Seorang cewek dengan rambut panjang yang ia sengaja ikat kebelakang sedang duduk di sebuah meja yang berada di kantin kampus tengah asyik memainkan handphonenya yang sesekali menyeruput es teh dihadapannya.
Gayanya yang terbilang tomboy tidak menyurutkan pesonanya. Pasalnya, sedari tadi ia duduk disana dari beberapa menit yang lalu, banyak sekali pandangan terutama cowok memperhatikannya. Yang diperhatiin malah asyik dengan kesibukannya tanpa memperdulikan aksi curi – curi pandang dari sekitarnya.
“Anka! Sorry gue telat. Tadi jurnal praktek gue ada revisi dan harus dibenerin saat itu juga.” Seru seorang cewek dengan rambut sebahunya dan duduk di hadapan Anka. “sialan itu asdos! Ngerjain gue aja!” umpat gadis itu dan menyimpan alat – alat prakteknya di atas meja. Matanya melihat kearah Anka yang dari tadi hanya mengerjap – ngerjapkan matanya serta ekspresi bingung.
“lo napa Ka? Ya elah, nih bocah. Gue lagi curhat malah kagak ada reaksinya.”
“gue rada bingung gitu sama lo, Karin.”
Gadis yang bernama Karin itu mengangkat alis sebelahnya. Meminta penjelasan lebih dari Rere.
“kagak biasanya lo disuruh revisi jurnal, padahal diantara kita, lo yang paling rajin.”
“gue juga gak tahu! Sumpah, gue bete banget. Padahal nih ya gue udah ngerjain jurnal itu dengan sebaik mungkin tapi dasar aja tu orang matanya picek atau gimana kagak tahu gue lah.” Kesal Karin dan menyenderkan punggungnya di kursi. Tangannya dilipat di depan dada. “mentang – mentang jadi asdos, gayanya selangit banget!”
“ya elah, emang lo kebagian praktek apa sih?”
“perhitungan kadar hipoklorit.”
Anka mengangkat alis sebelahnya. “terus, lo kebagian asdos siapa?”
Matanya menatap kearah lain. “Irfan.” Jawabnya malas.
“ya elah, si Irfan mah emang blagu! Jurnal lo yang sekalipun dibilang sempurna mah pasti aja ada yang salah menurut dia. Apalagi sekarang tu orang jadi wakil presma, gayanya makin selangit aja.”
Karin mengangguk penuh semangat. “betul betul. Pokoknya nyebelin banget lah.”
“oiya, Anna mana? Kok gue belum liat dia?”
“tadi sih gue udah sms katanya sebentar lagi selesai ujian listeningnya.”
Mulut Anka hanya membentuk huruf “O” dan segera menyeruput es tehnya yang mulai habis. Tiba – tiba dari arah pintu kantin, terdengar suara riuh orang – orang. Karin dan Anka pun melihat kearah spot tersebut dan terlihat sesosok orang yang sudah tak asing lagi bagi Anka dengan ke dua orang yang sedang bersamanya sedang berjalan memasuki kantin.
“buset, gayanya udah kayak boys before flowers aja tu orang.” Gumam Anka dan menyeruput kembali es tehnya.
“kebagusan kalau disebut boys before flowers mah.” Kritik Karin.
“terus, bagusnya apa?”
Karin menatap Anka dan tersenyum miring. “kagak ada bagus – bagusnya, itu baru bener!”
Anka langsung tertawa terbahak – bahak dengan jawaban Karin. “bener banget. Setuju!”
“lagian gue bingung. Si Irfan itu kok bisa jadi wakil presma? Nah, orang yang berkacamata ditengahnya itu, yang selalu aja bawa itu tabletnya kemana – mana bukannya Fadly temen kecil lo ya? Tapi, gue perhatiin, tu orang kalau ngomong jarang banget sekalipun dia jadi asdos juga. Apa lagi mencoba membuat image cool ya?”
Anka melihat kearah mereka. Kalau dipikir – pikir, yang tadi dibahas oleh Karin itu adalah sang Presma yang satu jurusan dengan Anka dan Karin. Hanya dia dua tingkat diatas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely, My Swear, My Neighbour
Teen FictionApa??dijodohkan??tsk, rasanya hidupku ini bagaikan drama korea yang selalu aku tonton setiap harinya. Aku kira hal seperti ini hanya ada di film, cerita, novel atau yang lainnya. Ternyata terjadi pada diriku sendiri! Aku saja tidak pernah membayangi...