"Malika, biji kopi yang baru datang tadi pagi sudah kamu buat jadi cold brew, belum?" Tanya Caraka dari balik Bar.
Aku mengangkat wajahku dari layar kasir.
"Ah maaf, aku belum kerjain. 10 menit lagi aku buat ya, let me finish this first."
"Gak apa-apa, aku aja." Kata Caraka, lalu mengambil kantong kertas coklat berisi beans dari rak paling bawah dan mulai memasukkannya ke mesin penggiling.
"Makasih banyak, Caraka. I owe you one." Kataku lega. Bukannya aku malas, kerjaan ku menumpuk sekali akhir-akhir ini.
"Wah kalau gitu, berarti setelah shift kita ngopi bareng." Kata Caraka cerah.
"Caraka, kita kerja bareng. Buat kopi bareng, bahkan kita served coffee bareng. Cari kegiatan lain dong yang ga ada hubungannya sama kopi" tantangku.
"Oke, kita belom pernah nonton bareng. Nonton yuk! Random aja, nanti pulangnya ku anterin." Caraka menjawab tantanganku.
Akunya malah terdiam dengan wajah bersemu, kehabisan kata-kata.
Padahal tadi cuma bercanda... aku berlagak tidak mendengarnya. Kulanjutkan saja kegiatanku menghitung uang kasir yang lumayan banyak, kebetulan hari ini sedang ramai pelanggan.
Ia menoleh sedikit padaku dan tersenyum. Tangannya tetap sibuk memasukkan kopi yang baru digilingnya ke dalam sebuah wadah.Cold Brew Coffee adalah salah satu menu andalan di Kedai Kopi Damai. Pembuatannya cukup mudah karena tidak memerlukan air panas untuk menyeduhnya. Hanya memerlukan kopi yang sudah digiling medium dan air dengan suhu ruangan. Setelah mencampur kedua bahan, proses ekstraksi terjadi selama 8-12 jam. Hasil kopi dari metode ini cenderung lebih sweet dibanding dengan diseduh air panas. Rupanya metode ini cukup menjadi tren di luar negeri dan menjadi langkah tepat yang di ambil Kopi Damai untuk memasarkan produknya.
"Hei, dengar tidak?" Panggil Caraka. Ia memasukkan wadah berisi cold brew tersebut ke dalam sebuah rak dibagian samping.
Aku menoleh dan merespon, "dengar apa?"
"Kita nonton hari ini. Pulangnya aku anterin, Sampai rumah." Janji Caraka. Ia bahkan mengangkat dua jarinya ke atas seperti bersumpah.
"Kalo nonton kayaknya gak bisa deh." Kataku sedikit menghindar.
"Yasudah gak apa-apa. Ngopi aja kalo gitu," kata Caraka kalem.
Astaga, bahkan ia tidak menanyakan alasan aku menolak diajak nonton olehnya.
"Harus hari ini banget?" Tanyaku sembari jemariku menyisiri rambut. Salah satu kebiasaanku kalau sedang gugup dan aku tahu siapa penyebabnya.
"Hari ini cerah, Malika. Kamu lagi gak ada jadwal ngampus kan?" Tanya Caraka. Tangannya selalu cekatan. Ia membersihkan sisa-sisa bubuk kopi dari penggilingan. Dikibaskannya tangan besarnya itu lalu ia bersedekap menghadapku. Aku menggigit bibirku, menimbang segala kemungkinannya.
"Baiklah, mau ngopi dimana?" Akhirnya aku menyerah, menerima ajakan Caraka minum kopi.
"Gitu dong. Kita ke tempat temanku. Namanya Tali Kopi." Wajah Caraka langsung cerah seketika.
****
Harus kuakui, Tali Kopi adalah tempat terbaik yang pernah aku kunjungi selain Kedai Kopi Damai. Interiornya dibuat se-homey mungkin. Setiap meja dilengkapi sofa-sofa kecil dengan berbagai model. Ada sebuah lemari buku besar yang mendominasi salah satu dindingnya. Kata Caraka, buku-buku disini merupakan sumbangan dari para pengunjung setia mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malika
Random"Aku takut jatuh cinta padamu, Namun tetap saja aku terjatuh." Malika telah memberikan hidupnya untuk Caraka. Sebuah keputusan yang awalnya terdengar seperti romansa yang klise, namun ia tak pernah menyesalinya. Bersama Caraka, menjadi bagian pentin...