Philomath

2.2K 435 37
                                    

Jadilah pembaca yang menghargai kerja keras penulis
.
.
.
( author side )

Dering ponsel itu membangunkan Renjun dari tidurnya. Ia segera mengambil ponsel yang berada disampingnya. "Umm halo.."
Renjun dengan suara khas bangun tidurnya.

"Astaga akhirnya aku bisa menghubungimu, kenapa tidak pulang? Ibu dan ayah khawatir. Kenapa tidak mengangkat telponnya hm?"

Itu kakaknya yang mengomel. Renjun menghela napasnya, Jeno sudah berbohong pada kedua orang tuanya. Ia terdiam memikirkan jawaban.

"Eum itu.. Aku sedang banyak tugas dan butuh bantuan Jeno, Maaf tida memberi kabar." cicitnya.

Disana Winwin terdengar menghela napasnya, "Hari ini pulanglah, Ibu benar-benar khawatir meskipun kau aman bersama Jeno.."

"Iyaa.. Aku akan kerumah satu jam lagi." balasnya pada sang kakak. Setelah itu sambungan terputus.

Renjun berjalan menuju pintu dan menyadari pintunya masih terkunci. Pasti Jeno kebingungan mengambil pakaiannya karena seharusnya ia sudah bersiap pergi ke kantor.

Ia berjalan keluar dari kamar. Matanya menatap sekekeliling mencari kebaradaan lelaki sipit itu.

"Aku disini.." Jeno berucap dengan nada rendahnya. Renjun menoleh mendapati Jeno baru keluar dari dapur. "Sarapan sudah siap, ayo." ajaknya, hendak merangkul Renjun namun ia harus menerima penolakan kali ini.

Renjun duduk dikursinya. Ada sandwhich, telur, sosis dan susu disana. "Maaf cuma ini yang bisa aku siapkan." ucap Jeno.

"Aku harus pulang." kata Renjun. Jeno yang sedang memotong telurnya mendongak menatap sang pujaan hati, "Baiklah aku akan mengantarmu, sekarang sarapan dulu."

Renjun mau tidak mau mengambil garpu yang berada disisi piring miliknya dan mulai menyantap sarapan yang disiapkan Jeno.

Renjun sudah selesai dengan sarapan dan mandinya. Jeno juga sudah menunggunya diruang tamu. "Sudah selesai?" tanya nya ketika Renjun berjalan kearahnya.

Yang ditanya hanya mengangguk. Dan mereka sudah berada dimobil sekarang. "Maaf aku berbohong pada Winwin hyung, aku hanya tidak ingin mereka khawatir.." jelas Jeno.

"Mungkin yang benar kau takut mereka mencurigaimu." sarkas Renjun. Jeno berusaha tersenyum. "Aku panik." balasnya.

Dan mobil hitam milik Jeno sampai didepan kediaman Huang. Renjun lebih dulu keluar diikuti Jeno.

Ibu Huang langsung menyambut anaknya. "Astaga anak nakal kenapa sulit sekali dihubungi!" ucapnya setelah memeluk Renjun.

"Maaf.. Lagi pula kan aku bersama Jeno bu.." kata Renjun. "Tetap saja apa sesulit itu mengangkat telpon dari ibu?" balas ibu Huang.

Jeno hanya memperhatikan dari belakang. "Jeno pasti Renjun banyak merepotkanmu ya? Maaf ya.." pandangan itu beralih pada Jeno. "Tidak masalah, tidak perlu khawatir tentang itu." balas Jeno dengan senyumannya.

Crying In the Club ( Markren ) // HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang