Namaku Arlia Dinda. Aku sekarang duduk di bangku SMA. Dan saat ini, aku menjadi siswa baru di sekolah. Menjalani MOS adalah masa yang cukup sulit bagiku."Kalau ada yang tidak membawa barang-barang yang di perintahkan, namanya akan dicatat dan diberi hukuman!" Panitia MOS berteriak.
"Kamu! Mana topimu?" Teriak panitia MOS kepadaku.
"Anu kak, saya lupa." Kataku.
"Tidak ada kata lupa! Catat namamu dan kumpulkan tanda tangan panitia sebanyak 20 orang!" Kata Panitia itu, yang namanya Alifia Azzahra. Bagaimana aku bisa tahu? Kulihat namanya di ID Card-nya
"Sekarang kak?" Tanyaku.
"Tahun depan!"
"Oh ya udah."
"Ya sekaranglah! Sana cepat!" Teriaknya lagi.
"Kenapa harus berteriak sih?" Gumamku.
Saat berjalan menuju gedung sekolah, aku melihat 4 orang panitia MOS perempuan. Tentu saja aku bisa mengenali mereka dari ID Card yang mereka pakai.
"Permisi kak, boleh saya minta tanda tangan?" Tanyaku dengan sopan.
"Lo mau tanda tangan?" Tanya salah satu panitia yang ku tebak akan melakukan hal yang kurang menyenangkan terhadapku.
"Iya kak, kalau kakak berkenan" senyumku kikuk.
"Gini, kalau lo mau tanda tangan, lo harus lari keliling lapangan 5 kali. Habis lari, baru deh gua kasih lo tanda tangan."
"Memangnya peraturan sekolah bilang seperti itu kak?"
"Heh! Lo ga usah ngebantah! Buruan! Lo mau ga sih?" Sepertinya kakak kelas ini kurang menyukaiku. Entah kenapa.
"Baik kak." Lekas aku tinggalkan mereka menuju lapangan dan berlari sekuat tenaga.
"Emang lo beneran mau kasih dia tanda tangan Cit? Tumben lo baik, biasanya lebih ekstrim dari itu?" Tanya salah satu teman kakak panitia yang galak itu. Yang ku ketahui namanya adalah Citra.
"Enggaklah, gue bakalan nyusahin dia dulu"
"Terus habis lari lo bakal kasih?"
"Ya enggaklah hahaha"
"Gila lo Cit"
Sejujurnya, aku tidak mau mengikuti kata Panitia kurang ajar itu. Namun, mau bagaimana lagi, jumlah panitia MOS hanya ada 27 orang. Dan aku harus mendapatkan 20 tanda tangan dari orang yang berbeda-beda.
Aku akhirnya berlari sekuat tenaga. Bohong kalau aku bilang tidak lelah. Tapi mau bagaimana lagi.
Akhirnya aku selesai 5 putaran. Peluh dan keringat membasahi tubuhku. Aku menghampiri kakak-kakak kelas tadi.
"Permisi kak, saya sudah melakukan perintah kakak, sekarang saya mau menagih janji kakak." Kataku dengan sopan.
"Enak aja lo! Perintah gue belum selesai! Sekarang lo pergi beliin gue minum sana!" Teriaknya di depanku.
"Tapi kak, perjanjiannya kan tidak begitu?"
"Ga usah banyak bicara, cepet sana!"
"Saya tidak mau kak, kalau kakak tidak mau ya sudah, saya permisi." Saat akan berbalik untuk meninggalkan mereka, kakak kelas yang bernama Citra itu mencekal tanganku.
"Heh! Mau kemana lo! Mau gue hukum?!"
"Maaf kak, tapi sekarang saya lagi buru-buru, saya harus kumpulin tanda tangan." Ku lepas cekalan tangannya, namun ia menarik rambutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise Me
RomanceIni kisahku. Kisah yang cukup sulit aku utarakan dalam bentuk tulisan. Kisah yang bahagia namun berujung menyedihkan. Berpisah hanya karena tidak sepaham. Bukannya saling mengerti, malah saling menyalahkan. Namun, akhirnya malah menyesal. Tapi maaf...