• 3 •

7.5K 91 15
                                    

"Menikah secepatnya?"

Ally merapatkan bibirnya ketika mendengar nada kaget kedua orang tuanya. Ben mengantarnya kembali ke rumah siang itu setelah Ally bangun. Gadis itu langsung berlari masuk ke dalam kamar sebelum kedua orang tuanya sempat menyapanya. Dia keluar dari kamar dengan pakaian lengkap dan duduk di sofa dengan Ben. Lalu laki-laki itu langsung mengutarakan keinginannya.

Tanpa basa-basi lagi.

Ibunya mengerjap senang. "Selama Ally bahagia, kami mengijinkan."

Mata ayahnya terbelalak. "Tapi, bukankah ini terlalu cepat?"

"Aku sudah menunggu Ally cukup lama," Ben tersenyum kecil. "Jadi kurasa, memang sudah waktunya."

Ally menahan napas ketika tangan Ben menggenggam tangannya. Pipinya merona merah.

"Baiklah, itu bisa diatur," ayahnya mendesah berat. "Untuk persiapan, kalian butuh waktu kurang lebih enam bulan, aku ingin melangsungkan pesta megah untuk kalian."

Ben mengangguk. "Aku punya satu permintaan lainnya."

"Apa itu, Ben?" tanya ibunya.

"Aku ingin Ally tinggal denganku," Ben tersenyum kecil. "Supaya kami tidak kesulitan untuk menyesuaikan diri untuk tinggal bersama setelah pernikahan nanti."

"Aku mengerti, tapi," ibunya melirik Ally sekilas. "Apa kalian melakukannya dengan pengaman?"

Ally hampir tersedak ludahnya sendiri.

"Mama!" protes ayahnya kaget.

"Aku cuma tidak ingin anak kita mengandung saat dia menikah nanti," ibunya mendengus.

"Aku tidak bisa menjanjikan hal itu," Ben menjawab dengan gamblang. "Karena aku juga ingin punya anak secepatnya."

Ally menelan ludah memikirkan berapa kali mereka melakukannya dalam waktu satu malam.

Bahkan mereka melakukannya tadi pagi.

"Baiklah," kata ibunya pasrah. "Itu terserah kalian, jika memang kalian sudah siap punya anak, aku juga tidak bisa melarang."

Perbincangan mereka berpindah pada penentuan tempat dan tanggal. Setelah itu, ayah dan Ben berpamitan untuk pergi ke rumah sakit untuk bekerja. Ally kembali ke kamarnya dan memilih untuk beristirahat.

"Kamu ngga mau makan dulu?"

"Tadi udah makan sebelum ke sini," Ally tersenyum kecil pada ibunya. "Kak Ben memasak pasta untukku."

Ally ingat dia menatap dengan takjub sosok Ben yang sedang memasak di dapur rumahnya. Gerakannya sangat luwes dan kelihatan seperti laki-laki yang memang sering memasak sendiri. Melihat Ben yang tinggal sendirian, sepertinya laki-laki itu memang selalu memasak sendiri. Aroma saus tomat memenuhi ruangan dan perut Ally berbunyi keras. Ben mendengarnya dan tertawa pelan.

"Sebentar ya," bibir Ben tersenyum geli. Dia buru-buru menuang pastanya ke piring dan menyajikannya di depan Ally.

Mata gadis itu berbinar dan menatap Ben malu-malu. "Um, Kakak ngga makan?"

"Aku cukup sarapan kopi saja," dia mengangkat mug berisi kopi hitamnya. Dia duduk di hadapan Ally. "Sekarang makanlah, aku sudah membuatmu terlalu lelah semalam."

Pipi gadis itu memerah dan dia mencibir. Tangannya meraih garpu di piring itu dan mulutnya meniup pasta yang masih panas itu. Mulutnya mulai mengunyah makanan yang masuk ke dalamnya dengan cepat.

Rasa masakan Ben sangat enak, ngomong-ngomong.

Ally bahkan menambah porsi makannya tadi pagi karena masakannya benar-benar enak. Karena itulah sekarang dia merasa sangat kenyang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Little Love (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang