2. Alaska.

251 11 0
                                    

Alaska, Airlines.

Pagi-pagi sekali Elaine dan para rekannya telah sampai di Alaska Airlines. Sedari tadi mereka menunggu jemputan dari anak buah Elaine, sebenarnya baru beberapa menit mereka menunggu tapi rasanya sudah berabad-abad mereka menunggu.

Sampai akhirnya sebuah mobil mewah berhenti didepan mereka. Tanpa perintah Maximus atau panggilan akrabnya Max mengangkut koper milik mereka untuk ditaruh di bagasi.

Setelah semuanya masuk ke dalam mobil, mobil itu mulai berjalan meninggalkan bandara.

"Kau! Lama sekali menjemput kami. Seharusnya kau sudah dulu stand bye didepan sebelum kami sampai!" Oceh Max, Caramel yang melihat itupun tidak tinggal diam. Ia ikut mengomeli Max.

"Cih, hanya menunggu dua menit saja kau mengomelinya seperti itu. Bagaimana jika kau disuruh menunggu selama dua abad, pasti kau sudah tinggal tulang belulang saja." Jawab Caramel dengan nada mengejek.

"Kau-" omelan Max berhenti tatkala Elaine menatapnya tajam. Max yang melihat itu meneguk ludahnya sendiri, ia pun lebih memilih memalingkan wajahnya keluar jendela.

"Go to Gustavus city." Ucap Elaine kepada supir itu, supir itu hanya mengangguk patuh dan segera menjalankan mobilnya ke kota Gustavus.

Kota Gustavus tidak jauh dari ibukota Alaska, Kota Juneau. Kota Gustavus dikelilingi sepenuhnya oleh pengunungan dan juga hutan yang cukup lebat. Maka dari itu Elaine memilih kota tersebut karena dia mempunyai mansion tersembunyi disana.

Saat sudah mulai memasuki kota Gustavus, Max dan Caramel tak ada hentinya untuk berdecak kagum. Bagaimana tidak, mereka saat ini disuguhkan dengan pemandangan pengunungan yang luar biasa cantik dan juga pepohonan yang menjulang tinggi disetiap pinggir jalan.

Semakin memasuki kawasan hutan, semakin juga terlihat jelas pengunungan disana yang tertutup oleh salju. Mendadak mobil yang ditumpangi mereka berhenti ditengah jalan, membuat Max berdecak sebal.

"Apa kau tidak bisa menyetir?! Bisa-bisanya kau mengerem mendadak seperti itu! Kau ingin membuat kami mati, ha?!" Tanya Max dengan nada geram. Menurut pengamatan Max supir itu menjengkelkan sekali.

"Turun." Interupsi Elaine.

Caramel dan Max menuruti perintah Elaine tetapi dengan wajah yang mengernyit tanda bingung.

"Kenapa turun disini? Apa kita sudah sampai?" Tanya Caramel dengan bingung. Ia sedari tadi memperhatikan sekelilingnya, tidak ada tanda-tanda adanya sebuah rumah, villa bahkan mansion. Yang terlihat hanyalah pohon-pohon tinggi dan memiliki daun yang sangat lebat.

Elaine tidak menjawab pertanyaan Caramel. Ia terus berjalan tidak mempedulikan ocehan dua orang yang sedang mengekorinya itu.

Saat Elaine sudah sampai di tempat yang ia tuju, ia segera berhenti dan menyuruh bawahannya atau supir itu untuk pergi.

"Pergilah."

Supir itu mengangguk patuh dan ia sedikit membungkukkan badannya guna untuk berpamitan dengan Elaine. Max dan Caramel yang sedari tadi memperhatikan supir itu masih saja memperhatikannya sampai mobil mewah yang dibawah supir itu lenyap dalam lebatnya hutan.

Elaine membuka sebuah pintu kayu yang ada disana, ia sedikit menyingkap akar dan daun yang ada disana. Pintu kayu itu hampir tidak terlihat karena tertutup oleh akar-akar pohon dan daunnya.

Saat ingin masuk ke dalam ekor matanya tak sengaja melihat Max yang akan menyentuh tumbuhan-tumbuhan merambat itu. "Jangan sentuh."

Max tersentak tatkala mendengar larangan Elaine, tangannya masih menggantung di udara dan dengan gerakan slow motion Max menurunkan tangannya.

The Dark MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang