Desember 2004
"Panggilan kepada Rania... kepada saudara Rania, ditunggu oleh Mr. Vincent diruangannya segera, terimakasih"
Wajah Rania yang sembab menoleh ke arah partner kerjanya dimeja sebelah tempat ia membenamkan wajahnya tadi, Pak Yaya tersenyum prihatin mendengar suara paging yang bergema di seluruh gudang penyimpanan bahan baku, memanggil gadis ini keluar dari tempat persembunyiannya.
"Oh goshh... aarggghhhh" Rania menghapus airmatanya dengan asal-asalan, isak tangisnya masih terdengar pelan, diambilnya karet gelang yang tergeletak asal di atas meja lalu ia menguncirnya dengan sekali raupan tangan, lehernya yang bersih dan jenjang tertimpa cahaya matahari dari celah jendela kantor gudang yang dicat serba hijau dan kuning.
Gadis berumur 18 tahun itu berdiri dengan gontai, membereskan folder kerjanya yang berantakan, sambil lalu ia berkata "Kalo saya balik lagi buat nangis atau mungkin gantung diri, boleh ya pak"
Pak yaya tertawa terbahak-bahak "Good luck, Bu"
Membuka pintu kantor gudang untuk menuju ruangan Mr. Vincent, direktur utama yang tadi memanggil dirinya. Rania harus melewati 3 bagian ruang kerja produksi yang terbuka, jarak sejauh 50 meter itu harus ia tempuh dengan tekad untuk berjalan dengan kecepatan penuh kalau tidak...
"Hai Ibu Rania... "
"Ibu Rania mau kemana"
"Mampir dong manissss"
"Hai cantik, senyum dong"
Dan sejuta gombalan mukio lainnya.Sesaat setelah tiba di lobi, suara bising dari mesin pemotong kertas yang menderu-deru itu hilang. Dia menatap CCTV yang berkedip seakan menatap dirinya, kebisingan satu terlewati Rania harus siap menghadapi kebisingan yang menantinya di lantai 3, ia menarik nafas panjang
"Jaaaack, kemana sih lo lama banget, Mr. Vincent udah call gue berkali-kali nyariin elo" Rima receiptionist kantor terlihat panik.
Ya ampun, kenapa suasana kantor ini suram banget sih. Rutuk rania untuk kesekian kalinya, batinnya menggumam, ini dia contoh kasus nyata dari kekuatan Voldemort di serial harry potter yang dapat menyedot kebahagiaan.
"Gue tadi cek stock di gudang, ini gw udah lari kok ke sini"
"Sana cepeet, sebelum telpon gw bunyi lagiii"
Rania pun bergegas, mempercepat lagi langkahnya dengan dua kali kekuatan penuh."Yaa, Mr. Vins" Gadis cantik itu membungkukan setengah badannya sebagai tanda hormat setiap kali menghadap pemilik perusahaannya tempat ia bekerja
"Tolong bikin kopi!" Mr. Vincent sibuk memperbaiki celananya yang melorot, saat melihat ke wajah gadis berambut hitam pekat itu ia terkejut
"Rania.. yaa.. kenapa mata merah? Kamu menangis? Kenapa?""Tidak Mr., tadi saya periksa stock di gudang, sepertinya banyak debu. Permisi, saya akan buatkan kopinya"
Setelah membungkuk lagi, Rania berjalan cepat ke pantry, fikiranya luar biasa kesal, kenapa juga Mr. Vincent harus bertanya kenapa dia menangis, belum ada sejam lalu laki-laki tua itu melemparkan buku besar pembelian kearahnya sambil berteriak-teriak.
Walau begitu, dari seluruh penjuru kantor, saat Mr. Vincent membutuhkan kopi, tetap saja Rania yang dicari dengan alasan takut diracuni oranglain, "Helooooo, apa ga takut gw yg racunin" katanya gemas sambil mencengkram sendok dan mengaduk kopinya dengan emosi.
&&&&
KAMU SEDANG MEMBACA
Cross Road
RomansApakah cinta itu? Apakah ia mengenali kebenaran? Sanggupkah ia menembus perbedaan?