M endambakan Ketiadaan

49 8 0
                                    

Ilyana Nadir berubah menjadi gadis yang pemarah. Yang awalnya humoris, kini berubah apatis; yang dulunya selalu tertawa, kini yang tersisa hanya luka...
Separah itu dia menyakitimu.

Entah sekarang apa status kalian, apakah masih berpacaran, atau hanya teman... Diriku tidak tahu.
Yang kutahu hanyalah satu; diriku padamu masih mendamba perasaan.

Kucoba sekuat yang kubisa untuk kembali berkomunikasi denganmu, kendati kutahu berkomunikasi dengan seseorang yang hatinya masih terluka adalah hal yang susah, namun tenang, diriku adalah obatnya. Kujanjikan itu!

Berusaha membuatmu kembali tertawa bukanlah hal yang mudah, ya aku tahu; ditinggal orang tercinta adalah hal yang menyakitkan...
Namun... Ketahuilah... Berharap kepada orang yang entah hatinya untuk siapa lebih menyakitkan, Nad!

Pernah suatu ketika, diriku mencoba untuk mengajakmu keluar. Kendati susah, juga dirimu yang sedikit jengah, namun diriku tak langsung saja mengalah. Akhirnya setelah melewati paksaan panjang, dirimu akhirnya mau, walaupun diawali dengan sedikit amarah karena aku terlalu memaksa...

Saat itu, mentari sedang berangkat untuk turun tatkala kujemput dirimu... Ibumu yang seolah ingin menerkamku kusalami dengan santun..

"Bu, saya ingin mengajak Nadir untuk keluar sebentar... Paling cuma keliling dan makan"

"Kamu siapanya Nadir?"
Nada ibumu sedikit meninggi, itu terekam jelas sehingga diriku mengingatnya

"Cuma temannya Nadir, Bu"

"Oh... Ya sudah, pulangnya jangan malam-malam ya nak...?

"Arya, Bu"

"Oh iya... Nak Arya"

Setelah disetujui... (disetujui untuk mengajak dirimu pergi... tidak lebih) diriku dan dirimu melangkah bersama... Berboncengan di atas motor mengelilingi kota, berkawan rasa cinta... Ya walaupun, kutahu dirimu menganggapku tidak lebih dari kawan.

Mengelilingi kota meskipun tidak besar melelahkan juga ternyata. Maka, kita memutuskan untuk mengakhiri perjalanan itu dengan makan bakso di salah satu pantai yang terletak tidak jauh dari pusat kota, sembari menatap mentari yang lagi sebentar akan menjauh pergi.

Ah... Senja selalu membawa suasana menjadi terlampau romansa

Di bibir pantai yang tidak dipenuhi insan, kita berbincang-bincang---hal yang sering kita lakukan dulu tatkala dirimu belum mengenal dia---diriku mencoba menghibur dengan gaya humoris seadanya, ternyata diriku salah. Tidak susah untuk membuatmu tertawa. Selanjutnya, diriku akan mencoba membuat dirimu mengikhlaskan luka lama, dan merajut kisah baru; bersamaku.

Tidak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 6.45 WITA. Mentari sudah sepenuhnya tenggelam... Renjananya hanya tersisa bias-bias jingga... Juga bumantara yang sudah sepenuhnya menampilkan gemintang. Diriku dan dirimu memutuskan pulang...

---Ragamu boleh pulang ke mana pun kau suka. Namun hatimu, kuharap akan pulang ke dekapanku

Kuharap...

_______
Kamu tahu apa yang lebih sedih dari kehilangan pasangan?
Yaitu mendambakan ketiadaan.
_______

Disforia GandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang