#3

0 0 0
                                    


"Pagi semuaaa..". Sapa Dian kepada ayah dan bundanya setelah memasuki ruang makan.

"Pagi sayang". Ucap orangtuanya kompak.

"Wiiih sandwich..". Seru Dian mendapati makanan favoritnya tersaji di meja makan.

"Iya, makan yang banyak yah". Ujar bunda Dian.

Dian mendudukan dirinya di antara ayah dan bundanya, mengambil satu potong sandwich lalu memakannya dengan lahap.

Erina dan Dalva menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putrinya itu.

"O iya, bunda yang nyetrikain seragam aku yah ?". Tanya Dian di sela-sela kunyahannya.

"Iya, kenapa memangnya ?". Tanya Erina.

"Bunda, Dian kan udah bilang, biar Dian aja yang nyetrika". Ujar Dian.

"Ya gapapa kan, sekali-kali bunda nyetrika punya kamu". Sanggah Erina lalu mengelus rambut Dian lembut.

"Yaudah tapi kali ini aja, nanti kalo bunda kecapean gimana". Pasrah Dian disertai nada cemasnya.

Memang Dian selalu mengurus benda-benda miliknya seorang diri, dan enggan menyerahkan semua pekerjaan rumah pada bundanya. Ia tidak ingin bundanya kelelahan dan jatuh sakit.

"Gemesin banget sih anak bunda". Erina mencubit kedua pipi cabi Dian pelan.

"Bunda ih, aku bukan anak kecil lagi". Protes Dian karena merasa terlalu dimanjakan oleh bundanya.

Mungkin bagi kebanyakan anak akan merasa senang jika dimanjakan oleh orangtuanya. Namun berbeda dengan Dian, ia lebih ingin diperlakukan sebagai teman oleh orangtuanya, yang akan menerima setiap keluh kesahnya, begitu juga sebaliknya.

Setelah melahap habis sandwich dan meminum susunya, Dian segera berpamitan pada ayah dan bundanya kemudian bergegas menuju sekolah, mengingat bel masuk akan berbunyi 10 menit lagi. Sedangkan untuk sampai ke sekolah Dian membutuhkan waktu setidaknya 20 menit.

Shit! Gue telat ini mah. Batin Dian sambil berlari menuju gerbang sekolah saat setelah turun dari bus. Dan ternyata memang benar, gerbang telah tertutup sempurna.

"Pak Ridwan bukain dong". Pinta Dian memelas pada sang satpam sekolahnya.

"Maaf dek, tidak bisa". Bantah sang satpam dengan sopan.

"Pleace pak, yah yah yah"

"Bukain pak!". Sahut seseorang dari arah belakang Dian.

Dian dan sang satpam lantas menoleh dan mendapati Dio berjalan mendekat dengan santainya.

Pak Ridwan langsung membuka gerbang sekolah tanpa melayangkan satu kata pun.

Dengan kedua lengan dimasukan kedalam saku celana, Dio melenggang santai melewati Dian, pak Ridwan serta gerbang yang telah terbuka separuhnya itu.

Dian mematung heran dengan kejadian barusan. Siapa Dio sampai pak Ridwan tidak membantah ucapannya. Apa ayahnya pemilik sekolahan? Ah, Dian rasa bukan. Lalu kenapa dengan mudahnya dia berbuat seperti tadi ?

"Woy. Mau masuk kagak !". Tegur Dio membuyarkan lamunan Dian.

Dian pun masuk kedalam sekolah sambil memasang ekspresi bingungnya.

Tantpa persetujuan, Dio menarik Dian menuju halaman belakang sekolah.

"Ih, lepasin! Ngapain bawa gue ke sini ?". Tanya Dian sambil mencoba melepaskan cengraman tangan Dio.

"Husst..Jangan berisik kalo ga mau dihukum". Dio menempelkan telunjuknya di bibir Dian tanda menyuruh Dian untuk berhenti bicara.
1
2
3
Deg..

Just One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang