Hadis adalah yang baru, Khabaran. Sedangkan secara istilah ahli hadis ditunjukkan kepada "Khabaran yang berisi ucapan, perbuatan, kelakuan, sifat atau kebenaran, yang orang katakan dari Nabi Saw, maupun khabaran itu sah dari Nabi Saw atau tidak".
Hadis juga disebut "Sunnah". "Kahabar" dan "Atsar". Tetapi acapkali yang mengandung sabda Rasulullah Saw saja yang dikatakan hadis.
Hadis yang menurut pemerikasaan, benar datangnya dari Nabi Saw, para ulama menamakannya "Shahih" atau "sah".
Hadis yang menurut pemerikasaan, tidak betul atau belum nyata benarnya dari Nabi Saw, Ulama menyebutnya "Dha'if" atau "Lemah".
Contoh hadis Shahih:
قَالَ النَّبِيُّ ض تَجِدُ مِنْ شَرِّالنَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَاللهِ ذَاالْوَ جْهَيْنِ الَّذِيْ يَأْتِيْ هٰؤُلَۤاءِ بِوَ جْهٍ وَهٰؤُ لَۤاءِبِوَجْهِ. (البخاري)
Artinya:
Telah bersabda Nabi Saw: "Engkau akan dapati sejahat-jahat manusia pada hari qiamat di sisi Allah, ialah orang bermuka dua, yaitu orang yang datang kepada satu golongan dengan satu muka, dan kepada golongan lain dengan satu muka (lain). (Bukhari).
Hadis ini dikatakan shahih atau benar ucapan Rasulullah Saw, karena orang-orang yang menceritakannya semua kepercayaan, tidak ada yang tercela.
contoh hadis Dha'if:
عَنْ جَا بِرٍعَنِ النَّبِيِّ ض. قَالَ: لَا يَقْرَ إِ الْحَا ئِضُ وَلَا النُّفَسَاءُ مِنَ الْقُرْاۤنِ شَيْئًا. (الدارقطني)
Artinya:
Dari Jabir, dari Nabi saw, Beliau bersabda: "Tidak boleh perempuan yang berhaidh, dan tidak boleh (juga) perempuan yang bernifas, membaca satupun ayat Al-Qur'an. (Daruquthni).
Khabaran ini, kita namakan hadis karena ada ucapan yang di sandarkan kepada Nabi Saw.
Hadis ini sesudah diperiksa terdapat Dha'if atau lemah, yakni bukan sabda Nabi Saw. Karena di antara orang-orang yang membawa ucapan tersebut ada tukang cerita yang oleh ulama hadis dianggap suka memalsu hadis, namanya Muhammad bin Fadl.
Jelasnya, dalam ilmu hadis, tetap Khabaran tersebut boleh dinamakan hadis walaupun lemah.
Jadi, yang sebenarnya lemah itu, bukan sabda Rasulullah Saw, tetapi sabda yang orang katakan dari Nabi Saw kita, padahal tidak dari Nabi Saw, atau tentu timbulnya dari junjungan kita.