Chapter 8

826 119 0
                                    

Sakura meletakkan clutch pursenya di wastafel kemudian menghela napas menatap cermin. Grand Opening Party ini sungguh menguras tenaganya. Ia baru saja memotong pita pertama tanda pembukaan rumah sakit yang akan segera beroperasi. Mulai besok tidak akan ada lagi waktu santai untuknya.

Ia lalu mengobrak-abrik isi tasnya dan mengambil sebuah bedak. Ia kembali menatap wajahnya di cermin sambil kemudian menyapukan bedaknya perlahan.

"Sudah puas berpetualang, Nona?"

Sakura terkejut dan sontak menoleh saat mendengar suara berat itu. Hey, bagaimana mungkin ada seorang laki-laki di toilet wanita ini? Dan matanya membulat sempurna saat melihat siapa yang ada di hadapannya sekarang.

"Sas-- Sasuke?"

Uchiha muda itu menyipit saat sudah tidak mendapati suffix –kun lagi di panggilan gadis itu padanya. Dan itu sangat mengganggu pendengaran. Bayangan kedekatan Sakura dan Gaara tadi bermain di pikirannya. Ia berdecih kesal.

"Sedang apa kau di sini?"

Sasuke mengepalkan tangannya erat. Ia merasa Sakura tidak menginginkan kehadirannya. Lalu siapa yang diinginkannya? Pemuda berambut merah saingan bisnisnya itu?

Dan tanpa Sakura duga sebelumnya, dengan tiba-tiba pemuda itu maju mendekap tubuhnya dan membungkam mulutnya dengan ciuman. Tidak ada kelembutan dalam ciuman itu. Hanya ada paksaan yang menuntut. Sakura meronta namun tetap dipatahkan gerakannya oleh Sasuke. Wajahnya memerah karena kehabisan napas itu sontak membuat Sasuke melepaskan pagutannya. Pemuda itu menatap gadis di depannya dengan garang.

"Sekarang giliranku yang bertindak, Sakura."

Dan tanpa banyak berkata lagi, Sasuke membekap mulut Sakura dan menyeretnya pergi. Pergi meninggalkan Ino yang saat ini mencarinya karena beberapa tamu akan pamit pulang. Menyeretnya pergi meninggalkan gemerlapnya bintang yang menyilaukan mata sebagai bukti pencapaiannya terbang ke angkasa.

Meninggalkan benteng keegoisan yang sudah ia bangun dengan susah payah mengatasnamakan Royal Hospital yang berdiri gagah di belakangnya kini.

****


Sakura mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuhnya sambil terisak. Ia masih bisa merasakan tatapan tajam yang menghujam punggungnya di belakangnya. Tapi ia tidak peduli. Ia tidak ingin melihat pemuda itu.

Pemuda yang sedang duduk di sofa di ruangan itu, memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa tertebak. Perlahan ia berdiri dan berjalan mendekati Sang Wanita yang masih memunggunginya itu. Ikut merebahkan diri, kini tangannya menyusup melingkar menyusuri pinggang mulus wanitanya.

"Kenapa menangis?"

Pertanyaan singkat yang sarat akan nada tajam. Sakura semakin meringkuk dibuatnya, seolah tidak ingin mendengar kata-kata yang keluar dari mulut pemuda itu.

"Aku membencimu! Aku membencimu, Uchiha?!"

Rahang Sasuke mengeras mendengarnya. Ia menarik kasar tubuh Sakura hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dadanya. Bibirnya mendekati telinga Sakura perlahan dan berbisik di sana.

"Aku lebih membencimu. Kau meninggalkanku, kau ingat?"

Sasuke mengatakannya dengan nada rendah. Sakura sebenarnya ingin memakinya, menamparnya, dan menjambak rambutnya. Apa maksud pemuda itu dengan ia meninggalkannya? Ia hanya semakin terisak untuk melampiaskan kekesalannya.

"Sabaku merah itu, siapa dia?"

Apa lagi ini? Sakura tahu, terselip nada tidak suka pada pertanyaan pemuda itu. Tapi ia tidak mau tahu. Ia bersikukuh untuk tetap diam dan menangis. Geraman terdengar lolos dari mulut Sasuke. Ia tidak suka dengan sikap Sakura ini. Ini seperti wanita itu tidak ingin ia mencampuri hidupnya.

"Aku tanya siapa dia?!"

Oktaf suaranya naik. Dan itu membuat Sakura menggigit bibir bawahnya Tubuhnya bergetar takut. Tangisnya perlahan berhenti.

"Kenapa kau begitu dekat dengannya?"

Melihat Sakura yang bergetar ketakutan, Sasuke menurunkan nada bicaranya. Namun, ia tetap mengatakannya dengan nada mengancam.

"Apa yang salah dekat dengan kakak ipar?"

Sasuke menyipit mendengar suara lirih Sakura. Kakak ipar?

"Gaara-kun suami Karin-nee. Dia kakak iparku?!"

Kali ini Sakura mengatakannya dengan kesal. Untuk apa dia menjelaskan hal tidak penting ini? Isak tangisnya kembali mendominasi kamar bernuansa biru ini.

Sasuke sendiri membatu mendengarnya. Perlahan senyum tipis terpatri di bibirnya. Kakak ipar ya? Ia meletakkan wajahnya di bahu Sakura dan menghirupnya dalam.

"Maaf."

Dan sebuah kata sakral meluncur dari bibir tipisnya. Mengakhiri segala keegoisan yang ia bangun bertahun-tahun di dalam hatinya. Keegoisan yang terbentuk karena ambisi dunia. Dan keegoisan itu hancur seketika hanya karena sebuah kata.

Cinta.

Cinta yang egois.

.

.

.

.

Every human being is born selfish

Me with my ambition

You with your obsession

And now...

Who has the right to judge us by claiming that we are selfish?

****

Kudus, 6 Maret 2019

JudgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang