Sudah dua hari berlalu, semua baik-baik saja. Rachel, si gadis aneh itu sudah tidak bicara aneh-aneh lagi, aku belajar dengan tenang, dan semua normal-normal saja. Rachel tidak terlihat seperti orang yang mudah bersosialisasi, namun kenapa saat kemarin ia bicara padaku, seolah kami sudah dekat sejak lama?
Sekolah tidak menyenangkan, tidak juga membosankan. Tidak buruk-buruk juga. Tapi cukup melelahkan dan aku saat ini sedang dalam mood ingin cepat-cepat sampai ke rumah, padahal sekarang masih pukul sebelas lewat dua puluh.
Keadaan sekolah selalu seperti biasanya, ramai. Banyak perempuan yang bergosip, bercerita tentang ini-itu, ada juga anak lelaki yang berlarian atau sekedar bercanda. Aku sejak dulu tidak pernah memiliki seorang teman sekalipun. Heran rasanya seperti apa.
Sesekali aku menangkap pembicaraan murid perempuan, mereka membicarakanku, membicarakan soal fisikku seperti tubuh dan wajahku yang bagus, atau nilai-nilai raport yang lumayan. Aku tidak sering mendapatkannya, hanya beberapa sejak aku masuk sekolah ini.
Tapi sebetulnya itu membuatku agak tidak nyaman.
Rachel juga kelihatannya tidak berniat untuk mencari teman. Ia hanya duduk membaca buku mitologi di sampingku. Ini cukup canggung, tapi akan lebih canggung lagi jika aku keluar kelas tanpa tujuan ingin ke mana. Bersyukur anak ini sudah tidak lagi mengawasi, mewaspadai dan mengamatiku.
Tapi ada yang janggal akhir-akhir ini, aku selalu merasa seperti diawasi. Setiap langkah aku masuk kamar, setiap aku beranjak tidur, aku makan dan belajar. Semuanya. Aku merasa seperti ada mata yang melihatku, aku tidak tahu.
Aku melirik pada Rachel yang sedang berkutik pada buku tebalnya, tepat saat ia menatap ke arahku. Tatapan matanya menusuk, seperti mata elang. Mengawasi dan membuat siapa saja yang menatapnya akan diam di tempat. Rasa horrorku tiba-tiba menyelimuti kulit.
Rachel ini memiliki pesona yang bagus, tapi menakutkan juga ternyata.
***
Aku pulang sekolah menuju rumah. Jalan seperti biasanya. Tidak banyak makanan yang aku makan hari ini, jadi perutku lumayan lapar.
Aku berhenti sebentar di toko es krim dan membeli satu potong hanya untukku, lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Ckrek!
Aku melihat ke arah belakangku. Ternyata hanya cewek-cewek genit yang sedang mengambil gambarku seraya cekikikan dan memekik kegirangan mendapat hasil potretku yang mungkin bagus.
Mereka segera menyadari tatapanku, lalu segera pergi tanpa mengucapkan satu patah kata maaf. Ada rasa kesal yang menyelimuti dadaku, rasanya aku ingin meneriaki mereka, namun diam mungkin adalah pilihan terbaik.
Selagi mereka tidak macam-macam dengan hasil fotoku!
Aku sampai ke rumah, namun es krimku masih belum habis. Tidak ada nafsu makan lagi, aku buang ke tempat sampah yang ada di depan rumahku kemudian masuk ke dalam dan disambut dengan sapaan hangat dari ibu:D
Aku melepas tas sekolahku, lalu berlari kecil ke tangga menuju kamarku.
Entahlah, hari ini melelahkan sekali, aku segera membuka dasi yang sedari tadi mencekik leherku, melepas ikat pinggang juga kaus kaki melempar semuanya ke belakang pintu dan menjatuhkan diriku di atas kasur.
"Aih, benar-benar." Gumamku. Seharusnya hanya aku yang dengar. Seharusnya. Tunggu beberapa detik damai sampai akhirnya sebuah suara menginterupsi.
"Bagaimana bisa anak seorang dewa kelelahan?" Ujar seseorang.
Aku melotot lalu segera bangkit dari posisi tidur-tiduranku. Demi apapun, bagaimana bisa perempuan ini hadir sampai ke sini! Dia tidak pernah absen dari pandanganku ternyata!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Power
ФэнтезиKetika ego bahkan mengalahkan nafsu, bola kristal dengan segala kekuatan di dalamnya membuat seluruh dewa jahat haus akan kekuasaan. Neptunus, sang dewa air meminta anaknya Wong Ray menjaga bola kristal tersebut ke bumi dan menyembunyikannya dari p...