14. | Senja

85 12 13
                                    

Author Pov

"Renaaan...!" seru Zaidan sambil lari terbirit-birit, mendekati Renan yang sedang duduk di kursi kelas, sambil sibuk memencet layar HPnya.

"Paan sih! Kaya habis dikejar 'cabe' aja lo!" jawab Renan yang tidak bisa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

"Parahh i-ini lebih parah." Zaidan ngos-ngosan sambil memegangi perutnya.

Renan mendengus sebal, "Udah ah jangan ganggu, ini mau menang!" bantah Renan yang merasa sangat tidak suka jika sedang main game diganggu seperti itu.

"Ana, i-itu." Zaidan berusaha keras untuk berbicara di saat stok oksigen di paru-parunya menipis.

Renan membuang HPnya segera setelah mendegar nama Ana yang keluar dari mulut temannya. "Ada apa dengan Ana? Ngomong yang jelas!" ucap Renan dengan nada meninggi, sangat khawatir jika sesuatu terjadi pada Ana.

"... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..." Zaidan menjelaskan kejadian yang barusan menimpa Ana pada Renan. Menjelaskan sangat lebar, dikali tinggi. Mendalam secara detail, sampai tidak ada adegan yang tertinggal ia jelaskan.
"... ... gitu hhhhh." Zaidan memegangi perutnya merasa lelah setelah mulutnya berhasil nyrocos tak karuan.

"Dimana Ana sekarang?" tanya Renan merasa sangat khawatir setelah mendegarkan penjelasan Zaidan.

"Dia lari."

Mendegar jawaban dari Zaidan, langkah kaki Renan seraya langsung dimulai untuk berlari mengejar Ana.

Saat di tengah jalan, Renan bertemu dengan Tania yang sedang tertawa puas bersama dengan temannya, Lia.

"Eh lo mau kemana?" tanya Tania mencegah Renan ketika melihat Renan yang sedang berlari.

"Bukan urusan lo! lo itu mikir Tan! Bisa-bisanya lo lakuin itu semua ke Ana, hah? Otak lo tu dipake sekali aja kenapa!" Mata merah Renan melotot tajam mengarah ke Tania.

"Dia selama ini diperlakukan ga adil sama lo dia diem! Dia ga ngaduin sama papahnya bahkan saat beliau ada di sini. Lo kunci di uks, lo permaluin dia satu sekolah, lo bahkan udah nabrak dia! Lo kurang puas apa Tan? Dan sekarang lo fitnah dia sampe segini? Puas lo!" tambah Renan dengan suara yang begitu keras membuat semua murid memperhatikan pertengkaran itu.

"Lo kenapa sih lebih merhatiin dia dibanding tunangan lo sendiri?" tanya Tania.

"Ga ada yang sudi punya tunangan yang ga punya hati kaya lo!" jawab Renan lalu pergi menuju parkiran.

"Renaaan!" Tania menggenggam lengan kiri Renan, namun Renan terus berusaha untuk menyingkirkan tangan Tania.

"Udah Tan." Lia mencegah langkah kaki Tania yang hendak berlari mengejar Renan yang sudah terlanjur melaju jauh meninggalkan gerbang sekolah dengan mobilnya.

Mata Renan tertatap penuh menuju ke setiap jalan. Dia mengemudikan mobilnya dengan perasaan yang begitu gundah penuh rasa khawatir. Hingga dirinya melihat ada seorang yang sedang tersimpuh di pinggir jalan, dia sangat yakin jika itu adalah Ana. Mobil Renan pun menepi untuk berhenti, lalu dirinya keluar dari mobil, berjalan menuju ke arah gadis tersebut.

"Ana." panggil Renan, tangan kanannya jatuh pada pundak kiri Ana.

Ana yang sedang duduk tengah menangis, dibuat terkejut karena namanya dipanggil. Dirinya dengan segera menatap pemilik suara tersebut.

"Ja-jangan dekati aku." Ana begitu ketakutan saat melihat Renan ada di sampingnya, dia menepis tangan Renan. "Mereka akan mengira aku pelacur mu." tambah Ana diikuti oleh isak tangis, air mata kembali keluar dari kedua matanya.

Please Don't Leave Me, Baby! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang