☀️ Jeno/Jaemin ☀️
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jeno, aku ingin ke Alaska."
Yang disebutkan namanya hanya membalas dengan gumam singkat, tidak disertai dengan perubahan ekspresi, gerakan, bahkan helaan nafas sekalipun.
"Tidak dengar?" suaranya teredam oleh selimut tebal yang menyembunyikan seluruh tubuhnya dengan sempurna. Surai merah mudanya yang berantakan menyembul dari ujung selimut yang terpilin karena gerakannya yang tak berhenti sejak berjam-jam yang lalu.
"Jeno, tidak dengar?!" teriaknya sekali lagi.
"Aku mendengarmu, Jaemin."
Jaemin berguling dengan susah payah untuk melepaskan selimut yang membelit tubuhnya, berputar ke segala arah dan berakhir membenturkan kepalanya dengan keras pada kaki Jeno yang berbaring di ujung tempat tidurnya.
"Kenapa kakimu ada disana," protesnya saat berhasil membebaskan diri. Laki-laki itu duduk dengan kedua tangannya yang mengusap kepalanya yang berdenyut dengan kasar.
"Rasanya seperti menghantam batu, kau tahu?" gumamnya.
Jeno mengangkat bahu tidak peduli, dia meletakkan bukunya begitu saja dan beranjak dari tempat tidur. "Entah kepalamu yang baru saja menghantam batu, atau kakiku yang baru saja dipukul dengan batu."
Jaemin membuka matanya lebar-lebar, memperhatikan punggung kokoh yang telah menjadi favoritnya selama puluhan tahun dengan mata yang memicing curiga. "Kemana kau? Tidak mau—"
"Putih atau hitam?" Jeno bertanya tanpa menoleh. Tangannya menelisik tumpukan pakaian yang tersusun berdasarkan warna dan menarik satu diantaranya dengan hati-hati agar tidak membuatnya berantakan.
"Merah, merah, merah" usul Jaemin tidak sabaran. "Aku ingin warna merah hari ini."
Sayangnya pilihan itu sama sekali tidak dihiraukan oleh Jeno, membuatnya kembali berusaha menutup kulit tubuhnya dengan selimut sekali lagi.
"Aku tidak mau jika tidak merah," tolaknya saat tangannya ditarik dengan paksa oleh Jeno yang berusaha memasukkan lubang kaus ke kepalanya.
"Kita kehabisan baju berwarna merah kalau kau lupa," gumam Jeno. Dia berhasil memaksakan kepala kekasihnya untuk masuk kedalam kaos bersih itu tanpa kesulitan yang berarti, "kau merobeknya beberapa hari yang lalu. Tidak ingat?"
Jaemin menggeleng, "kenapa aku merobeknya?"
"Coba ingat-ingat kenapa, aku tidak mau memberitahumu."
Jeno turun dan beranjak untuk mengganti pakaiannya sendiri, mengabaikan kekasihnya yang kini terdiam bagai patung dengan mata memicing tajam pada langit-langit.
"Kenapa ya?" Jaemin bergumam. "Pasti bukan sesuatu yang penting jika aku tidak mengingatnya."
"Jika tidak mengingatnya pun tidak akan jadi masalah," timpal Jeno. "Kau kan memang hampir tidak mau mengingat apa saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sei La Mia Vita
Fanfiction//Mature Content! // (ROSE Sequel, Prequel) Our origins are different, Our past is different, Everything about us is different until the day you and I fall in the same hole.. . . And now, leave all our differences, Because, our future is the same...