+1"

19.1K 674 48
                                    

Bukan sebuah masalah yang besar jika kita gagal di satu jalan. Tenang, masih ada jalan lain. Mungkin, Tuhan menyiapkan rencana terbaik-Nya untukmu di akhir.

🌼🌼🌼

Mentari menampakkan sinar benderang khas di pagi hari. Semua pasang mata terbuka, kaki-kaki itu akan memulai hari mereka. Sabrina meregangkan otot-otot tangan. Hari ini adalah hari terpenting di hidupnya. Segala ekspetasi belajar selama tiga tahun di SMA akan diumumkan hari ini. Bukan pengumuman kelulusan, tetapi pengumuman SNMPTN. Jalur undangan bagi siswa dan siswi berprestasi.

Senyum ceria mewarnai pagi Sabrina. Gadis itu bangkit dari ranjang. Memakai sandal lantai, lalu melangkah menuju tirai yang menutupi jendela. Sabrina menghela napas.

"Akhirnya, semoga gue keterima," ujar Sabrina bermonolog. Tangan lentik itu membuka perlahan jendela, membiarkan cahaya masuk ke dalam kamar.

"Mandi dulu, deh," gumam gadis itu. Ia langsung menyabet handuk, memasuki kamar mandi, dan menuntaskan ritual paginya.

Dua puluh menit berlalu, kini Sabrina tengah merias wajah dengan polesan tipis make up. Bercermin di depan cermin panjangnya. Ia memutar tubuh seraya membayangkan ekspetasi-ekspetasi di kepalanya.

Dia, Sabrina Safa Abimanyu, gadis yang akan berusia 19 tahun tanggal 28 Juli nanti. Gadis pendek dengan tinggi 158 sentimeter. Berwajah ayu, putih, dan manis. Kedua lesung pipi tipis menghiasi pipi kiri dan kanan. Gadis ramping dengan bobot tubuh 48 kg.

"Sabrina! Ayo makan dulu, Sayang!" suruh seseorang dari balik pintu. Itu suara Sera Abimanyu, Mama dari Sabrina.

"Iya, Ma!" balas Sabrina tak kalah kencang. Ia langsung berlari membuka pintu. Sabrina tersenyum hangat kepada Sera. Dua bidadari di rumah ini menuruni tangga bersamaan.

Terlihat semua anggota keluarga sudah berkumpul di sana. Rudi, Daffin, dan Devan. Sabrina adalah anak bungsu perempuan dari Rudi. Sementara, Daffin adalah anak sulung dari tiga bersaudara.

"Pagi, Pa! Pagi, Kak!" sapa Sabrina. Gadis itu langsung duduk di samping Daffin. Sementara, Sera duduk di samping anak tengahnya, Devan.

"Pagi, Sayang!" balas Rudi dan Daffin serempak. Sementara, Devan terdiam. Lelaki itu memang tak pernah akur dengan Sabrina. Apalagi tingkah Sabrina yang selalu menyiksa kucing-kucing kesayangannya.

Rudi memimpin sarapan pagi ini. Pria itu menerapkan untuk tidak berbicara selama makan. Pun aturan itu dipatuhi oleh semua anggota keluarga. Lagipula, tidak sopan juga jika makan dengan berbicara. Takut makanan dalam mulut ke mana-mana.

Tiga puluh menit berlalu, Sabrina meneguk jus jambunya sampai tandas. Sabrina terlihat terburu-buru. Ia berniat cepat-cepat pergi ke kamar, mengambil ponsel, dan mengirimkan pesan untuk hangout dengan teman-temannya setelah pengumuman nanti.

"Sab, kamu mau ke mana, Sayang? Kok buru-buru gitu?" tanya Rudi. Gadis yang awalnya sudah berdiri, kini duduk di kursinya lagi. Atensi semua anggota keluarga yang baru selesai makan pun mengarah kepada Sabrina.

"Mau ngambil hp, Pa. Aku mau ajak temen-temen hangout abis pengumuman nanti," balas Sabrina. Rudi mengangguk mengerti.

"Aduh, mending lo nggak usah rencana ini dan itu dulu, deh. Belum tentu juga lo keterima SNM," ujar Devan. Lelaki itu seakan tak memiliki hati sama sekali. Hanyut begitu saja saat berbicara. Raut wajah Sabrina berubah muram. Betul juga. Meskipun ia terlalu yakin, tetapi ia tak tahu takdir akan seperti apa nantinya. Melihat perubahan wajah Sabrina, Daffin pun menendang tulang kering Devan di bawah meja. Bahkan, Devan sampai merintih kesakitan.

Tentang Jarak [PINDAH KE DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang