau pulang kerja saya sampaikan ke Bagas, oya siapa ya namanya," tanya wanita itu lagi.
"Bilang saja ke Bagas, saya Wisnu saudaranya Ela," tuuut tuuut handphone tiba-tiba mati.
Ela yang dari tadi mendengar percakapan Wisnu di telepone hanya diam tidak bergerak, seperti shock.
Wisnu dengan susah payah memeluk Ela, mencoba memberi sandaran, sayang Ela seperti benar-benar shock, di tidak bisa bicara.
Akhirnya Wisnu dan pak Herman antar Ela pulang, begitu lihat Ibunya, Ela menangis sejadinya, kebetulan ada Rudi kaka Ela.
Dia dulu sahabatnya Pak Herman, begitu dengar cerita tanpa ba bi bu, Rudi langsung tancap gas pergi ke rumah Bagas.
H-20, pihak catering juga gedung menghubungi, minta sisa pembayaran, begitu juga undangan yang sudah di cetak, pihak W.O pun sudah telepone ulang kali mau tanya gaun yang di pakai juga tema yang mau dipakai nanti.
Ela benar-benar tak sanggup berkata-kata, keluarga Bagas menjelaskan, di kalimantan Bagas terlanjur menghamili anak sana, mau tidak mau, Bagas harus tanggung jawab, begitu jelas keluarganya.
Mereka akan menanggung semua biaya, tapi mereka minta membatalkan pernikahan.
Ela benar-benar tidak bisa berkata-kata.
H-10, Wisnu datang ke rumah Ela, tangan dan kakinya sudah bisa bawa motor besarnya, Wisnu minta ijin ke Ibunya Ela untuk mengajak Ela jalan.
Biar pikirannya tenang, karena Ela sudah tiga hari tidak keluar kamar.
"Ela, ada Pak Wisnu," kata Ibunya mengetuk pintu kamar Ela.
Dengan ogah-ogahan Ela membuka pintu kamar, "maaf Pak, saya lagi ga bisa pikir kerjaan," suaranya parau.
"Saya ga ngomongin kerjaan, saya mau ajak kamu jalan, sana mandi trus ganti baju, kamu bau, ih jorok." jawab Wisnu.
Mau tidak mau Ela nyengir, dan seperti biasa tidak ada rasa malu atau sungkan.
Setelah mandi, Ela siap dengan jeans belelnya, kaos oblong, di ikatnya rambutnya, tak lupa jaket dan tas FILA yang kekinian.
Wisnu melihat Ela tampak kurus, tapi tetap terlihat cantik.
Masuk ke sebuah Rumah Makan, Wisnu langsung pesan, ayam bakar, bebek goreng, iga bakar, udang goreng, capcay."Banyaknyaaaaa, siapa yang mau makan?" Ela bertanya kebingungan.
"Anggap ini menu selama tiga hari kamu ga makan," jawab Wisnu santai.
Lagi-lagi Ela nyengir.
"Perut saya mana muat Pak," Ela tertawa."Kan kalau ga habis tinggal bungkus kasih anak-anak kost bereskan," jawab Wisnu.
Setelah makan, Wisnu melihat Ela yang semangat makan, cenderung kelaparan.
"Kamu mau ga nikah sama aku?" tanya Wisnu.
Uhuuuk, Ela tersedak, nasi yang ada dalam mulutnya meloncat keluar, hampir mengenai muka Wisnu yang lagi serius.
Setelah minum cepat-cepat, Ela malah tertawa ngakak, liat muka Wisnu.
"Kok malah tertawa, aku serius, kita nikah di tanggal yang sudah kamu tentukan, tidak usah pesta mewah, yang penting kita nikah SAH, tapi kalau kamu minta Pesta di gedung pun aku siap," kata Wisnu tegas.
"Bapak ini bicara nikah kayak orang main kelereng saja, sekarang bicara besok langsung main," sahut Ela masih tidak percaya, dengan kata-kata Wisnu.
"Aku serius," ucap Wisnu sambil mengeluarkan cincin berlian, model simple terlihat kuno.
"Ini cincin nikah Ibu sama bapakku, kemarin aku sudah bicara sama Ibu, anak-anak juga setuju, aku di kasih ini untuk melamarmu,"
"Lantas Irene mau di kemanakan?" tanya Ela dengan polosnya.
"Emang aku ada hubungan apa sama Irene, kamu jangan salah paham, dia memang dekat karena dia memaksa untuk membantu, bukan kemauanku,"
Ela tak dapat berkata-kata hanya meng iya kan perkataan Wisnu, hari itu tiba-tiba selera makannya bertambah tiga kali lipat.
Hari H, akhirnya Ela menikah juga, dengan laki-laki yang berbeda, tapi yang pasti pernikahan itu berdasarkan suka sama suka, tanpa paksaan dan penuh persetujuan.
TAMAT