10

55 8 4
                                    

Sore itu mereka habiskan dengan bercengkrama kecil sebelum Junhui pergi dari tanah kelahirannya. Yeah, mau bagaimana lagi, jika seseorang sudah membuat keputusan, tentunya itu akan terjadi. Setidaknya Junhui telah menyadari kesalahnnya pada Meilin.

Sementara Meilin, dia masih bingung dengan perasaannya. Haruskah dia menerima Minghao? Ataukah dia mendengarkan orang lain? Tapi melihat tatapan Minghao saat itu, Meilin menyadari sesuatu, tatapan Minghao mengisyratkan bahwa dia memang memiliki perasaan yang tulus pada Meilin. Dari awal hingga akhir pertemuan, Minghao selalu saja turut membantunya menyelesaikan masalah.

Saat itu juga hati Meilin seperti diketuk, Xu Minghao telah mengorbankan segala yang dia punya untuk Meilin, dan Meilin sadar bahwa selama ini Minghao yang selalu berada di sampingnya, disaat tersulit sekalipun.

"Gēgē, aku bisa pulang sendiri. Tidak usah repot-repot mengantar ku segala." Ujar Meilin pada Minghao yang kini berjalan disampingnya. Sejak pulang dari kafe tadi, Minghao bukannya langsung pulang, dia malah mengikuti Meilin pulang. Dan tentu saja Meilin mengerti maksud Minghao.

"Ini menjelang petang, tidak baik kalau kau jalan sendirian."

"Tapi, jam segini masih ramai."

"Tetap tidak boleh."

Meilin akhirnya menghela napas pasrah. Daripada berdebat lebih baik dia menurut saja. Gadis itu pun membiarkan Minghao ikut menyusuri jalan setapak kota bersama. Mereka terdiam sesaat, terlalu tenggelam dalam pikiran masing-masing, sampai akhirnya Minghao membuka suara lantaran tidak dapat menahan sebuah beban dalam pikiran.

"Menurutmu apa kita seperti ini terus?"

Meilin mengerutkan dahinya, "seperti ini bagaimana?"

"Hanya seperti ini saja. Punya hubungan tapi tak punya nama."

Meilin terdiam sejenak. Yang dikatakan Minghao ada benarnya. Tapi untuk saat ini, Meilin belum mengetahui bagaimana perasaannya saat ini pada Minghao. Dia masih belum fokus, karena hatinya masih bimbang. Dia butuh waktu untuk berpikir. Kejadiannya baru beberapa waktu terjadi dan tentunya itu masih meninggalkan bekas dipikiran Meilin.

"Aku tidak tahu. Tapi bisakah kita menjalani yang seperti ini saja?"

Minghao berhenti sejenak. Sepertinya ia terlalu memaksakan Meilin selama ini. Saat ini mungkin pikiran gadis itu sedang tidak baik.

"Aku minta maaf. Mari jangan pikirkan hal itu dulu." Ujar Minghao. Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan.

"Sebenarnya gēgē tidak perlu minta maaf. Kalau aku boleh beritahu, sebaiknya gēgē fokus pada kuliah saja dulu, sebentar lagi kan gēgē akan lulus."

Yeah, yang dikatakan Meilin memang benar. Minghao terlalu banyak berurusan dengan Meilin hingga pada akhirnya lelaki itu jatuh hati pada Meilin. Menjalani hubungan seperti ini sebenarnya tidak buruk, hubungan tanpa punya nama. Hanya saja Minghao takut kalau sewaktu-waktu, perasaan Meilin akan berubah dan memilih orang lain. Memikirkan perasaan yang rumit ini hanya membuang-buang waktu dan pikirannya, lebih baik Minghao membiarkan semuanya berjalan.

Just let it flow.

-οΟο-

Zhou Jieqiong kini memasuki kantin. Matanya menari-nari berusaha mencari seseorang diantara keramaian pengunjung. Well, Jieqiong membuat janji dengan seseorang di kantin setelah kelas berakhir. Cukup lama gadis itu mencari, akhirnya ditengah ramainya kantin saat makan siang berlangsung, ia menemukan sosok itu berada di sebuah meja dekat jendela besar, tengah memainkan ponselnya sendirian. Tanpa menunggu lagi, Jieqiong langsung menghampiri orang itu.

Let It FlowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang