Prolog

4.3K 541 83
                                    

Jadilah pembaca yang mengharhagai kerja keras penulis
.
.
.
( author side )

Sinar matahari yang menembus jendela itu mengusik seseorang yang masih enggan membuka matanya. Ia mengerang pelan, namun lengannya malah memeluk erat boneka moomin kesayangannya.

Ketika lelaki mungil itu masih terlelap, seseorang membuka pintu kamarnya. Seseorang itu berjalan mendekati ranjang milik putra bungsu keluarga Huang. Ia mendudukkan dirinya dipinggiran kasur.

" Hey ayo bangun.. " ibu jarinya mengusap lembut pipi gembil milik Huang Renjun. Renjun yang merasa tidurnya diganggu, perlahan membuka matanya menyesuaikan dengan cahaya yang masuk.

Lelaki yang mengamati Renjun sedari tadi tersenyum, " Ayo bangun, kau bilang ingin dijemput? " kata laki-laki itu.

Sedangkan Renjun malah merenggut tidak mau bangun. " Aku masih mengantuk.. Kau terlalu pagi Jenoo.. " rengeknya.

Jeno yang menyaksikan tingkah menggemaskan Renjun hanya bisa tersenyum gemas. Ingin rasanya ia mencubit, menggigit dan tentu saja mencium Renjun. Tapi pasti ia hanya akan dapat pukulan dari Renjun.

Jeno menghela napasnya, "Ayo bangun, kau harus mandi dan sarapan." tangannya menarik lengan kurus milik Renjun. Akhirnya Renjun pun bangun untuk duduk, dengan wajah kesalnya.

Renjun menatap Jeno, sang tunangan. Jeno sudah rapih dengan pakaian kantornya. Ia sangat tampan. "Hah.. Baiklah aku akan mandi dulu, kau sarapan saja dulu sana." kata Renjun. Setelah itu ia berdiri dan mengambil handuknya.

"Jangan lama-lama nanti bisa telat." ingat Jeno. Setelah itu ia memutuskan untuk menunggu Renjun diruang makan bersama tuan dan nyonya Huang tentu saja.

Setelah sekitar dua puluh menit Renjun bersiap, akhirnya ia keluar kamar dan menuju ruang makan. Disana ada ayah, ibu, kakak dan tentu saja Jeno.

Ia mengambil tempat didepan Jeno. "Kau lama sekali, kasihan Jeno menunggumu sejak pagi." sapa nyonya Huang yang sedang menyiapkan sarapan untuk Renjun.

"Jeno saja yang terlalu pagi, jadi tidak masalah dia menungguku sedikit." balas Renjun setelah meneguk susunya.

Jeno menatap nyonya Huang sambil tersenyum menenggelamkan kedua matanya. "Tak apa eomma, aku yang terlalu pagi datang."

Bibir mungil milik Renjun mengisyaratkan 'tuhkan, apaku bilang!' pada sang ibu. Yang hanya dibalas dengan tatapan malas dari ibunya.

Setelah selesai dengan acara sarapannya, Jeno dan Renjun segera berpamitan. Renjun ada kelas pagi, dan tentu saja Jeno harus segera pergi ke kantor.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke kampus yang menjadi tempat Renjun menuntut ilmu. Renjun membuka seatbelt-nya, "Terima kasih, Aku masuk dulu ya." ucapnya pada Jeno.

Hendak membuka pintu namun Renjun merasa lengan sebelah kirinya ditahan. Ia menoleh, dan mendapati wajah Jeno yang hanya beberapa senti dari wajahnya. "A-ada apa??" katanya gugup.

Jeno semakin mendekatkan tubuhnya pada Renjun, ibu jarinya menyentuh sudut bibir Renjun. "Belajar yang benar, jangan main terus agar cepat lulus. Agar aku bisa menikahimu." ucap Jeno seraya terkekeh melihat Renjun yang semakin ciut.

Crying In the Club ( Markren ) // HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang