Berbagai macam bangunan berdiri kokoh di setiap sisi mata memandang, tersusun rapi dengan gedung-gedung pencakar langit. Pepohonan dan tumbuhan lainnya mengisi celah yang ada. Kendaraan berlalu-lalang terlihat seperti semut dipandang dari ketinggian rata-rata pesawat terbang.
Veronika mengembangkan senyumnya, mengabaikan beberapa insan berasal dari tempat yang sama dengannya. Tatapannya jatuh pada sebuah bangunan memiliki jam cukup besar yang sangat terkenal di negara tersebut.
Seorang gadis menarik koper biru langit ditemani oleh beberapa rekan pentingnya. Veronika terpukau akan bangunan megah yang ukurannya tidak pernah gadis itu bayangkan. Jantungnya berdegup kencang, ia sangat terpesona dengan tempat itu. Seprofesional apa pun Veronika, ia tetap tidak bisa menyembunyikan perasaan terkejutnya jika melihat sesuatu yang luar biasa.
Ini bukan mansion tapi istana! Bagaimana bisa ada orang sekaya ia?
Gadis itu menatap taman berhiasi semak, pohon, serta mawar merah yang membuatnya tampil luar biasa. Tidak hanya itu, kolam ikan berukuran sedang dihiasi bunga Lotus serta di atas kolam berdiri sebuah beranda yang di sisi kiri dan kanannya terdapat patung kuda jingkrak.
"Nona?"
Veronika terkejut saat ayahnya menepuk pundaknya untuk pertama kalinya, sontak gadis itu menatap sosok yang memanggilnya, Logan. "Ah, maaf!"
Logan tersenyum ramah. "Aku akan memanggil Mr. Middleton, kalian bisa tunggu di ruang tamu. Cheng Mi, tolong kau antar mereka, buat mereka senyaman mungkin!"
Wanita berperawakan oriental mengangguk, senyum formalnya menuntun orang-orang yang diperintahkan oleh tuannya itu.
Veronika menyusul di belakang ayahnya, ia tidak mau tertinggal seperti tadi dan mempermalukan ayahnya. Veronika kembali membelalakan mata, takjub akan apa yang ia lihat, dekorasi elegan membuat siapa saja ciut dengan setiap sisi interior mewah. Wallpaper yang memiliki motif khas Inggris dengan lampu hias ganda di setiap pertengahan ruangan, lukisan-lukisan Eropa terpajang besar di dinding.
"Silakan duduk, Tuan, Nona!"
Veronika mengangguk dengan senyum ramah. Dapat ia dengar rekan bisnisnya berbisik kagum akan kekayaan sosok pemilik bangunan. Veronika melirik pada handle tangga yang terukir indah di bagian ujungnya kepala singa tengah meraung, benar-benar maskulin.
Tap... Tap... Tap...
Semua pasang mata mengarah pada sosok tengah menapakan kakinya di anak tangga ditemani asistennya. Jantung Veronika berdetak lebih cepat, ia merasa tergila-gila dengan pria yang tersenyum tipis mencetak rahang tegas membuatnya tampil sangat gagah, kemeja putih bersih dihiasi dasi merah serta celana berbahan membuatnya terlihat berkali lipat seksi. Tidak dapat menahan kebahagiaannya, Veronika tersenyum terpesona.
"Selamat datang! Maaf ada beberapa berkas yang harus diperiksa." Pria itu duduk di atas sofa single yang menghadap langsung Surya.
"Tidak apa, aku merasa heran, mengapa tidak di hotel saja? Kau memang unik." Surya tersenyum formal.
Eric tertawa pelan. "Sebenarnya mansion C yang digunakan untuk urusan bisnis tapi mansion itu dalam perbaikan."
Surya terkekeh pelan mendengar penuturan rekan kerjanya. "Mansion? Ini istana!"
Saat itu juga Cheng Mi membawa teh dan menuangnya dengan saringan serta penuh dengan kehati-hatian. Veronika takjub, ini kali pertamanya melihat pembuatan teh seperti itu karena yang biasa ia lakukan membuat teh dengan cara instan dan cepat.
Melihat ekspresi Veronika, Eric menyeringai tipis. "Itu akan membuat rasa tehnya berbeda, silakan!"
Veronika tersenyum penuh, gigi putihnya berderet menunjukan betapa senangnya ia diperhatikan. Gadis itu menatap ayahnya meminta persetujuan, tidak ada tanda-tanda negatif, ia langsung meraih cangkir khas Eropa. Perlahan-lahan cairan hangat itu menyentuh indera pengecapnya, tatapannya membulat sempurna.
"Astaga! Ini enak sekali!" komentar Veronika dengan wajah exited.
Diikuti Surya dan rekan kerja lainnya, mereka menyesap teh beraroma kuat yang sangat tidak biasa itu. Eric tersenyum miring melihat ukiran kebahagiaan di bibir calon mangsanya. Setelah itu, pembicaraan bisnis kembali berlangsung meski dua di antara mereka sedikit tidak fokus karena sibuk memerhatikan satu sama lain.
Drrt... drrt... drrt...
Semua pasang mata mengarah pada Logan yang langsung mohon permisi mengangkat teleponnya. Sepersekian menit, pria itu kembali dan membisikan Eric yang langsung dibalas tatapan tidak suka.
"Maaf, aku harus pergi. Kalian bisa ke kamar atau apa pun yang kalian inginkan, Ben akan membantu kalian." Eric berdiri.
"Apa aku boleh pergi ke taman?" tanya Veronika yang langsung dihadiahi pelototan Surya.
"Tentu saja, kenapa tidak? Anne akan membantumu, lady." Senyum Eric ramah.
Veronika yang merasa bodoh langsung berucap, "A-aku rasa aku akan ke kamar saja."
"Tidak, anggap saja rumah sendiri. Anne, kau bantu Nona Veronica." Eric langsung melenggang pergi ditemani Logan di belakangnya, senyuman miring menghiasi bibir sexy-nya.
Surya menghela napas, membiarkan anaknya pergi ke taman sementara dirinya menuju lantai atas di mana Ben menuntunnya.
Eric memasuki mobil Ferrari putihnya, memakai jas hitam yang ada di kursi. Melihat hal itu Logan lagi-lagi menghela napas gusar.
"Dengar, Veronika gadis yang baik, tidak seharusnya kau mempermainkannya lagipula jika kau permainkan ia, kerjasama akan hancur," Logan berucap matanya sesekali melirik sepupu jauhnya.
"Cari perusahaan lain," jawab Eric asal masih menopang dagu dengan tangannya.
Mesin mobil menderu menyampaikan sinyal pada ban agar cepat berputar, melaju ke sebuah restoran terkenal di kota London. Di mana seorang wanita cantik yang mengenakan dress merah serta blazer ungu menunggunya.
Eric melangkah masuk membiarkan pelayan restoran itu memarkirkan kendaraannya lalu memberikan tip seperti biasa. Pria itu tersenyum miring mendapati sosok wanita yang tengah menunggunya.
"Hello Baby," sapa Eric mencium mesra pipi wanita yang tersenyum senang itu. "Sejak kapan kau di London? Bagaimana dengan restoranmu di Prancis? Mengapa tidak memberitahuku?"
"Too much question," ucap wanita itu mengalungkan tangannya. "aku baru saja mewarnai rambutku karena itu aku ke sini untuk menunjukannya padamu, bagaimana menurutmu?"
Eric tersenyum tipis. "I can see it, tres belle. [Prancis : indah]"
Wanita itu tersenyum, melepaskan tangannya untuk mencium pipi pria itu. "Merci! [Prancis : Terima kasih!]"
Eric menarik kursi untuk wanita itu, lalu duduk di hadapan salah satu kekasihnya itu. Ya, kekasihnya tidak hanya satu. Pria itu memesan dengan tenang. Beberapa kali ponselnya bergetar namun ia abaikan lagi pula kekasihnya tidak mengetahuinya. Karena begitu banyaknya kekasihnya, Eric bahkan memiliki lebih dari lima ponsel khusus untuk kekasih-kekasihnya belum lagi ponsel pribadi dan ponsel bisnis. Beberapa ponselnya tentu dipegang oleh Logan.
Drrt... Drrt... Drrt...
Logan keluar untuk mengangkat panggilan dari salah satu kekasih Eric, menebarkan kebohongan ke sana-sini demi sepupu jauhnya yang berengsek itu.
"Belle, aku masih banyak urusan," pamit Eric melihat jamnya.
Wanita bernama Belle yang tadinya tersenyum itu kini memasang raut kesal. "Aku jauh-jauh ke sini tapi kau-"
"Besok lusa jam 11 p.m.," potong Eric.
Wanita itu langsung senyum sumringah dan mencium pipi Eric lalu pergi. "Baiklah, lusa jam 11!"
Eric terkekeh pelan saat itu juga Logan datang untuk mengarahkannya ke perusahaannya yang bergerak di bidang minyak. Tanpa menghentikan langkahnya, Eric membalas pesan-pesan dari banyaknya kekasihnya meski satu pun dari mereka tidak ada yang membuat ia tertarik.
"Ah, cari tahu perusahaan pertambangan berlian dan emas terbaik!" perintah Eric masuk ke dalam mobilnya tanpa mengalihkan pandangannya dari kedua ponsel yang ia pegang.
"Ada apa?" tanya Logan bingung sebab pria gila kerja itu baru saja melakukan pembangunan mall.
"Aku ingin mengembangkan Moana Beautique," jawabnya tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexiest Mr. Trillionaire
ChickLitSetiap napas yang kau hembuskan membuatku tercekat, setiap sisi dirimu mampu membuatku terpana, senyuman menggodamu dapat menghilangkan akal sehatku. Mungkin ini mustahil untuk beberapa orang tapi inilah yang kurasa, inilah yang membuatku tidak bisa...