Gadis itu menerjap-nerjapkan kedua bola matanya, sosok Eric Middleton-lah yang membuatnya tidak dapat berkutik. Tatapan itu lurus pada pria yang tengah berbicara dengan wajahnya yang tampan. Beberapa detik selanjutnya tatapan sosok bagaikan Dewa Yunani itu beralih padanya. Veronika merasakan napasnya sulit ia tarik, ia tercekat, begitu indahnya wajah rupawannya, kedua bola mata yang berwarna cokelat-kebiruan yang menatap dengan teduh, bibir tipis yang pink sedikit terbuka menampilkan sosok santainya nan seksi, rahang yang tegas itu tercetak sempurna di wajahnya yang indah, jakunnya yang terlihat menggoda di leher kokohnya membuat jantung Veronika berdebar dua kali lebih cepat. Tangan yang cukup besar itu sedikit terangkat, mengodekan untuk memanggil.
P-pria itu memanggilku?
Veronika salah tingkah, ia berusaha tetap tenang dan melangkah santai. Namun, langkah yang mendahuluinya membuatnya tersadar bahwa bukan ia-lah yang dipanggil. Veronika memutar kedua bola matanya sebal bersamaan menghela napas. Segera ia melanjutkan langkah kaki menuju pintu keluar. Tatapannya sesekali mencuri pandang ke arah pria dewasa itu untuk mengetahui apa yang tengah dikerjakannya. Tanpa sadar ia menyeruput kopi yang ia pegang beberapa kali.
"Astaga!" Sadar atas kebodohannya, Veronika memukul keningnya, ia memutar tubuhnya dan kembali membeli kopi Esspreso Shot yang telah ia minum tadi.
Setelah memesan, gadis itu melirik sosok yang membuatnya sulit untuk berpaling, tubuh kokoh itu, kerahnya yang sedikit terbuka, rahang tegasnya yang menggoda, bibirnya yang sexy, dan jangan lupakan tatapan matanya yang dingin, teduh, dan menenangkan yang dapat membuat siapa saja enggan untuk berpaling.
Drrt... Drrt... Drrt...
Ponsel Veronika bergetar, ia tersadar dari lamunannya, ia segera membayar kopi dan membawanya bersamaan ia mengangkat telepon.
"Sebentar, Veronika di jalan!" Setelah mendengar omelan singkat dari ayahnya, ia kembali memutuskan sambungan dan bergegas menuju kantor dengan langkah anggun nan dewasanya.
Di sisi lain, tatapan Eric lurus pada calon targetnya, tersenyum miring menandakan bahwa ia telah merencanakan sesuatu.
"Mr. Middleton?" Tatapan Eric beralih, ia kembali tersadar ke dunia nyata yang ada di hadapannya. Ia bersama pria tua yang tidak ada habis-habisnya berbicara dengannya. "Aku pikir kau mendengarkanku."
Eric mengedarkan pandangannya sekilas kemudian menatap kembali pria tua itu. "Where is Logan?"
***
"Mr. Eric Middleton batalkan pertemuan."
Perkataan Surya membuat Veronika tercengang, baru saja ia menyerahkan kopi pada ayahnya dan bertemu sosok yang tengah dibicarakan itu, pria itu sudah membatalkan janji.
"Atur ulang jadwalnya, dia bilang sama bapak kalau dia sibuk mungkin besok lusa, kamu konfirmasi lagi!"
Veronika mengangguk dan segera keluar untuk kembali mengerjakan pekerjaannya, struk kopi itu ia arsipkan ke kas keluar yang ia tangani. Tangannya kembali mengetik di depan komputer namun Surya keluar dan memerintahkannya untuk ikut ke lapangan bersamanya. Veronika menghela napas gusar dan segera mengikuti ayahnya. Suasana di dalam mobil hening, Surya mengutak-atik ponselnya sama seperti Veronika. Sampainya mereka di lokasi, segera mereka mengganti sepatu, pakaian, dan memakai topi. Hal itu tentu sebagai pakaian keselamatan pekerja sekaligus untuk melindungi dari cuaca begitu terik sehingga dapat menyengat kulit.
"Aku dengar orang bule yang beli batu kita?"
Saat Veronika sedang asyik-asyiknya memerhatikan ayahnya dari kejauhan, Ridho menyenggol bahunya. Ridho adalah temannya saat ia menempuh perguruan tinggi di Universitas Mulawarman. "Seberapa banyak ia beli? Apa gajihku akan naik? Oh ya, aku dengar ia suka main perempuan? Kalau tidak salah namanya Erick Middleton, benar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexiest Mr. Trillionaire
ChickLitSetiap napas yang kau hembuskan membuatku tercekat, setiap sisi dirimu mampu membuatku terpana, senyuman menggodamu dapat menghilangkan akal sehatku. Mungkin ini mustahil untuk beberapa orang tapi inilah yang kurasa, inilah yang membuatku tidak bisa...