Part 8

4.7K 164 3
                                    

#Mendulang_Bahagia_Ditengah_Nestapa
Part 8

Waktu berlalu begitu cepat.
Aku sudah bisa "move on" dari mantan suami pengecut itu. Keluargaku seakan terbiasa dengan kondisi yang sekarang ini. Melalui hari-hari dengan status puterinya yang sebagai seorang janda. Akupun tidak masalah dengan gosip orang-orang, aku tidak mau ambil pusing. Masa depanku hanyalah Aira saat ini.

Dan selama ini aku mulai dekat dengan Hasan. Entah mengapa, Hasan tidak canggung berteman dengan janda. Bahkan adiknya sudah akrab denganku.
Apalagi bapak dan ibu, Hasan adalah orang yang pintar mengambil hati orangtua. Dia bisa mengobrol dengan baik dan sopan.
Aku mulai mengikuti pengajian-pengajian wanita dan membawa serta Aira. Guna untuk mendapatkan ilmu agama yang lebih mantap agar aku tidak merasa sendiri.

Sampai suatu hari...

Toook.... toookkk toookkk...
"Assalamualaikum."
Dari dalam kamar aku menyahut,
"Waalaikumussalam." Seraya ku pakai hijabku.

Mas Aziz!!
Degup jantungku semakin kencang. Nafasku tak beraturan. Mataku tak sanggup melihat sosok pengecut ini hadir kembali.

"Mau apa?"
"Bolehkah aku masuk, dek?"
"Diluar saja. Ibu bapak sedang ke kondangan. Mau apa?"
"Oh, aku mau minta maaf, dek. Aku salah, aku khilaf. Maafkan aku, dek."

Mas Aziz berlutut dikakiku. Langsung kucegah. Aku tidak mau bersentuhan dengan lelaki bukan mahramku.
"Pergi, Mas."
"Aku mau lihat anak kita, dek. Pasti dia sudah besar."
"Anak? Kamu merasa membiayai dia? Hah, pergi saja sana. Aku muak melihat wajahmu!!" Bentakku.
"Dek, aku mau kita seperti dulu lagi. Aku janji aku akan lebih baik dan menuruti semua mau mu. Aku janji, dek."

Sungguh hatiku berkecamuk.
Aku benci orang ini. Aku muak melihatnya.

"Pergi, Mas!! Sebentar lagi bapak datang. Kamu akan diusir."
"Biar saja. Aku rela."
"Buuuuuu..." Teriak Aira yang masih tergopoh-gopoh karena baru belajar berjalan.
"Hah? Itu anakku? Anakku perempuan? Alhamdulillah."
"Pergi kamu!" Sambil ku dorong badannya yang ingin meraih Aira. Segera ku kunci pintu.
"Dek, dek, dek. Tolong buka pintunya dek."
Aku masuk kamar bersama Aira.
Ah, siang yang menyebalkan.

***

Sudah lama saat dia datang kerumah waktu itu, aku tidak cerita kepada bapak dan ibu. Takutnya mereka akan kaget.

"Aku ingin melamarmu,Ri."
"Hah?"
Sore itu diwarung Hasan mengutarakan niatnya.
Hatiku sedikit bahagia.
"Apa, San?"
"Aku ingin melamarmu."
"Serius kamu, San? Aku janda."
Setengah berbisik kami berbicara
"Iya serius. Lusa aku bawa papah mamah ku kerumah kamu."

Jegeeeerrrrr... Bagai hujan salju disore hari..

"Pak, ada yang mau saya bicarakan."
Hasan beranjak dari tempat duduknya menghampiri bapak.
"Pak, saya ingin melamar Riri."
Tentu saja bapak kaget. Bapak tidak percaya.
"Opo iyo? Sing tenan kowe, San?"
"Njih, Pak. Saya serius sama Riri."
"Bu,rene o (sini). Nih,Hasan arep ngomong."
"Apa, San?"
"Bu, Hasan mau melamar Riri."
Sontak ibu kaget juga.
Akupun ternganga mendengar Hasan berbicara seperti itu.
"Iki tenanan, Ri? (Ini benar,Ri?)"
"Loh aku gak tau. Tanya Hasan." Aku terbata-bata setengah takjub. Pria iniiiii...

"Lusa saya akan membawa kedua orangtua saya kerumah bapak. Saya ingin serius sama Riri."

Sore hingga malam itu aku tak konsentrasi menjuali para pembeli. Ada yang salah taruh makanan, minuman tumpah dan lain-lain. Pikiranku kacau.

Mendulang Bahagia Ditengah NestapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang