Inspirasion_2

543 49 3
                                    

Langit dilampiri selendang emas mega teman awan. Dihiasi nyiur angin yang lembut membelai wajahnya perlahan. Hari sudah sore. Tak disangka, mereka berdua telah melewatkan beberapa ratus menit selama mengelilingi museum tadi. Bertemu dengan benda-benda saksi bisu akan kekejaman dan perkembangan zaman membuat keduanya melalui berjam-jam waktu  mereka dengan perkiraan hanya melewatkan beberapa menit saja di museum. Tentu saja waktu bagi pengunjung sudah selesai. Tapi bermodalkan selembar kertas tugas legal dari badan pers mahasiswa Universitas untuk wawancara pada manager utama membuat mereka dapat izin tinggal sampai apa yang mereka maksudkan tercapai.

Kini Sehun dan Soojung duduk-duduk di pinggir danau yang ada di samping bangunan Museum. Danau disana seperti memang di bangun untuk memperindah bangunan sarang artefak penting itu. Air tenang danau memantulkan pohon-pohon serta bangunan museum yang berdiri konsisten mengelilinginya. Sementara anak angin melambai wajah mereka berdua yang kini terlihat lelah.

“Aku akan cari makanan sambil menunggu manager itu datang. Kita bahkan tidak makan siang.” ujar Sehun segera berdiri dari duduknya lalu pergi berlalu dari tempat itu. Setelah Sehun menjauh, Soojung menghela nafas lega. Sejak mereka difoto tadi, Soojung jadi salah tingkah dan lebih terkesan pendiam. Begitu pula Sehun. Keadaan jadi mendadak kaku diantara mereka. Perlahan, Soojung memegang dada dan mendapati degup jantung yang masih cepat didalam sana. Merasa perasaannya jadi meluap tak menentu, Soojung berfikir ingin melihat-lihat apa yang telah mereka dapat dari obeservasi tadi. Setelah puas membolak balikan catatan kecilnya, Soojung menoleh ke tempat kosong di samping tempat duduknya. Di tempat diamnya seonggok kamera dan sebuah buku album foto milik Sehun. Iseng, Soojung mengambil buku koleksi foto-foto itu.

Dan dia tersenyum. Sehun memang hebat. Seperti katanya, street photography mengambil gambar-gambar real yang terjadi dimanapun, kapanpun. Seperti gambar ini. Gambar seorang anak yang berlari di taman di pinggir jalan pada sore hari. Sehun, entah bagaimana caranya membuat anak itu terlihat seperti sedang berlari meraih matahari. Dengan senyum semangat demi cita-citanya. Soojung membuka lembar demi lembar album itu, dan selalu terpesona akan gambar-gambar yang ditemuinya.

Sampai detik berikutnya, Soojung terkesiap. Dia melihat seorang perempuan yang sedang duduk termenung dengan buku di pangkuannya di bawah sebuah pohon pada musim gugur. Foto itu diambil dari samping dari jarak yang tidak terlalu jauh. Kolaburasi angin dan dedaunan kemerahan musim gugur menjadi latar foto itu. Dan Soojung tau benar siapa wanita itu yang tak lain adalah dirinya sendiri. Dia buka lembar berikutnya, yang juga adalah foto Soojung. Kini saat dia sedang menyanyikan sebuah lagu untuk seorang anak kecil di pinggir jalan. Selanjutnya foto Soojung pada musim dingin kemarin. Betapa Soojung terkejut. Foto-fotonya terhitung lebih hampir setengah dari semua foto koleksi milik Sehun. Soojung ingat hari-hari itu. Hanya dia tidak pernah tahu kalau Sehun memfotonya. Kapan? Bagaimana caranya?

“Aku hanya mendapatkan ini.” tiba-tiba suara Sehun mengagetkan lamunannya. Refleks Soojung langsung menutup album koleksi foto Sehun dan berusaha bersikap biasa.

“Ah, tak apa.” jawab Soojung menerima bungkusan makanan dan air mineral dari Sehun. Sehun kembali mendudukkan dirinya di samping Soojung. Mereka diam selama beberapa saat. Kemudian terdengar Sehun menghembuskan nafas dengan keras.

“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, jung.” ujar Sehun. Soojung diam siap mendengarkan. Dia terlihat tenang padahal sejatinya sangat gugup. Tangannya tambah erat mencengkram botol air mineral.

“Kau tahu tidak, kenapa aku tidak memanggilmu kakak padahal kau lebih tua dariku?” tanya Sehun.

“Tidak. Tapi aku senang kau memanggilku dengan nama.” jawab Soojung apa adanya.

“Asal kau tahu, itu agar kau tidak menganggapku adik. Dan aku juga tidak perlu menganggapmu kakak.” kata Sehun lagi. Soojung mengangguk paham.

“Itu karena aku takut ada sebuah ikatan lain di antara kita. Karena aku ingin jadi pria dimatamu. Bukan adik.” tambah Sehun menoleh menatap Soojung. Soojung ikut menoleh sambil menautkan kedua alisnya. Dia masih mencerna ke arah mana maksud pembicaraan Sehun.

 “Menurutmu kenapa di album koleksi fotoku, kau adalah objek yang paling mendominasi? Kau sudah lihat, ‘kan?” Soojung kembali terkejut lalu menggeleng.

“Dalam photography, hal yang paling penting adalah komposisi. Tapi menurutku tidak begitu. Bagiku, yang paling penting adalah mood dan sudut pandang photographer itu sendiri. Dan aku sering kali hampir tidak mendapatkan sudut pandang yang bagus karena moodku dalam photo hampir selalu buruk. Tapi tahukah kau, kalau yang dapat membangkitkan inspirasi, semangat, dan mood baik dalam diriku adalah kau? Karena itu aku mengambil banyak foto dengan kau sebagai objeknya. Agar inspirasi itu selalu datang.” jelasnya.

“Ah, kau ini. Bicaramu mulai melantur tau! Ayo kita kembali ke museum, mungkin managernya sudah datang.” timpal Soojung mengalihkan pembicaraan sambil beranjak berjalan menjauhi tempat mereka berdua duduk.

“Tidak!” sergah Sehun yang tiba-tiba menarik tangan Soojung dari belakang. Membalikkannya sekaligus lalu membawa Soojung ke dalam dekapannya.

Soojung terkesiap. Jantungnya berdebar lebih kencang.

“Kau pikir aku main-main?” tanya Sehun yang kepalanya berada di samping kepala Soojung. Soojung mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia meyakinkan dirinya sendiri kalau Sehun memang tidak main-main. Tidak pernah main-main.

“Itu karena aku menyukaimu. Ah, bukan. Itu karena aku mencintaimu, Jung Soojung...” ucap Sehun dalam sebuah bisikan tepat di telinga Soojung.  

“Se-sejak kapan?” akhirnya Soojung dapat mengusahakan sebuah kalimat keluar dari mulutnya. Sehun mempererat pelukannya. Soojung tidak pernah merasa dirinya kecil, tapi saat tangan Sehun dapat merengkuh seluruh tubuh membuatnya senang. Juga tinggi mereka. Soojung baru sadar kalau Sehun begitu tinggi dibanding dirinya.

“Sejak saat aku tahu. Kaulah pemberi inspirasi bagiku. Sejak aku tidak bisa menahan diri barang sehari untuk tidak menatap potret wajahmu.” jawab Sehun. Soojung dapat merasakan hatinya berbicara. Dia dapat mengerti kini apa yang diinginkannya juga. Perlahan, Soojung mendorong tubuh  Sehun menjauh. Tapi Sehun tidak membiarkannya. Mereka bertatapan meski tangan Sehun masih melingkar di pinggang Soojung.

“.......”  

Soojung diam terkesima. Baru sekarang dia bertatapan sedekat ini dengan Sehun. Dan baru sekarang dia sadar kalau lelaki di hadapannya itu sangatlah tampan. Mata, hidung dan bibirnya sempurna. Betapa mood Tuhan sedang baik saat menciptakan dia.

Sehun tersenyum lembut lalu memindahkan kedua tangannya dari pinggang Soojung beralih merengkuh wajah Soojung. Sehun menempelkan dahinya di dahi Soojung. Menatapnya lembut. Sedetik kemudian dia memiringkan wajahnya dan meraih bibir Soojung dengan bibirnya selembut mungkin. Soojung yang juga merasakan hal yang sama sedikit menengadahkan kepalanya. Meminta posisi yang pas saat bibir mereka saling memeluk.

Beberapa menit mereka terus berciuman seperti itu. Setelah itu Sehun kembali mengangkat wajahnya.

“Sekarang kau percaya?” tanya Sehun kemudian. Soojung mengangguk perlahan. . 

“Jung Soojung, will you be my girlfriend?”

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.

.
.
.

End


End

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SeStal StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang