Apa pun yang menuntunmu kepadaku ternyata hanya fana, atau mungkin itu hanya aku yang berlebihan; Berbicara alam yang memapah, arah waktu yang berkonspirasi...
Nyatanya, itu semua ilusi. Harapku untuk kita menjelma kita hanya sebatas harap. Tanpa ada keberanian untuk memulaiHatiku terbakar, sukmaku lebur. Kenangan kita yang terlampau sedikit ingin sekali kukubur, tatkala kutahu; kau berada di dekapan orang lain; bermesraan di depanku, bergandengan tangan di depan kelasku kemudian mempostingnya di Instagram.
"Selamat, Nadir! Semoga langgeng"
Ucap bibirku yang seakan kuat menahan derita, kendati hatiku tetap hancur tak bersisa.
Cukup munafik, bukan?
Mendoakan kalian berdua bahagia, padahal diam-diam kudoakan kekasihmu itu mati saja! Terlindas truk yang sedang mengangkut batu-bata
Sekolah hari itu menjelma pelataran neraka, bukan karena guru, ataupun senior yang sok superior. Melainkan karena api cemburu yang terus mengiris kalbu, tak kenal waktu.
Selepas dari sekolah, diriku pulang dengan rasa yang pasrah, sembari membawa hati yang patah, meskipun kutahu. Patah ini hanya satu arah.
Sedang kau? Bersamanya, bahagia. Sesekali tersenyum dengan rona pipi yang merekah
"Salam, dari aku yang menemanimu sampai rembulan berganti peran menjadi mentari. Malah kau tampikan lagi dan lagi"
_______
Hari itu kau hunuskan belati ke hati hingga perasaanku 'tak karuan.
Hari itu juga aku belajar;
Bahwa cinta yang mengandung harapan, akan sangat menyakitkan.
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Disforia Ganda
RomanceUntukmu, Ilyana Nadir. Izinkan kumenulis perihal aku dan kamu, yang pernah menjelma kita. Ijinkan tulisanku menggapai bantaran kasurmu, Meski kutak tahu, akankah tulisanku sampai pada lara, atau hanya terdampar di bentangan ufuk sana. Ilyana Nadir...