9.1 - Maaf

1.4K 82 6
                                    

Keduanya berjalan dalam diam setelah selesai di wawancara. Terlihat jelas raut kekecewaan dari wajah mereka, salah satunya bahkan terlihat sudah hampir menangis dengan mata yang memerah. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke hotel. Keduanya sekarang menjadi teman sekamar karena sebagian besar pemain lain sudah berangkat ke Swiss atau pulang ke Indonesia.

Sampai di kamar hotel, keduanya tetap diam dengan pikiran masing-masing. Keduanya sama-sama sedang menata hati mereka yang baru saja hancur. Biasanya, jika yang satu sedih maka yang lainnya akan menghibur dan menenangkan. Tapi hari ini, terlihat jelas sekali kekecewaan yang tak terbendung dari mata mereka berdua, mereka sama-sama terpukul. Sampai akhirnya salah satu dari mereka beranjak hendak keluar kamar hotel.

"Mau kemana?" Tanya Rian dengan suara seraknya karena menangis dan menahan tangis
"Keluar cari angin" Jawab Fajar. Rian menggigit bibirnya menahan tangis, ia sedang berusaha mengeluarkan kata-kata yang ingin ia katakan sedari tadi

"Maaf.." Kata Rian akhirnya.
"Maaf?" Tanya Fajar
"Maaf, harusnya kalo tadi service nya bener.. hiks.. kita bisa menang. Ma- hiks af, kalo tadi bola terak- hiks -hir aku kejar hiks pasti kita bisa menang hiks" Tangisnya sudah tak terbendung. Rasanya ini pertama kalinya ia merasa sekecewa ini, bukan hanya karena kalah, tapi juga karena melihat raut kekecewaan di wajah Fajar. Ia merasa sangat amat bersalah kali ini.

Fajar akhirnya mengurungkan niatnya untuk 'mencari angin'. Ia menghampiri Rian yang sedang duduk di atas ranjangnya, terisak sambil menutup muka dengan kedua tangannya.
Fajar menghela nafas sebelum mulai berbicara, ia juga sedang berusaha keras agar tidak menangis.

"sshhh.. gak ada yg salah kok. Masih belum rejekinya kita aja berarti All England" Fajar mengusap lembut kepala Rian.

"Hiks.. jangan tinggalin ya hiks.. jangan.."

"Siapa yang mau ninggalin sih jom?" Fajar berusaha menarik tangan Rian sehingga ia dapat melihat wajah Rian.

"Fajar sudah berkembang begitu cepat, Riannya malah bikin masalah terus. Kata orang2 mending dipisah aja."

"Hah? Siapa yang bilang gitu? Pasti abis baca2in komentar ya lu" Rian hanya menggeleng menjawab pertanyaan Fajar.

"Jom, udahlah omongan orang lain gak usah di dengerin ya. Mereka gak tau perjuangan kita kaya gimana. Kita cuma perlu latihan lagi, perkuat mental, bangun chemistry, apapun pokoknya ayo kita berusaha lagi" Pertahanan Fajar runtuh, air matanya akhirnya jatuh didepan Rian.

"A Fajar jangan nangis.."

"Lah ya kamu juga nangis gini kok"

"Maaf.. maaf..hiks.."

"Jom.. udahan minta maafnya ya. Lu gak salah kok, mungkin menurut Tuhan kita emang belum siap menang har ini. Tuhan masih mau liat usaha kita artinya jom. Makanya ayo istirahat ya, besok berangkat ke Swiss loh.."

Rian menundukkan kepalanya, berusaha menahan tangisnya. Ia sungguh masih ingin menyalahkan dirinya karena melakukan kesalahan di poin-poin akhir. Air matanya benar-benar tidak berhenti meskipun ia sudah berusaha untuk berhenti menangis.

Sampai akhirnya Ia merasa badannya ditarik bersandar pada dada bidang Fajar, lalu punggungnya menghangat karena tangan Fajar kini berada disana, memeluknya. Ia dapat mendengar detak jantung Fajar, rasanya menenangkan. Sampai tanpa sadar, air matanya berhenti, berganti dengan rasa lelah dan kantuk yang tadi tidak sempat ia rasakan karena rasa kecewa dan bersalahnya lebih besar.

Hingga akhirnya, Rian tertidur dipelukan Fajar.

Pelatnas GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang