+2"

15.1K 580 19
                                    

Cukup waktu yang membiasakan kenyataan. Take a deep breath. Kamu cukup melepaskannya saja.

🌼🌼🌼

Tiga hari mencoba menerima kenyataan pahit. Masih sama, hangout bersama teman. Namun, dengan perasaan mengasihani diri. Rachel tak masalah dengan diterima atau tidak Sabrina, ia tetap menyayangi sahabatnya. Kadang kala, ia menghibur Sabrina agar gadis itu tidak putus asa.

"Sab, nggak apa-apa, kok. Udah, yuk katanya lo mau liburan, ya hari ini? Gue anter ke bandara, ya?" tawar Rachel. Sabrina menggeleng.

"Gue dianter sama Kak Daffin, Mama, sama Papa. Lo 'kan ada acara sama keluarga lo, lagian cuma ke bandara aja, Chel. Gue nggak marah kalo lo diterima, kok," ujar Sabrina meskipun dalam batin terasa begitu sakit.

"Lo serius?" tanya Rachel meyakinkan. Sabrina mengangguk. Gadis itu mempersilakan Rachel untuk pulang duluan setelah berbelanja. Rachel tersenyum tipis, ia memeluk Sabrina sebelum meninggalkan pusat perbelanjaan.

"Gue pulang duluan. Lo hati-hati," ujar Rachel. Gadis itu segera masuk ke dalam mobil jemputan. Sabrina menghela napas. Begitu sulit menerima kenyataan yang ada. Kaki ia goyangkan malas, menunggu Daffin yang akan menjemput.

"Nah, itu dia mobilnya!" pekik Sabrina setelah melihat mobil jeep hitam. Pintu itu terbuka, tetapi keluar seorang lelaki dari dalam sana.

Duk! Dahi Sabrina terbentur oleh badan seseorang. Badan yang begitu kekar dan keras. Sabrina meringis.

"Aduh!" rintih Sabrina. Lelaki yang semula berdiri di depan Sabrina, kini sudah melepas kacamata hitam yang dipakai. Lelaki itu melihat ke bawah.

"Kamu siapa?" tanya lelaki itu. Tampak seumuran dengan Daffin.

"Aduh, Om ini yang siapa? Nggak lihat saya mau masuk mobil Kakak saya? Om ngapain juga keluar dari mobil Kakak saya, Om temen Kakak saya?" cecar Sabrina.

Aktar Rafiq Wisesa, pilot berumur 27 tahun itu memelotokan mata. Ia masih muda, umur belum mencapai kepala tiga. Namun, mengapa gadis kecil ini mengatainya 'Om'? Terlebih mengaku jika mobil ini milik Kakaknya.

"Eh, ini mobil saya. Kamu jangan ngarang, deh! Lagian Kakak kamu namanya siapa? Saya aja nggak kenal. Kamu salah mobil kali," sangkal Akhtar. Sabrina masih tak percaya. Ia melihat ke arah depan, bukan Kakaknya tetapi bisa saja Kakaknya meminta orang lain menjemput. Perdebatan itu berlangsung lama.

Daffin yang masih di dalam mobil mengamati kerusuhan yang ada di depannya. Lelaki itu memicingkan mata, ia seperti melihat Sabrina di sana. Namun, lelaki yang tengah ribut bersama Adiknya yang membuat ia tak percaya. Daffin turun dari mobil. Benar, itu Sabrina. Daffin segera berlari menghampiri Sabrina.

"Dek! Kamu ngapain di sini?" tanya Daffin. Sabrina terkejut. Jika Daffin di sebelahnya dan baru datang, lalu mobil dan lelaki ini siapa?

"Kak Daffin baru dateng?" tanya Sabrina ragu. Sementara, lelaki di depannya memutar bola mata jengah. Daffin mengangguk guna menjawab. Sabrina menggigit bibir malu.

"Om, maafin Sabrina, ya, Om," ujar Sabrina seraya menangkupkan kedua telapak tangan. Belum ada balasan, Sabrina langsung menarik Daffin. Hilang sudah wajah Sabrina di depan lelaki itu. Sampai di dalam mobil Daffin, Sabrina meminta untuk segera melajukan mobil. Ia hanya bisa menyembunyikan wajah di bahu Kakaknya.

Tentang Jarak [PINDAH KE DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang