"Hai Witan." Ucapku tanpa sadar. Witan hanya tersenyum menanggapiku. Aku yang salah tingkah kembali fokus dengan berkas-berkas yang belum usai kurapikan.
"Kok gak ke aula?" Tanyaku membuat percakapan. Tentu saja aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
"Kamu sendiri?" Dia malah gantian bertanya padaku.
"Habis ini aku ke sana," Jawabku.
"Tadinya aku mau ke sana sebelum akhirnya kamu nabrak aku," jelas Witan.
"Maaf. Aku gak sengaja," ucapku dengan menunduk. Sungguh aku merasa bersalah untuk itu. Aku mengacaukan semuanya. Dia malah tertawa.
"Gakpapa, nanti kita ke sana bareng."
Akhirnya aku dan Witan berjalan menuju aula sekolah, selama perjalanan tidak ada percakapan yang terucap diantara kami. Sesampainya di pintu aula, seluruh pasang mata tertuju pada kami.
"Aku malu. Aku lewat belakang aja, ya?" Bisikku pada Witan.
"Lewat belakang susah. Mending juga lewat depan. Gak usah malu," ucapnya. Aku hanya bisa mengangguk pasrah menuruti perkataannya.
"Cari tempat duduk sana," perintahnya. Aku hanya mengangguk seperti anak kecil. Mungkin itu percakapan terakhir kami di kelas inspirasi.
Witan menghampiri kepala sekolah dan mungkin ia menjelaskan tentang keterlambatannya tempo tadi saat aku menabraknya. Aku tidak mau membayangkan bagaimana ia menceritakannya.
Tak lama, Salsa dan Nabila melambaikan tangannya kearahku bermaksud mengajakku untuk di samping mereka. Aku masih ditatap oleh ratusan pasang mata. Jujur aku risih.
"Kamu kok bisa sama Witan, sih?"
"Iya, aku juga pengen,"
Dugaanku benar. Mereka akan mengintrogasiku dan bertanya yang macam-macam. Aku hanya tersenyum.
"Kalian kepo, ya?"
"Iya, ih. Risma kasih tahu dong,"
"Iya, kasih tau kenapa, Ris?"
"Jadi.., ceritanya gitu deh. Udah ah nanti aku ceritain. Acaranya udah mau mulai tuh."

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai Witan
FanfictionDia Witan. Selalu membuatku terkesan dengan gol-golnya yang mengagumkan.