P e m b u k a a n

6.5K 74 0
                                    

Ally tidak bisa mengalihkan matanya.

Bahkan ketika mata mereka bertemu dan laki-laki itu bergerak mendekat, Ally tetap menatapnya. Tubuhnya jauh lebih tinggi dari gadis itu. Tegap, berbahu lebar dan sedikit berotot. Kemeja hitam pekat yang dia gunakan menempel dengan pas di tubuh itu. Ally menelan ludah ketika laki-laki itu berhenti di depannya.

Gadis itu menahan napas ketika tangan laki-laki itu menyentuh tangan kanannya. Dia menarik punggung tangan gadis itu ke bibirnya dan mengecupnya pelan. "Tamara Allison Nandini," gumamnya kemudian menurunkan tangan Ally. Matanya menatap Ally intens. "Happy birthday to you."

Pipi Ally memerah. Ally berusaha menarik tangannya yang masih ada dalam genggaman laki-laki itu tapi tidak berhasil. Karena ibu jari laki-laki itu mengusap punggung tangannya lembut. Rasanya gadis itu ingin melompat-lompat hanya dari sentuhan singkat itu.

"Thank you," balas Ally dari balik bulu mata lentiknya. "And you are...?"

"Oh, maaf," laki-laki itu tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi yang tertata sempurna. "Benjamin Chendrakusuma. Rekan kerja ayahmu di rumah sakit."

Ally mengangguk kikuk. Dia tidak mengerti kenapa jantungnya masih berdegup tidak karuan. "O-oh, begitu ya," Ally meringis ketika merasakan dirinya pasti terlihat bodoh. Dia memiliki IQ di atas rata-rata, kenapa dia harus terlihat bodoh sekarang?

"Panggil saja Kak Ben," laki-laki itu meremas pelan tangan Ally yang sejak tadi masih ada dalam genggamannya. "Aku baru berumur dua puluh lima tahun."

Ally mengangguk kikuk. "Kak Ben."

"Good girl," Ben tersenyum puas. Pipi Ally semakin memanas mendengar pujian itu. Matanya kemudian melirik lantai dansa. "Karna kamu sudah cantik begini, bagaimana kalau berdansa denganku satu kali saja?"

Ally tidak bisa menggeleng. Jika Ben bilang kalau dia ingin menculik Ally ke suatu tempat sekarang, gadis itu juga pasti akan menurut. Dia benar-benar terpesona dengan Ben dan rasanya ini benar-benar pengalaman sekali seumur hidupnya. Karena itu, Ally mengangguk. Hal itu disambut senyuman lebar Ben.

Tubuh Ally sedikit menegang ketika merasakan tangan Ben berpindah ke pinggangnya. Tangan hangat itu menyentuh pinggang Ally dan entah kenapa rasanya sangat intim. Dia menuntun Ally ke bagian tengah lantai dansa itu. Musik klasik perlahan terdengar memenuhi ruangan. Tapi Ally sudah terlalu terhipnotis dengan mata Ben.

Ben menuntun satu tangan gadis itu untuk diletakkan di pundaknya. Sebelah tangannya lagi Ben genggam. Tangan Ben yang bebas menyentuh pinggang gadis itu, menariknya mendekat hingga Ally terkesiap. Suara itu membuat Ben tertawa pelan. Berkat suara tawa itu, Ally sadar kalau jarak mereka terlalu dekat. Tawa pelan itu bisa dia dengar dengan jelas di telinga kirinya. Ally semakin gugup.

"Relax," Ben bergumam di samping telinganya, membuat tubuh Ally merinding. "Aku tidak ingin kamu salah melangkah. Ikuti aku dengan benar ya?"

Ally hanya bisa mengangguk. Perlahan, Ben menuntunnya untuk melangkah dan berputar. Ajaibnya, Ally tidak menginjak sepatu laki-laki itu satu kali pun. Dan malam itu, adalah malam paling ajaib di dalam hidup Ally.

My Little Love (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang