Morosis

2.3K 434 16
                                    

Jadilah pembaca yang menghargai hasil kerja keras penulis
.
.
.
( author side )

Renjun merasakan sakit pada pergelangannya. Ia tidak pernah melihat Jeno yang seperti ini sebelumnya. Dan ini semakin membuktikan ke brengsekan seorang Lee Jeno dimata Renjun.

Demi apapun ketika pulang nanti, Renjun akan meminta ayahnya menghentikan semuanya. Ia tidak peduli jika ketua Lee, ayah Jeno mungkin akan marah padanya.

Jeno melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Renjun disampingnya hanya menatap keluar jendela. Pikirannya tertuju pada Mark. Apa ia baik-baik saja?

"Aku tidak akan membiarkanmu memikirkannya." satu kalimat itu berhasil membuat Renjun mengalihkan pandangannya.

Renjun mendengus, "Memangnya kau siapa mengaturku?" katanya.

"Tentu saja tunanganmu Renjun. Kau akan menikah denganku sebentar lagi." tegas Jeno.

Namun Renjun tertawa remeh, "Aku menikah dengan orang seperti mu? Bahkan dalam mimpi pun aku tidak mau!"

"Kita lihat saja nanti.." balas Jeno tak mau kalah. Renjun sudah malas untuk menanggapi laki-laki itu. Ia hanya akan fokus ketika sampai nanti akan langsung mengadu pada ayah dan ibunya.

Jauh dibelakang sana, Mark sedang berusaha mengejar mobil yang tengah membawa Renjun. Tapi mobil itu sudah sangat jauh rupanya.

"Sial.." desis Mark, kesal pada dirinya sendiri. Sudut bibirnya terasa begitu perih karena ulah Jeno tadi. Mark benar-benar harus membalasnya.

•••

Renjun mengernyitkan matanya, ini bukan jalan menuju rumahnya. Ia segera menatap Jeno yang masih fokus ke jalanan.

"Kau mau membawaku kemana?!"

"Tentu saja kerumah.." balas Jeno santai. Dan mobilnya memasuki sebuah gedung. Renjun ingat sekarang, ini adalah apartemen Jeno.

"Aku mau pulang." ucap Renjun dengan tegas. Jeno menghentikan mobilnya, lalu menoleh ke arah Renjun. "Sudah terlalu malam, lagipula ini rumahmu juga kan?" katanya.

"Kau gila." dua kata itu lolos dari bibir Renjun, membuat Jeno tertawa lalu mendekatkan tubuhnya ke si mungil Renjun yang mulai tersudut dikursinya.

"Aku.. Gila karena mu Renjun.." ucap Jeno, sedikit terdengar menyedihkan. Jari-jari tangannya perlahan mengelus pipi mulus Renjun lalu turun mengusap bibir merah itu dengan ibu jarinya. "Aku benci karena dia menyentuhnya.."

Renjun menelah ludahnya, Lee Jeno benar-benar menyeramkan. Ini tidak seperti Lee Jeno yang sebelumnya ia kenal. Apa laki-laki ini sudah benar-benar gila?? pikir Renjun.

Jeno tersenyum karena Renjun berhenti melawannya. "Kita bicarakan ini didalam, ayo." ia melepas seatbelt yang melekat ditubuh Renjun dan juga tubuhnya.

Setelah itu membukakan pintu mobil, dan mengulurkan tangan pada Renjun. Namun tentu saja Renjun menolaknya. Renjun bisa saja lari sekarang, namun jika ia tidak berhasil melarikan diri tamatlah dirinya ditangan Jeno.

Sedangkan Jeno mengehela napas. Ia mempersilahkan Renjun jalan didepan. Ia tidak akan melepaskan Renjun begitu saja.

Dan kini akhirnya mereka sampai diapartemen milik Jeno. Renjun memasuki ruang tamunya. Matanya langsung menangkap benda yang tergeletak diatas meja. Tas dan ponselnya.

Crying In the Club ( Markren ) // HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang